Jakarta - Aturan penyiaran pemilu harus mampu memberikan peningkatan partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Umum yang saat ini memiliki kecenderungan menurun.  Padahal, minimnya partisipasi pemilih ini akan berpengaruh pada legitimasi hasil Pemilu. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, dalam pertemuan dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di kantor Kementerian Komunikasi Informatika (19/2).

Menurut Tifatul, seketat apapun aturan yang dibuat, pasti akan selalu ada usaha orang untuk menyiasatinya. Karena itu dirinya mengingatkan jangan sampai pembatasan yang ada justru menyebabkan masyarakat antipati pada Pemilu.

Dalam pertemuan yang membahas masalah-masalah terkini seputar penyiaran tersebut, KPI hadir dipimpin langsung oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan. Sedangkan komisioner lain yang turut hadir adalah Idy Muzayyad (Wakil Ketua), Bekti Nugroho, Fajar Arifianto, Agatha Lily, Danang Sangga Buwana dan Amiruddin. Sementara itu hadir pula mendampingi Menkominfo, Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kalamullah Ramli.

Diantara masalah-masalah penyiaran yang dibahas antara dua regulator tersebut adalah penyiaran perbatasan. Amiruddin, komisioner KPI Pusat bidang perizinan menyampaikan kondisi masyarakat di perbatasan yang mendapatkan luberan (spill over) siaran dari negara tetangga. Selain itu, menurut Amir, Malaysia memiliki kebijakan yang sangat progresif untuk penyiaran di wilayah perbatasan tersebut. Untuk itu, KPI mengusulkan harus ada kebijakan khusus terkait peluang usaha penyiaran di daerah tersebut. Saat ini, ujar Amir, program yang sedang diterapkan oleh KPI adalah monitoring isi siaran di daerah perbatasan, khususnya luberan siaran dari lembaga penyiaran di luar negeri.

Pertemuan ini sendiri, menurut Judhariksawan, memang seharusnya dilakukan secara rutin sebagai bagian koordinasi antar dua regulator penyiaran di negeri ini. Hal ini juga disetujui oleh Tifatul, karena menurutnya, selama ini kementerian yang dipimpinnya itu juga tetap menerima masukan dan aduan dari masyarakat tentang muatan penyiaran. “Banyak masyarakat yang menganggap Kemenkominfo memiliki kewenangan seperti Departemen Penerangan dulu”, ujar Tifatul. Padahal ada banyak kewenangan yang sudah dialihkan ke lembaga-lembaga lain, seperti KPi dalam hal penyiaran.

Masalah konvergensi media yang belum terjangkau oleh regulasi baik undang-undang penyiaran ataupun undang-untang telekomunikasi juga menjadi bahasan dalam pertemuan tersebut. Judha menilai, butuh kesatuan visi definisi penyiaran sehingga semua muatan media di masa konvergensi mendatang juga terjangkau oleh regulasi. Senada dengan hal itu, Tifatul juga menilai meskipun internet adalah ranahnya Kemenkominfo, tapi lewat konvergensi media saat ini muatan di internet juga akan sampai ke ranah penyiaran. Untuk itu dibutuhkan kesatuan regulasi, tegasnya.

 

Pada kesempatan tersebut Fajar Arifianto menyampaikan undangan KPI untuk kehadiran Menteri Kominfo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI dan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) 2014 di Jambi. KPI berharap, Kemenkominfo juga dapat menempatkan kegiatannya untuk berpartisipasi dalam momen Harsiarnas 2014. (Ra)


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mempertanyakan keberimbangan media televisi dalam menayangkan kegiatan partai-partai politik jelang pemilu 2014.

Komisioner KPI, Idy Muzayyad, memberikan contoh penayangan iklan sebuah parpol di stasiun televisi yang tergabung dalam MNC Group. Menurutnya keberimbangan penayangan kegiatan parpol, dilihat dari kuantitas penayangannya.

"Katakan MNC Group, apa tidak boleh sama sekali menayangkan Hanura? Boleh, tapi adil tidak MNC Group pada semua partai lain? Kalau adil, harus tayangkan kegiatan semua partai lain. Diukurnya dari kuantitas. Kalau tidak adil, tahunya peserta pemilu hanya Hanura," kata Idy di hotel Grand Sahid, Senin (17/2/2014) malam.

