Jakarta - Panitia Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara mengunjungi Kantor Komisi Indonesia (KPI) Pusat pada Senin, 18 Februari 2014. Selain dari unsur DPRK rombongan yang jumlahnya sepuluh orang itu juga hadir hadir perwakilan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara.

 

Rombongan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isugroho dan Amiruddin di Ruang Rapat KPI Pusat. Selain memberikan ucapan selamat datang, Fajar mengungkapkan, Aceh merupakan daerah otonomi khusus, sehingga istilah-istilah kelembagaan dan yang lainnya memiliki nama tersendiri. “Meski namanya berbeda, namun pada intinya fungsi kelembagaan kita dengan daerah lain sama. Misal, nama Peraturan Daerah atau Perda di tempat lain, di Aceh disebut dengan Qanun,” kata Fajar.

 

Ketua Panitia Legislasi DPRK Aceh Utara Anwar Sanusi mengatakan, kedatangannya ke KPI Pusat untuk konsultasi terkait pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL)di Aceh Utara. Menurut Anwar, perkembangan masyarakat di Aceh Utara saat ini membutuhkan lembaga penyiaran publik lokal yang nantinya diharapkan dalam program acaranya memfasilitasi kebutuhan informasi masyarakat Aceh Utara.

 

“Kami sudah kirimkan surat untuk pembentukan radionya. Semoga nanti radio penyiaran publik lokal ini bisa memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan selera masyarakt Aceh Utara,” ujar Anwar.

 

Fajar yang juga mantan Ketua KPI Jawa Timur menjelaskan, syarat mendirikian LPPL sudah ada dalam Undang-undang Penyiaran. Menurut Fajar, pembentukan LPPL salah satu syaratnya adalah apabila di suatu daerah belum memiliki TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang memiliki stasiun siaran lokal.

 

Meski begitu, Fajar mengingatkan, pembentukan LPPL harus sesuai dengan misinya, yakni sebagai ajang komonikasi warga dengan pemerintah daerahnya. “Sejak reformasi tidak ada lagi namanya radio pemerintah, tapi menjadi milik publik. LPPL ini secara fungsi bukan sebagai komunikasi satu arah atau hanya digunakan oleh pemerintah setempat, tapi untuk kepentingan publik atau dua arah,” terang Fajar.

 

Sementara itu Amiruddin yang juga Komisioner Bidang Perizinan KPI Pusat mengatakan, selain kesiapan kelembagaan, syarat lainnya adalah kesiapan dan keberadaan frekuensi yang akan digunakan. Menurut Amir, informasi ketersediaan frekuensi di Aceh Utara yang akan digunakan dimiliki Kementerian Komunikasi dan Informatika  (Kominfo).

 

“Kami sudah baca surat untuk pembentukan LPPL Radio di Aceh Utara ini. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, terutama terkait dengan dewan pengawas atau dewan direksi serta Satuan Kerja Perangkat Daerah atau tenaga yang mengelolanya nanti. Kekurangan ini bisa dibicarakan dan dibantu oleh teman-teman di KPID Aceh,” papar Amir.

 

Anwar selaku ketua rombongan mengatakan, saat kembali ke Aceh akan mengurus kekurangan dan masukan dari KPI Pusat. Menurutnya, pembentukkan lembaga penyiaran publik lokal di Aceh Utara adalah sebuah kebutuhan. “Aceh Utara adalah kabupaten terluas di Provinsi Aceh. Di dalamnya ada 27 kecamatan, 852 desa, dan sekitar 500 ribu jiwa penduduk,” ujar Anwar.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.