- Detail
- Dilihat: 11975
MATARAM – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Nusa Tenggara Barat melayangkan surat resmi kepada Direktur Utama Lombok TV tentang penjatuhan sanksi administratif penghentian sementara program acara Wayang Kulit Lalu Nasib.
Dalam surat resminya bernomor 42/K/KPID-NTB/II/2015 tertanggal 2 Februari 2015, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa berdasarkan kewenangan menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, pengaduan masyarakat, dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) KPI tahun 2012 pada program Siaran “Wayang Kulit Lalu Nasib” yang ditayangkan oleh Stasiun Lombok TV pada Sabtu dan Minggu, pukul 21.00 WITA hingga selesai.
“Atas pelanggaran tersebut, kita sudah melakukan pembinaan dan supervisi kepada manajamen Lombok TV, namun belum juga ada perubahan,” kata Sukri Aruman, Ketua KPI Daerah NTB di Mataram, Selasa (3/2/2015).
Menurut Sukri, Pelanggaran yang dimaksud antara lain menyebutkan kata-kata kasar, jorok, makian dan cerita porno atau mesum. Ungkapan kata-kata kasar dalam Bahasa Sasak (Lombok) seperti Basong, Godek, Bawi, Setan dan lain-lain kerap terlontar dalam lakon cerita yang menampilkan tokoh wayang seperti Amaq Baok, Amaq Amet, Amak Kesek, Amak Ocong, Inak Litet dan lain-lain. Tidak sedikit lakon cerita juga dibumbui muatan seks (porno) dan cenderung melecehkan kaum perempuan khususnya janda. Jam tayang program ini juga sebagian masuk kategori jam tayang remaja karena dimulai Pukul 21.00 WITA.
Dikatakannya, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat memutuskan bahwa tindakan tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) KPI tahun 2012 yakni Pasal 6 (Penghormatan Terhadap Nilai-Nilai Kesukuan, Agama, Ras dan Antargolongan), Pasal 9 (Penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan), Pasal 15 (Perlindungan Anak-anak dan Remaja), Pasal 17 huruf c (Perlindungan Kepada Orang dan Masyarakat Tertentu), Pasal 24 (kata-kata kasar dan makian) dan Pasal 36 (Penggolongan Program Siaran).
Sukri mengungkapkan, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat telah dua kali melakukan pemanggilan dan klarifikasi kepada manajemen Lombok TV yakni pada 10 Oktober 2014 yang diwakili saudara Wiratmaja dan pemanggilan kedua pada 16 Januari 2015 yang ternyata tidak dihadiri oleh manajemen Lombok TV. Berdasarkan pelanggaran yang terjadi dan hasil klarifikasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 80 ayat (1) jo Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) huruf b Standar Program Siaran, hasil rapat Pleno anggota KPI Daerah Nusa Tenggara Barat tertanggal 20 Januari 2015 dan mencermati masukan dari Prof. Drs. H. Syaiful Muslim, M.M., Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB, H.L. Anggawa Nuraksi selaku Pemerhati Budaya Sasak dan ketua Perhimpunan Dalang Indonesia NTB, Dr. Salman Fariz, S.Mn. selaku Akademisi dan Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute, H. Masnun selaku pemerhati media, wartawan senior dan Kepala Biro Antara NTB, maka KPI Daerah Nusa Tenggara Barat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa Sanksi Penghentian Sementara pada program Wayang Kulit Lalu Nasib sebanyak 4 (empat) episode yakni tanggal 7, 14, 21 dan 28 Februari 2015.; tidak menyiarkan program dengan format sejenis pada waktu siar yang sama sesuai dengan Pasal 60 ayat (2) Standar Program Siaran.
Selain itu, Pihak Manajemen Lombok TV diwajibkan melakukan sensor internal yang ketat dan melakukan perbaikan program Wayang Kulit Lalu Nasib sebelum ditayangkan kembali sebagaimana arah, tujuan dan fungsi penyiaran sesuai dengan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Standar Program Siaran KPI tahun 2012. “Silakan saja ditayangkan kembali kalau sudah dilakukan sensor sesuai aturan yang berlaku,” tegas Sukri Aruman seraya menambahkan KPI Daerah NTB akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penjatuhan sanksi oleh pihak Lombok TV.
Sementara itu, Wakil Ketua KPI Daerah NTB Maryati, S.H., M.H. menambahkan selain ditujukan kepada manajemen Lombok TV, KPI Daerah NTB juga menyampaikan tembusan surat penjatuhan sanksi administratif kepada Gubernur NTB; Ketua DPRD NTB; Ketua Komisi I DPRD NTB; Ketua KPI Pusat; Kapolda NTB; Ketua MUI NTB; Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan NTB; Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo NTB Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga NTB; Ketua Perhimpunan Dalang Indonesia Wilayah NTB; Ketua Dewan Periklanan Indonesia dan Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
Terkait hal ini, Prof. Drs. H. Syaiful Muslim, M.M., Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB menilai langkah KPID NTB melakukan pembinaan dan pengawasan kepada lembaga penyiaran sebagai langkah tepat. “Kalau soal Wayang Lalu Nasib dari dulu sampai sekarang memang begitu. Tetapi Lembaga penyiaran yang menayangkan hendaknya mengedepankan nilai etika dan estetika dan memperhatikan setiap dampak dari program yang ditayangkan,” paparnya.
Hal senada diungkapkan oleh Akademisi yang juga Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute Dr. Salman Faris, S.Mn., ia menilai keputusan yang diambil KPID NTB merupkan bagian dari koreksi terhadap lembaga penyiaran. “Dalam konteks Wayang Lalu Nasib, saya melihat KPID tidak berhadapan dengan seniman, kreativitas seniman, masyarakat penikmat seni dan karya seni itu sendiri. Melainkan berhadapan dengan lembaga penyiaran,” ujarnya.
Dikatakan Salman, yang dievaluasi KPID bukan kesatuan Wayang Lalu Nasib sebagai karya seni, melainkan bagian tertentu yang dipandang kontraproduktif dengan kearifan lokal Masyarakat Sasak. “Saya yakin KPID tidak punya kewenangan melarang produksi kesenian, sehingga masyarakat tidak perlu risau, justru masyarakat harus bersama KPID melakukan kontrol kepada lembaga penyiaran yang tidak mengindahkan norma yang berlaku di tengah masyarakat. (KPI Daerah NTB)