Idy menjelaskan jika media tidak netral dalam menayangkan kegiatan partai politik, maka akan ada tiga pihak yang dirugikan. Menurutnya pihak pertama yang dirugikan adalah pemilik media itu sendiri.

"Contohnya Surya Paloh muncul di Metro TV tiga menit, satu menit orang sudah ganti. Itu sama, mau ARB atau Hary Tanoe sekali pun. Yang muncul jadinya antipati, bukan simpati," bebernya.

Pihak kedua yang dirugikan, lanjut Idy, adalah media itu sendiri karena mengurangi segmentasi konsumennya. Sedangkan pihak ketiga yang dirugikan adalah publik karena tidak mendapat informasi yang utuh.

"Kalau ada kebandelan, apalagi perlawanan terhadap hukum, maka hukum calon tersebut. Publik punya punishment yang lebih dahsyat dibanding KPI," katanya. TRIBUNNEWS.COM



 


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran menyampaikan informasi yang benar dan akurat terkait musibah meletusnya Gunung Kelud di Jawa Timur. Selain itu, KPI berharap media punya frame berpikir penuh empati pada korban bencana, selain menyajikan informasi yang lengkap dan akurat. Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan hal tersebut dalam siaran pers KPI Pusat hari ini (14/2). 

KPI juga mengingatkan bahwa  dalam Standar Program Siaran ada aturan yang harus dipatuhi lembaga penyiaran dalam hal peliputan bencana. Diantaranya, kewajiban mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/ atau masyarakat yang terkena bencana atau musibah. Berkaca dari masalah yang muncul di televisi saat meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta, KPI mengingatkan lembaga penyiaran untuk menampilkan narasumber yang kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah. Sehingga, informasi yang didapat masyarakat dari televisi dan radio dapat dipertanggungjawabkan.

Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah peran media dalam melakukan kontrol sosial pada lembaga-lembaga berwenang agar menjalankan fungsinya yang optimal guna menanggulangi bencana. Apalagi letusan Gunung Kelud ini berdampak pada masyarakat yang tinggal di lintas provinsi, Jawa Timur, Yogyakarta dan Jawa Tengah. “Hal ini juga menjadi salah satu peran strategis media untuk meminimalkan dampak kerugian atas bencana yang terjadi”, ujar Judha.

Lebih jauh KPI juga meminta seluruh awak media yang melakukan liputan untuk waspada dan berhati-hati serta selalu mengutamakan keselamatan dirinya sendiri.  “Jangan sampai demi mendapatkan liputan yang ekslusif, para awak media justru mengabaikan keselamatannya sendiri”, pungkas Judha.

Jakarta - Panitia Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara mengunjungi Kantor Komisi Indonesia (KPI) Pusat pada Senin, 18 Februari 2014. Selain dari unsur DPRK rombongan yang jumlahnya sepuluh orang itu juga hadir hadir perwakilan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara.

 

Rombongan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isugroho dan Amiruddin di Ruang Rapat KPI Pusat. Selain memberikan ucapan selamat datang, Fajar mengungkapkan, Aceh merupakan daerah otonomi khusus, sehingga istilah-istilah kelembagaan dan yang lainnya memiliki nama tersendiri. “Meski namanya berbeda, namun pada intinya fungsi kelembagaan kita dengan daerah lain sama. Misal, nama Peraturan Daerah atau Perda di tempat lain, di Aceh disebut dengan Qanun,” kata Fajar.

 

Ketua Panitia Legislasi DPRK Aceh Utara Anwar Sanusi mengatakan, kedatangannya ke KPI Pusat untuk konsultasi terkait pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL)di Aceh Utara. Menurut Anwar, perkembangan masyarakat di Aceh Utara saat ini membutuhkan lembaga penyiaran publik lokal yang nantinya diharapkan dalam program acaranya memfasilitasi kebutuhan informasi masyarakat Aceh Utara.

 

“Kami sudah kirimkan surat untuk pembentukan radionya. Semoga nanti radio penyiaran publik lokal ini bisa memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan selera masyarakt Aceh Utara,” ujar Anwar.

 

Fajar yang juga mantan Ketua KPI Jawa Timur menjelaskan, syarat mendirikian LPPL sudah ada dalam Undang-undang Penyiaran. Menurut Fajar, pembentukan LPPL salah satu syaratnya adalah apabila di suatu daerah belum memiliki TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang memiliki stasiun siaran lokal.

