Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi pengurangan durasi kepad program siaran “Fokus Selebriti” Global TV. Sanksi ini diberikan lantaran pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 15.38 WIB, program yang dimaksud menampilkan tayangan yang melanggar.

Pelanggaran yang dilakukan program adalah menampilkan dan menjadikan kehidupan pribadi (privasi) Eyang Subur sebagai konsumsi publik yang disajikan dalam seluruh acara. Dalam program tersebut juga ditampilkan adegan yang mengesankan pembenaran terhadap tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap hak privasi, nilai-nilai agama, perlindungan anak dan remaja, dan penggolongan program siaran.

Demikian dijelaskan dalam surat pengurangan durasi KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat. Mochamad Riyanto, tertuju Dirut Global TV, Fernando Audy, Kamis, 27 Juni 2013.

Sebelumnya, KPI Pusat telah menerima surat No. U-176/MUI/V/2013 tertanggal 15 Mei 2013 dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal Laporan Tayangan yang Bertentangan dengan Norma Agama & Hukum (surat terlampir). Surat tersebut pada intinya melaporkan tentang beberapa tayangan yang menampilkan 7 (tujuh) istri Eyang Subur yang digambarkan penuh kemesraan dan menimbulkan kesan pembenaran terhadap tindakan yang menyimpang dan bertentangan dengan ketentuan perkawinan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam.

Koordinator bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, Nina Mutmainnah menjelaskan, pihaknya memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 7, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 21 ayat (1) serta Standar Program Siaran Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4) huruf a.

Selain itu, lanjut Nina, acara “Fokus Selebriti” telah 2 (dua) kali menerima sanksi administratif teguran tertulis, yaitu: Surat Sanksi Administratif Teguran Tertulis Pertama No. 392/K/KPI/05/11 tertanggal 23 Mei 2011 dan Surat Sanksi Administratif Teguran Tertulis Kedua No. 758/K/KPI/12/12 tertanggal 21 Desember 2012. KPI Pusat juga telah melaksanakan tahap klarifikasi pada tanggal 24 Mei 2013.
 
“Berdasarkan pelanggaran yang telah dilakukan program ini, sesuai dengan ketentuan Pasal 79 ayat (3) Standar Program Siaran dan hasil Rapat Pleno Komisioner KPI Pusat tentang pemutusan sanksi administratif program pada tanggal 18 Juni 2013, KPI Pusat memutuskan memberikan sanksi administratif pengurangan durasi 30 (tiga puluh) menit masing-masing selama 2 (dua) hari penayangan,” kata Nina pada saat pemberian sanksi tersebut di kantor KPI Pusat, Kamis pagi ini.

Sanksi administratif pengurangan durasi ini wajib Global TV laksanakan di antara tanggal 28 Juni – 12 Juli 2013. Dalam melaksanakan sanksi administratif pengurangan durasi ini, KPI Pusat memperkenankan Global TV untuk menentukan sendiri 2 (dua) hari waktu pelaksanaan, sesuai dengan batas tanggal yang telah KPI Pusat tentukan.

Global TV wajib melaporkan kepada KPI Pusat kapan pelaksanaan sanksi akan dilaksanakan di antara tanggal tersebut. “Kami akan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sanksi administratif ini di Global TV”, kata Nina. Red

Jakarta – Media penyiaran khususnya televisi diharapkan ikut menyukseskan gawean besar atau pesta demokrasi di negara ini pada 2014 mendatang yakni Pemilihan Umum (Pemilu). Salah satu bentuk tanggungjawab media televisi untuk menyukseskan kegiatan tersebut adalah dengan menjadi media yang memberikan informasi dan pendidikan politik secara berimbang, adil dan objektif kepada masyarakat.

Harapan tersebut mengemuka pada acara diskusi yang diselenggarakan IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) bertema “Peran Media TV Mencerdaskan Pemilih dan Pemilu 2014” di Hotel Arya Duta, Rabu, 26 Juni 2013.

Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad, mewakili Ketua KPI Pusat, mengibaratkan media televisi sebagai penyelamat ketika kondisi demokrasi di negara ini dalam keadaan lampu kuning. “Peranan ini memang seharusnya dipegang oleh media,” katanya.

