Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia dipandang sebagai penegak hukum dalam konteks tugasnya melakukan pemantauan. Pasalnya, alat pemantauan merupakan bagian dari dokumen negara karenanya hal itu sebagai alat bukti dalam menggenaan sanksi. Demikian pandangan dari Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, yang disampaikannya di depan para peserta Pelatihan Pemantauan Isi Siaran di Grand Mercure, Rabu, 19 Juni 2013.

“Sebenarnya KPI ini sebagai penegak hukum dalam tugas melakukan pemantauan. Ini penting karena ujungnya akan memberikan sanksi. Jangan sampai hanya mengamati tapi juga harus menegakkan hukum. Saya selalu mengingatkan bahwa alat pemantauan itu bagian dari dokumen Negara sebagai alat bukti pengenaan sanski,” tambah Riyanto. 

KPI adalah Negara dan itu yang harus dijadikan alat bukti Negara. Seharusnya, kata Riyanto, ada metode penyusunan sebagai alat bukti negara dalam bentuk administrator. “Ada berita acara, ada berita pertukaran shift setiap hari. Ini sebagai alat bukti Negara. Kalau ada catatannya sebagai bukti otentik kan penting,” katanya dalam prolog sebelum menyampaikan materi soal kekerasan.

Sementara itu, dalam pemaparan materinya, Riyanto menjelaskan definisi tentang adegan kekerasan yaitu gambar atau rangkaian gambar dan/atau suara yang menampilkan tindakan verbal dan/atau nonverbal yang menimbulkan rasa sakit secara fisik, psikis dan/atau sosial bagi korban kekerasan”. Definisi ini ada dalam SPS Pasal 1 ayat 25. 

Kekerasan yang terjadi di layar TV saat ini banyak yang non fisik yakni kekerasan verbal dan visual. Riyanto mengkhawatirkan pengaruh TV akibat dari tayangan kekerasan tersebut. Ada tiga pengaruh yang ditakutkannya yakni pengaruh langsung (direct effects). Penonton kemudian menjadi lebih agresif, dan menerima prinsip penggunaan agresi untuk mengatasi konflik. Lalu, penumpukan kepekaan (desensitization). Penonton menjadi tumpul perasaannya ketika melihat kekerasan yang terjadi dalam kehidupan nyata di sekeliling mereka.

Kekhawatirannya yang lain adalah sindrom dunia ganas/keras (mean world syndrome). Penonton menjadi yakin bahwa kehidupan di dunia nyata ini memang ganas/keras seperti digambarkan dalam TV.

Dalam kesempatan itu, Riyanto mengatakan jika tugas pemantauan itu mulia karena membangun peradaban bangsa. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.