Sejumlah Komisioner KPI Pusat dalam sidang khusus penjatuhan sanksi program acara.

Jakarta-Pengajar Komunikasi Politik Universitas Indonesia Ari Junaedi mengapresiasi keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang menjatuhkan sanksi administrasi penghentian sementara untuk program siaran “Indonesia Cerdas” di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” di RCTI pada Jumat, 21 Februari 2014. Menurut Ari, keputusan itu sudah tepat sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

“Saya dukung keputusan itu, mesti terhitung terlambat. Dengan keputusan itu, KPI sudah menunjukkan taringnya ke publik yang selama ini diragukan banyak kalangan,” kata Ari kepada Media Center KPI melalui telepon selulernya pada Senin, 24 Februari 2014. Ari juga memberikan alasan kenapa mendukung keputusan yang dikeluarkan oleh KPI Pusat itu. 

Ari mengaku rutin menonton dan mengamati kedua program acara itu. Dari analisanya, kedua kuis itu jelas-jelas melakukan kampanye sebelum waktunya. Salah satu indikasinya kedua acara itu seperti kampanye adalah, acara kuis itu disetting yang jawabannya mengarahkan menonjolkan pada tokoh tertentu. Kemudian kata kunci untuk penelpon kuis yang diharuskan menyebutkan kata kunci, bersih, peduli, tegas. 

“Itu jelas kampanye, dalam acara Kuis Kebangsaan yang tampil Wiranto dan Hari Tanoesoedibjo yang sudah jelas-jelas mendeklarasikan diri sebagai calon presiden dari Partai Hanura. Kemudian kata kunci kuisnya adalah slogan dari kedua tokoh itu. Ditinjau dari sisi manapun itu jelas kampanye. Dari segi undang-undang kampanye juga sudah memenuhi syarat itu, ada visi dan misi di dalamnya,” ujar Ari.

Namun, usai sanksi administrasi dilayangkan oleh KPI kepada dua lembaga penyiaran, Ari masih memantau dan melihat kedua acara itu masih ditayangkan, dengan konsep yang berbeda. “Setelah sanksi dari KPI keluar, saya menonton acara ‘Kuis Kebangsaan’ saya melihat ada perubahan konsep. Tapi yang tampil dalam acara itu adalah calon legislatif dari Partai Hanura. Mereka mencoba mengakali sanksi yang diberikan KPI, itu artinya mereka mengabaikan sanksi dan melawan KPI yang sudah jelas adalah regulator penyiaran yang diamanahi undang-undang,” ungkap Ari lebih lanjut.

 

Menurut Ari, adanya perubahan model siaran dalam “Kuis Kebangsaan”, menunjukkan media penyiaran terkait susah dan tidak mau diatur oleh lembaga negara yang mengurusi regulator penyiaran. Padahal menurut Ari, frekuensi siaran yang digunakan lembaga penyiaran adalah sumber daya yang jumlahnya terbatas dan milik publik. Dalam konteks penggunaannya, lembaga penyiaran diamanahi dalam pengelolaan frekuensi tersebut.

 

Dalam kondisi yang demikian, menurut Ari, semua teguran dan sanksi yang dikeluarkan KPI seperti angin lalu. “Jika sudah seperti itu kondisinya, ke depan publik harus pikirkan KPI semestinya diberi wewenang lebih dalam hal perizinan dan pencabutan izin, biar seperti KPK, agar KPI bisa didengar dan ditaati oleh lembaga penyiaran,” terang Ari.

 

Meski begitu, Ari menuturkan, hal itu bisa terlaksana dengan menunggu revisi Undang-undang Penyiaran yang saat masih dalam tahap pembahasan di DPR. Selain itu, Ari juga meminta, agar KPI dalam setiap aktivitasnya mengajak publik turut serta, karena KPI adalah bentuk representasi publik.