 

Meski begitu, Fajar mengingatkan, pembentukan LPPL harus sesuai dengan misinya, yakni sebagai ajang komonikasi warga dengan pemerintah daerahnya. “Sejak reformasi tidak ada lagi namanya radio pemerintah, tapi menjadi milik publik. LPPL ini secara fungsi bukan sebagai komunikasi satu arah atau hanya digunakan oleh pemerintah setempat, tapi untuk kepentingan publik atau dua arah,” terang Fajar.

 

Sementara itu Amiruddin yang juga Komisioner Bidang Perizinan KPI Pusat mengatakan, selain kesiapan kelembagaan, syarat lainnya adalah kesiapan dan keberadaan frekuensi yang akan digunakan. Menurut Amir, informasi ketersediaan frekuensi di Aceh Utara yang akan digunakan dimiliki Kementerian Komunikasi dan Informatika  (Kominfo).

 

“Kami sudah baca surat untuk pembentukan LPPL Radio di Aceh Utara ini. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, terutama terkait dengan dewan pengawas atau dewan direksi serta Satuan Kerja Perangkat Daerah atau tenaga yang mengelolanya nanti. Kekurangan ini bisa dibicarakan dan dibantu oleh teman-teman di KPID Aceh,” papar Amir.

 

Anwar selaku ketua rombongan mengatakan, saat kembali ke Aceh akan mengurus kekurangan dan masukan dari KPI Pusat. Menurutnya, pembentukkan lembaga penyiaran publik lokal di Aceh Utara adalah sebuah kebutuhan. “Aceh Utara adalah kabupaten terluas di Provinsi Aceh. Di dalamnya ada 27 kecamatan, 852 desa, dan sekitar 500 ribu jiwa penduduk,” ujar Anwar.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran menjalankan surat edaran KPI tentang Penyiaran Iklan politik terkait Pemilu dengan menghentikan penayangan iklan-iklan dari partai politik sekarang juga. Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menyatakan sudah saatnya lembaga penyiaran menghormati aturan yang berlaku terkait iklan kampanye di media sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang hanya membolehkan iklan kampanye peserta pemilu di media massa pada 16 Maret – 5 April 2014. “Jadi lembaga penyiaran harus menyetop iklan-iklan partai politik sekarang” , tegas Judha.

 

Judha menjelaskan,  Komisi I DPR RI juga mendukung langkah yang diambil KPI dalam menegakkan aturan penyiaran dengan hadirnya Sura Keputusan KPI tentang Petunjuk Pelaksanaan terkait Perlindungan Kepentingan Publik, Siaran Jurnalistik, Iklan dan Pemilu serta Surat Edaran KPI tentang Penyiaran Iklan politik terkait Pemilu. Hal tersebut disampaikan Komisi I DPR RI dalam acara Rapat Dengar Pendapat dengan KPI Pusat kemarin, (11/2).  Bahkan, salah satu anggota Komisi I DPR RI pun telah meminta KPI mencabut izin penyelenggaraan penyiaran dari lembaga penyiaran yang tidak juga mengindahkan teguran-teguran dari KPI, ujar Judha.

 

Hingga hari ini KPI sudah mengeluarkan teguran kepada 6 lembaga penyiaran yakni, RCTI, Global TV, TPI, AN TV, TV One dan Metro TV. Teguran tersebut didasarkan pada hasil pemantauan khusus yang dilakukan oleh KPI yang menyimpulkan ke-enam lembaga penyiaran tersebut terbukti telah dimanfaatkan untuk kepentingan pemilik baik secara pribadi ataupun kelompok.  Bahkan, teguran tertulis kedua juga sudah dikeluarkan KPI untuk program acara Kuis Kebangsaan di RCTI dan kuis Indonesia Cerdas di Global TV.

 

Koordinasi yang dilakukan KPI, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga memutuskan bahwa partai politik harus menghentikan iklan-iklan mereka di media massa, khususnya media penyiaran. Penghentian itu berlaku tidak saja pada penayangan iklan partai politik, tapi juga pada iklan calon anggota legislatif, dan iklan calon anggota DPD di lembaga penyiaran.  Judha menyatakan, KPI tidak akan segan-segan memberikan peningkatan sanksi pada seluruh lembaga penyiaran yang masih abai dengan teguran KPI.  Lebih jauh Judha mengingatkan bahwa pelanggaran yang dilakukan atas undang-undang memiliki konsekuensi pidana, termasuk undang-undang tentang penyiaran.

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.