- Detail
- Dilihat: 10690
Jakarta – Peran penyuluh agama dinilai bisa mendorong publik menggunakan media secara sehat. Upaya ini bisa menghindari publik dari dampak buruk media khususnya tayangan televisi. Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Azimah Soebagyo, dalam Studi Lapangan untuk Peserta Diklat Kementerian Agama di kantor KPI Pusat, Selasa, 24 April 2012.
Selain itu, lanjut Azimah, penggunaan media atau televisi secara sehat dapat menyadarkan publik bahwa realitas yang ada di media bukanlah realitas sebenarnya. Misalnya, norma yang terdapat di tayangan televisi bukan norma masyarakat sesungguhnya.
Menurut komisioner bidang Kelembagaan ini, publik yang sudah paham dan bisa memanfaatkan media secara benar akan bersikap kritis terhadap tayangan yang tidak baik atau menurutnya tidak sesuai dengan norma yang ada. “Publik yang paham tidak akan diam saja jika melihat pelanggaran, mereka akan mengadukan tayangan yang buruk kepada KPI ataupun KPID,” kata Azimah.
Penyuluh agama yang aktif mendorong penggunaan media secara sehat di masyarakat, nantinya akan memberikan efek domino bagi publik yang lainnya. “Mereka yang mendapatkan literasi media akan menyampaikan atau menganjurkan bagaimana pola konsumsi media yang sehat di dalam keluarga dan lingkungannya,” jelas Azimah Soebagyo di depan puluhan penyuluh yang datang dari seluruh daerah di tanah air.
Sebelumnya, diawal acara tersebut, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, menyampaikan presentasi mengenai ekosistem penyiaran. Dirinya juga mengingatkan mengenai efek media terhadap masyarakat khususnya media televisi. Menurutnya, publik atau masyarakat selalu dalam proses meniru. Proses peniruan tersebut dapat secara langsung maupun tertunda.
Disela-sela sesi tanya jawab, salah satu penyuluh dari Maluku Utara, meminta KPI agar memberikan saran lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan acara anak-anak pada waktu magrib. Menurutnya, pada waktu Magrib hingga Isya merupakan waktu bagi mereka mengaji ataupun belajar agama.
Permintaan senada turut disampaikan penyuluh dari Sumatera Selatan. “Saya harap film anak-anak terlebih dahulu di sensor dan di telaah agar tidak ada unsur percintaanya. Saya juga minta tayangan-tayangan sinteron tidak menayangkan cerita-cerita yang glamour dan hedonisme. Buatlah cerita yang apa adanya seperti kisah hidup orang-orang pedesaan yang susah. Hedonisme itu merusak kita,” tegasnya. RG