“Kita harus berpikir ulang akan masa depan bangsa ini. Penyiaran itu memiliki peran penting dalam menentukan peradaban kita berbangsa. Efek dari penyiaran itu sangat besar pengaruhnya akan budaya, bahasa, istiadat, hingga perilaku masyarakat. Makanya ke depan KPI harus imun dari kepentingan politik, karena dia sudah memegang hal yang terkait dengan hajat hidup orang banyak,” papar Ari.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memanggil TV One dan Metro TV untuk memberikan klarifikasi atas siaran kegiatan partai politik yang diduga blocking time. Hal tersebut disampaikan Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat usai rapat pleno KPI (24/2).

Dari hasil pemantauan KPI Pusat didapati TV One melakukan siaran tunda kegiatan PDI Perjuangan di Banyumas, Jawa Tengah, selama satu jam. Sedangkan Metro TV didapati menyiarkan liputan khusus apel siaga Partai Nasdem selama 2,5 jam. Menurut Fajar, rapat pleno KPI melihat ada dugaan pelanggaran Standar Program Siaran (SPS) pasal 11 ayat 2 tentang pemanfaatan lembaga penyiaran oleh pemiliknya.

Selain itu, menurut Fajar, dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran di pasal 46 (10) menyebutkan waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapapun untuk kepentingan apa pun, kecuali untuk siaran iklan. Merujuk aturan dalam undang-undang penyiaran ini, ujar Fajar, KPI merasa perlu melakukan klarifikasi pada kedua lembaga penyiaran tersebut tentang kemungkinan terjadinya pelanggaran.

“Surat klarifikasi akan segera dikirimkan dan pemanggilan dilakukan pada Rabu 26 Februari 2014”, ujar Fajar. KPI berharap, dari undangan yang ditujukan pada jajaran direksi kedua LP tersebut, dapat diperoleh keterangan lebih lanjut tentang dugaan pelanggaran ini.

 

Jakarta - Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang menjatuhkan sanksi administrasi penghentian sementara untuk program siaran “Indonesia Cerdas” di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” di RCTI diapresiasi oleh Anggota Komisi I DPR RI Chandra Tirta Wijaya. Menurut Chandra, langkah yang diambil KPI terhadap dua kuis itu sudah tepat. 

“Ini langkah yang bagus dari KPI. Saya harap KPI konsisten dengan acara-acara sejenis di lembaga penyiaran lainnya. Kita harus mendukung keputusan ini, karena putusan KPI ini upaya menghentikan program siaran yang berisi pembodohan dan pemaksaan opini pemiliknya yang menggunakan frekuensi publik,” kata Chandra kepada Media Center KPI pada Jumat, 21 Februari 2014 melalui hubungan telepon.

Selain itu, Chandra menilai, keputusan KPI sebagai bentuk ketegasan penegakan Undang-undang penyiaran akan mendapat dukungan dari rakyat Indonesia. Bagi Chandra, saat ini rakyat Indonesia sudah cerdas dalam menilai siaran televisi. Chandra juga memaklumi kenapa KPI kesulitan dalam menegakkan peraturan Undang-undang penyiaran ke lembaga penyiaran.

“KPI jangan surut dalam menegakkan peraturan penyiaran. Rakyat dari Sabang sampai Merauke akan terus mendukung. Saya maklum kenapa KPI kesulitan dalam menegakkan peraturan, karena yang dilawan adalah para pemilik modal, pemilik kapital, dan pemilik opini publik,” ujar Chandra lebih lanjut.

Dengan keputusan itu, Chandra mengatakan, akan membuat lembaga penyiaran untuk berbenah dalam menampilkan program acara yang mendidik bagi masyarakat. Menurutnya dengan keputusan itu, kepercayaan masyarakat akan terus mengalir ke KPI. “Dengan keputusan ini, agar KPI menjaga kepercayaan masyarakat untuk terciptanya siaran yang bermutu, bermoral, mendidik, dan memiliki dampak yang positif kepada penonton,” terang handra.

