- Detail
- Dilihat: 6436
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Publik (KIP) bersepakat meminta semua lembaga penyiaran dan peserta pemilu untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan iklan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye pemilu melalui iklan media elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 83 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 dan Peraturan KPI tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, yakni terhitung dari tanggal 16 Maret 2014 hingga 5 April 2014. Hal tersebut tertuang dalam butir pertama kesepakatan bersama antara keempat lembaga negara tersebut tentang ketaatan ketentuan pelaksanaan kampanye dalam media penyiaran yang ditandatangani sore ini di kantor Bawaslu (28/2).
Dalam kesepahaman tersebut diingatkan juga beberapa ketentuan dalam peraturan KPU tentang penyiaran iklan kampanye, masa tenang, penyiaran jejak pendapat dan penyiaran pengumuman prakiraan hasil hitung cepat pemilu. Kesepakatan bersama ini ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, dan Ketua KIP Abdul Hamid Dipopramono.
Judhariksawan dalam sambutan usai penandatanganan menyampaikan, kesepahaman ini adalah upaya KPI dan keempat lembaga negara yang diamanatkan undang-undang, untuk melindungi publik dalam mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang. “KPI mendapatkan keluhan dari masyarakat karena frekuensi yang merupakan ranah publik ini digunakan sekelompok orang yang menguasainya untuk kepentingannya sendiri”, ujarnya.
Ketidakseimbangan informasi, dalam konteks politik dan pemilu ini yang menimbulkan keresahan. Apalagi, tambah Judha, masyarakat memahami bahwasanya masa kampanye di lembaga penyiaran belumlah dimulai. Demi menjaga informasi yang berimbang, akurat dan adil, serta penyampaian pendidikan politik yang baik bagi masyarakat maka iklan-iklan politik dan iklan kampanye harus dihentikan.
Judha mengingatkan bahwa lembaga penyiaran punya tanggung jawab sosial mengelola informasi untuk kepentingan publik, yang menjadi alasan kenapa pengelolaan frekuensi diberikan padanya para proses awal perizinan. Atas dasar filosofis, etika dan ideologis itulah penghentian iklan-iklan politik dan iklan kampanye ini dilakukan. Salah satunya demi teredukasinya masyarakat dengan baik.
Di lain pihak, KPI mengharapkan partisipasi lembaga penyiaran dalam menyiarkan kegiatan kepemiluan yang akurat dan berimbang. Sehingga lembaga penyiaran jug berkontribusi menekan angka golongan putih serta meningkatkan partisipasi pemilih.
Sementara menurut Husni Kamil Manik, kesepakatan ini diambil untuk menyikapi fenomena yang ada di layar televisi. Lembaga penyiaran menyiarkan iklan yang arahnya kampanye, ujar Husni. “Undang-undang pemilu memang mensyaratkan adanya akumulasi untuk menetapkan definisi kampanye”, tuturnya. Namun demikian jika itu yang dijadikan sandaran untuk menilai iklan-iklan yang ada di televisi, tentunya tidak akan ketemu, kampanye di luar jadwal itu. Karenanya, kami meminta partai politik menghentikan kegiatan penyiaran yang mengarah kepada kampanye di lembaga penyiaran. Husni menegaskan, aturan yang ada telah membatasi bahwa iklan kampanye di media massa hanya diperbolehkan pada masa 21 hari sebelum hari tenang.
Adapun Ketua Bawaslu, Muhammad, menekankan bahwa pihaknya akan memonitor sejauh mana kepatuhan partai politik terhadap aturan ini. Pemilihan Umum bukanlah hajatan empat lembaga ini, ujar Muhammad. Melainkan hajatan masyarakat dalam memilih kembali wakil-wakilnya serta pemimpin bangsa. “Kesepakatan ini adalah hasil ijtihad dan istikharah 4 lembaga negara yang kemudian dikunci oleh Komisi I DPR”, ujarnya. Lebih dari itu, di atas segalanya, Muhammad mengajak lembaga penyiaran dan partai politik memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat Indonesia.