Namun demikian, media televisi tidak boleh melupakan bahwa ada hak publik yang harus dipenuhi secara utuh. Hal-hak itu antara lain hak publik mendapatkan informasi atau juga pendidikan politik. “Ini juga termasuk hak dari peserta pemilu untuk mengunakan media sebagai sarana komunikasi politik kepada publik. Jadi, ada hak dan kewajiban dari media terhadap kegiatan Pemilu, ” jelas Idy.

Media televisi harus proporsional dalam menyediakan ruang-ruang bagi peserta Pemilu. Menurut Idy ini harus ditanyakan. Istilahnya, jika salah satu media banyak menampilkan sosok partai tertentu, tentunya media tersebut harus mau memberikan porsi yang sama bagi partai lain.

Selain itu, dalam pengawasan Pemilu tidak cukup hanya satu lembaga saja mengawasi, dalam hal ini Bawaslu. Menurut Idy, harus ada wadah-wadah lain diluar itu yang melakukan pengawasan terhadap Pemilu dan ini berkaitan langsung dengan fungsi media.

“Saya berharap media tetap menjaga independensinya meskipun ada lembaga penyiaran yang berafiliasi dengan partai tertentu,” pintanya yang disaksikan Ketua KPU Pusat, Husni Kamil Manik, Pemred SCTV dan Indosiar, Nurjaman, Mantan Ketua MK, Mahfud MD, dan Wartawan Senior, Atmakusumah.

Sebelumnya, di tempat yang sama, Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, menyampaikan pandangannya mengenai peran media terhadap pencerdasan pemilih dan Pemilu 2014. Menurutnya ada beberapa pokok renungan untuk itu yakni pers atau media harus mencintai rakyatnya atau negara ini karena hal itu bagian dari proses perbaikan. Pers harus berperan sebagai pemelihara peradaban dalam hal ini proses demokrasi. Pers juga berperan sebagai pencerdas dalam rentetan proses demokrasi. “Sifat pencerdasan harus ditimbulkan. Ini bagian tugas media sebagai intelektual,” katanya.

Dalam acara yang digelar mulai pagi hingga sore tersebut dihadiri ratusan peserta yang berasal dari kalangan mahasiswa, akademisi, calon politisi, wartawan, dan pengamat. Hadir pula sebagai narasumber CEO MNC, Hary Tanoe Sudibyo. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi teguran ke dua untuk Trans 7 terkait adanya pelanggaran dalam program acara “Mata Lelaki” pada tanggal 4 Juni 2013 mulai pukul 01.09 WIB. Demikian ditegaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, tertuju Direktur Utama Trans 7, Atiek Nur Wahyuni, Kamis, 20 Juni 2013.

Adapun pelanggaran yang dilakukan program tersebut adalah menayangkan sejumlah adegan eksploitasi tubuh bagian dada dan paha beberapa model wanita dengan pengambilan gambar secara close up dan medium close up. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan dan kesusilaan serta pelarangan dan pembatasan adegan seksual.

Menurut Nina Mutmainnah, Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, pihaknya memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 16 serta Standar Program Siaran Pasal 9 dan Pasal 18 huruf h.

“Berdasarkan catatan kami, program ini telah mendapatkan surat sanksi administratif teguran tertulis No. 583/K/KPI/10/12 tertanggal 11 Oktober 2012,” katanya.

KPI Pusat, lanjut Nina, akan melakukan pemantauan terhadap program ini. “Bila masih ditemukan pelanggaran kembali, kami akan meningkatkan sanksi administratif berupa penghentian sementara atau pembatasan durasi,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, KPI Pusat meminta kepada Trans 7 agar menjadikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (“P3 dan SPS”) Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Red

Jakarta -  DPR sudah menerima 27 nama calon anggota KPI Pusat untuk kemudian akan diuji kepatutan dan kelayakan atau fit & Proper Test pada tanggal 2 – 3 Juli 2013 guna memilih 9 (sembilan) Anggota KPI Pusat Periode 2013-2016. Daftar nama calon anggota KPI tersebut adalah:

1. Agatha Lily

2. Amirudin

3. Anom Surya Putra

4. Azimah Subagijo

5. Bekti Nugroho

6. Dadang Rahmat Hidayat

7. Danang Sangga Buwana

8. Effy Zalfiana Rusfian

9. Ezki Tri Rezeki Widianti

10. Fajar Arifianto Isnugroho

11. Fakhri Wardhani

12. Freddy Melmambessy

13. Idy Muzayyad

14. Irvan Senjaya

15. Iswandi Syahputra

16. Iwan Kesumajaya

17. Judhariksawan

18. Komang Suarsana

19. Nina Mutmainnah Armando

20. Muhammad Zein Al Faqih

21. Muhibuddin

22. Mutiara Dara Utama Mauboi

23. Ririt Yuniar

24. Romi Fibri Hardianto

25. Rusdin Tompo

26. Samsul Rani

27. Sujarwanto Rahmat
 
Dengan adanya pengumuman ini, DPR RI meminta masukan dari masyarakat mengenai 27 calon anggota KPI Pusat tersebut untuk mendapatkan Anggota KPI Pusat yang sesuai dengan harapan kita semua.

Masukan dapat disampaikan langsung ke Sekretariat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Gedung MPR/DPR, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 atau melalui alamat email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..

Selain itu, ke 27 Calon Anggota KPI Pusat diminta untuk menyampaikan :

1.  Visi dan Misi;
2.  Curiculum Vitae (CV);
3.  Foto kopi surat keterangan sehat dari dokter (kalau sudah lewat 3
    bulan harus diperbaharui kembali);
4.  Foto Kopi NPWP.

Agar dijilid dan digandakan sebanyak 50 exemplar untuk disampaikan langsung ke sekretariat Komisi 1 DPR RI paling lambat hari Kamis, tanggal 27 Juni 2013 pukul 16.00 WIB. Red

Jakarta – Setiap lembaga penyiaran berkewajiban melakukan sensor internal terhadap program maupun iklan meskipun sudah lolos LSF (Lembaga Sensor Film). Pasalnya, setiap pelanggaran baik itu untuk program maupun iklan walau sudah lolos dari LSF, tetap saja yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut adalah lembaga penyiarannya.

“Ini adalah hubungannya, maka harus ada sensor internal dari setiap LP kepada iklan mereka, dan harus diingat bila ada pelanggaran dari program tayangan maka yang harus bertanggung jawab adalah lembaga penyiarannya,” kata Judhariksawan, Komisioner KPI Pusat, dalam Pelatihan Pemantauan Isi Siaran di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2013.

Dalam kesempatan tersebut, Judha yang diminta memberikan materi soal iklan menjelaskan sejumlah aturan terkait dengan masalah iklan. Beberapa aturan yang menjadi acuan antara lain, UU Penyiaran, P3 dan SPS KPI, Etika Pariwara Indonesia (EPI) dan beberapa aturan yang berkaitan.

Di dalam UU Penyiaran misalnya, untuk iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran untuk anak-anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak-anak. Dan, waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20%, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% dari seluruh waktu siaran.

Judha menjelaskan waktu siaran untuk iklan layanan masyarakat untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling sedikit 10% dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling sedikit 30% dari siaran iklannya.

Materi siaran iklan diwajibkan menggunakan sumber daya dalam negeri. Selain itu, program siaran iklan dilarang menayangkan adegan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 SPS 2012.

Dalam P3 dan SPS , siaran iklan dilarang memuat adegan kekerasan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 23. Upaya menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi masyarakat tentang kualitas, kinerja, harga sebenarnya, dan/atau ketersediaan dari produk dan/atau jasa yang diiklankan. Ini juga ada dalam EPI. Siaran iklan juga melarang adanya eksploitasi anak di bawah umur 12 (dua belas) tahun, dalam UU Penyiaran masih 18 tahun. 

Mengenai iklan rokok, siaran iklan rokok hanya boleh disiarkan pada pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat. Program siaran iklan produk dan jasa untuk dewasa yang berkaitan dengan obat dan alat kontrasepsi, alat deteksi kehamilan, dan vitalitas seksual hanya dapat disiarkan pada klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat. Iklan juga, dilarang menampilkan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama.

Judha juga menyinggung soal siaran iklan kampanye yang harus tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.  Selain itu, dipaparkan mengenai program kuis, undian berhadiah, dan/atau permainan berhadiah lainnya dilarang dijadikan sarana perjudian dan penipuan. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.