Sebagai informasi, Jumat kemarin, KPI menjatuhkan sanksi administrasi penghentian sementara untuk program siaran “Indonesia Cerdas” di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” di RCTI. Penghentian itu berlaku sejak 21 Februari 2013 hingga dilakukannya perubahan atas materi dua program siaran tersebut.

Dalam sidang khusus penjatuhan sanksi di kantor KPI Pusat, Jumat kemarin, Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, keputusan tersebut didasarkan pada pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis yang menemukan adanya pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), P3 Pasal 11 dan SPS Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 71 ayat (3). Sebelum penjatuhan sanksi penghentian sementara, menurut Judha, KPI telah mengirimkan dua kali surat teguran tertulis pada RCTI dan Global TV. Namun tidak ada perubahan materi siaran seperti yang diminta oleh KPI.

Jakarta-Independensi sebuah lembaga diukur dari kebijakan yang dikeluarkan. Hal itu dikemukakan  Direktur Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Amir Effendi Siregar. Amir mengatakan hal terkait keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat yang menjatuhkan sanksi administrasi penghentian sementara untuk program siaran “Indonesia Cerdas” di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” di RCTI.

Menurut Amir, keputusan KPI dinilai sudah tepat dan mengapresiasi keputusan itu. Dalam hal putusan penghentian kedua acara kuis itu, menurut Amir, KPI memiliki otoritas sebagai regulator seperti yang diamanahkan dalam undang-undang. “Keputusan itu bagus. Saya harus apresiasi KPI dalam hal ini. Saya mengikuti siaran kedua kuis itu dan memang seharusnya dihentikan sampai mereka memperbaiki konten siarannya,” kata Amir ke Media Center KPI melalui sambungan telepon pada Jumat, 21 Februari 2014.

Selain mengapresiasi, Amir juga memberikan masukan kepada KPI dalam hal pengawasan penyiaran Indonesia. Pria yang juga dikenal sebagai pengamat penyiran itu mencontohkan, agar KPI tidak terjebak dengan kekakuan hukum dalam menafsirkan kontens isi siaran. “Bebagai konten siaran tidak bisa hanya ditafsirkan atau ditelaah hanya dengan kekakuan hukum semata. KPI bisa menggunakan ketentuan lainnya, misal ketentuan sosial, psikologi, atau ketentuan dari berbagai aspek lainnya yang juga harus diperhatikan,” ujar Amir lebih lanjut.

Hal senada juga dikemukakan Gun Gun Heryanto yang juga Dosen Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Menurut Gun Gun keputusan KPI terhadap dua kuis sudah tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Bahkan Gun Gun menilai interpretasi semacam itu yang dibutuhkan dalam menghukum lembaga siaran yang memanfaatkan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik dan golongannya.

“Putusan KPI ini saya apresiasi. Kedua acara kuis itu memang harus diingatkan, meskipun makna kampanye politik di dunia penyiaran masih bersifat abu-abu. Tapi kenyataannya publik terganggu dan KPI melakukan teguran hingga penghentian sementara,” kata Gun Gun kepada Media Center KPI Pusat pada Jumat, 21 Februari 2014.

Lebih lanjut Gun Gun menjelaskan, saat ini ekspektasi publik terhadap KPI sangat besar untuk pengawasan penyiaran, terlebih menjelang pemilu 2014. “Memang sebagai regulator , KPI harus pandai-pandai menginterpretasi akan konten isi siaran. Tapi tetap ranah KPI pada lembaga penyirannya, bukan pada partai politiknya,” papar Gun Gun.

Pada Jumat, 21 Februari 2013, KPI Pusat menjatuhkan sanksi administrasi penghentian sementara untuk program siaran “Indonesia Cerdas” di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” di RCTI. Penghentian itu berlaku sejak 21 Februari 2013 hingga dilakukannya perubahan atas materi dua program siaran tersebut.

Dalam sidang khusus penjatuhan sanksi di kantor KPI Pusat pada Jumat pekan lalu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, keputusan itu didasarkan pada pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis yang menemukan adanya pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), P3 Pasal 11 dan SPS Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 71 ayat (3). Sebelum penjatuhan sanksi penghentian sementara, menurut Judha, KPI telah mengirimkan dua kali surat teguran tertulis pada RCTI dan Global TV. Namun tidak ada perubahan materi siaran seperti yang diminta KPI.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif penghentian sementara pada program siaran “Indonesia Cerdas” yang ditayangkan di Global TV dan “Kuis Kebangsaan” yang ditayangkan di RCTI. Penghentian itu berlaku sejak 21 Februari 2013 hingga dilakukannya perubahan atas materi dua program siaran tersebut. Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyatakan keputusan tersebut didasarkan pada pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis yang menemukan adanya pelanggaran atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), P3 Pasal 11 dan SPS Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 71 ayat (3). Sebelum penjatuhan sanksi penghentian sementara ini, menurut Judha, KPI telah mengirimkan dua kali surat teguran tertulis pada RCTI dan Global TV. Namun tidak ada perubahan materi siaran seperti yang diminta oleh KPI.

Sanksi penghentian sementara ini disampaikan Judha dalam siding khusus penjatuhan sanksi di kantor KPI Pusat (20/2), yang tidak dihadiri oleh perwakilan RCTI dan Global TV. KPI sendiri sebenarnya sudah melayangkan surat yang meminta kehadiran dari RCTI dan Global TV dalam sidang tersebut. Judha menjelaskan, dalam dua program tersebut didapati isi siaran yang bersifat tidak netral dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran dan/ atau kelompoknya. Selain mengikutsertakan calon anggota legislatif dari Partai Hanura, program-program siaran tersebut juga menghadirkan Wiranto dan Hari Tanoesudibjo yang sudah dideklarasikan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden partai tersebut. Hal lain yang juga menjadi pelanggaran menurut KPI adalah adanya password Bersih, Peduli, Tegas yang merupakan tagline partai Hanura. Sebelum menjatuhkan sanksi, KPI telah memberikan kesempatan bagi kedua lembaga penyiaran tersebut untuk memberikan klarifikasi (13/2).

Judha menyatakan, untuk dapat menayangkan kembali program siaran Indonesia Cerdas dan Kuis Kebangsaan, Global TV dan RCTI harus melakukan perubahan materi siarannya. Upaya perubahan program  tersebut dilakukan dengan cara menghilangkan seluruh materi siaran yang bersifat tidak netral dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran dan/ atau kelompoknya dengan menghilangkan penyebutan WIN-HT, tagline kampanye  Partai Hanura: Bersih, Peduli, Tegas, dan tidak melibatkan pemilik lembaga penyiaran atau kelompoknya, dalam hal ini calon anggota legislative Partai Hanura, sebagai pembaca kuis. Selain itu KPI juga meminta RCTI dan Global TV untuk melaporkan upaya perbaikan kepada KPI Pusat, bila ingin segera menayangkan kembali program kuis tersebut.

Judha berharap sanksi administratif ini menjadi pelajaran bagi lembaga penyiaran lain yang masih menyiarkan materi iklan politik yang melanggar ketentuan dalam P3 & SPS. Jangan sampai lembaga penyiaran membuat program baru atau menggunakan program-program yang sudah ada untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pribadi dan/ atau kelompok dari pemilik lembaga penyiaran. Selain itu,  KPI sudah bersepakat dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu untuk menjalankan kewenangan masing-masing lembaga dalam pengawasan penyiaran pemilu. Karenanya KPI tidak akan berhenti untuk terus memberikan sanksi pada seluruh lembaga penyiaran yang terbukti telah melakukan pelanggaran, pungkas Judha.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.