Bandar Lampung -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Lampung menandatangani MoU dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Lampung.
Penandatanganan kesepakatan kerja sama dilakukan usai kegiatan peningkatan sumberdaya manusia lembaga penyiaran di kantor KPID setempat, Jalan Bougenvile No. 8, Bandar Lampung, Rabu (3/10/2018).
Penandatanganan kerja sama dilakukan Ketua KPID Lampung Febriyanto Ponahan dan Ketua IJTI Lampung Aris Susanto disaksikan komisioner KPID, jajaran pengurur IJTI Lampung dan perwakilan lembaga penyiaran baik radio maupun televisi di Lampung.
Wakil Ketua KPID Lampung Agung Wibawa mengatakan kerja sama ini meliputi tiga bidang, yakni penyelenggaraan literasi media, sosialisasi P3 SPS, dan peningkatan SDM lembaga penyiaran.
“Kami menjalin kerja sama dengan IJTI karena mereka merupakan tombak lembaga penyiaran yang setiap saat berada di lapangan dan melakukan peliputan serta terlibat langsung dalam proses produksi program acara,” kata Agung.
Aris Susanto menyambut baik kerja sama ini dan siap mendukung program kerja KPID untuk mewujudkan SDM penyiaran yang berkualitas, yang pada akhirnya akan menghadirkan program acara dan tontonan yang berkualitas dan bermartabat di masyarakat.
“Kami berterimakasih kepada KPID Lampung yang memberi kepercayaan kepada IJTI, kami siap menyukseskan semua program kerja KPID terutama terkait dengan bidang yang termuat dalam kerja sama ini,” kata dia.
Pada waktu yang bersamaan juga diadakan kegiatan peningkatan SDM lembaga penyiaran. Kegiatan tersebut dibuka Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung Ririrn Kuswantari dan diikuti 35 lembaga penyiaran baik radio maupun televisi yang berasal dari berbagai daerah di luar Bandar Lampung. Red dari Lampost.co
Makassar – Gubernur Sulawesi Selatan, Prof Nurdin Abdullah menerima Komisioner KPID Sulsel di ruang kerja Kantor Gubernur, Rabu (3/10/2018).
Pembahasan pertemuan ini terkait peran, fungsi dan kelembagaan KPID Sulsel dalam mengawal penyiaran di Sulawesi Selatan memasuki masa Pemilu dan Pilpres 2019. Komisioner yang hadir antara lain, Ketua KPID Sulsel Mattewakkan, Koordinator Bidang Kelembagaan, Riswansah Muchsin, Kordinator Bidang Isi Siaran, Herwanita, Anggota Bidang Kelembagaan Arie Andika dan Anggota Bidang Fasilatasi Infrastrukstur Perizinan, Andi Muh Irawan.
Selain itu, pertemuan ini membahas posisi KPID. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 tahun 2016, Sekretariat KPID merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tersendiri, sesuai Peraturan Mendagri Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tatakerja Sekretariat KPID dan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.
“Dulu KPID melekat di Pemprov dengan Undang-Undang Nomor 23 yang baru, lembaga ini telah mandiri, cuma persoalannya adalah APBN belum menganggarkan untuk biaya di sini, jadi kita harus membantu dalam bentuk hibah,” ungkap Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah.
Sementara itu, Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Sulsel, Riswansah Muchsin, menjelaskan selain silaturahmi juga untuk memperkenalkan posisi KPID Sulsel di Pemprov.
“Pak Gubernur mendukung tupoksi KPID dan berharap KPID bisa maksimal untuk bekerja. Karena tugasnya sangat penting untuk mengawal penyiaran. Terutama menjelang Pilpres karena ini pertama kalinya moment Pemilu ini bersamaan,” paparnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua KPID Sulsel, Mattewakkan bahwa
penekanan lain gubernur, ada pada iklan yang lebih mendidik. “Serta edukatif, tidak hanya bernilai jual tetapi juga, diharapkan bisa edukatif,” harapnya. Red dari Makassaartoday.com
Ternate - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Maluku Utara (Malut) minta masyarakat hendaknya tidak percaya terhadap maraknya isu dan informasi yang beredar pasca gempa dan tsunami di Palu dan Donggala.
Saat ini beredar isu akan terjadi gempa dan tsunami besar di Maluku Utara sehingga hanya membuat masyarakat panik.
Komisioner KPID Provinsi Maluku Utara Lisda Ariyani Simabur kepada RRI, Rabu (3/10/2018) mengatakan, masyarakat harus pandai memilah dan memilih informasi benar atau tidak dan informasi tersebut harus dari instansi resmi bukan tidak resmi.
”Masyarakat harus benar-benar mendengar berita dari instansi resmi atau lembaga penyiaran yang benar akurat dalam memberikan pemberitaan, bukan dari informasi di media sosial yang hanya meresahkan masyarakat,” Ungkap Lisda Ariyani Simabur, Rabu (3/10/2018).
Lembaga penyiaran dalam memberikan informasi kepada masyarakat kata Lisda Ariyani Simabur, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan dan juga Etika Jurnalistik, setiap media juga dilarang menyiarkan atau memberitakan informasi berupa hoax.
Masyarakat di Maluku Utara diminta dalam memperoleh informasi hendaknya harus benar-benar selektif dan memahami dengan benar informasi yang diterima tersebut. Red dari KBRN
Acara fokus grup diskusi (FGD) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bertemakan Peran Lembaga Penyiaran dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami di Kantor KPI Pusat, Djuanda, Kamis (4/10/2018), menyatakan fungsi lembaga penyiaran sangat strategis dalam mitigasi kebencanaan karena memiliki jangkauan, pengaruh dan efektif dalam menyebarkan informasi ke masyarakat.
Jakarta – Gempa dan tsunami yang melanda Kota Palu dan Donggala, Jumat (28/9/2018) pekan lalu, menyadarkan kita betapa pentingnya edukasi tentang kebencanaan. Edukasi ini untuk menanamkan kesadaran masyarakat supaya bertindak cepat, prosedural dan terarah ketika menyelamatkan diri dari gempa dan tsunami.
Tidak hanya masyarakat, media penyiaran sebagai corong informasi, harusnya punya pemahaman bagaimana merespon informasi jika terjadi gempa atau peringatan dini tsunami yang dikirimkan Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Tindakan cepat merespon hal ini sangat berkaitan dengan banyaknya nyawa yang terselamatkan.
Dalam acara fokus grup diskusi (FGD) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bertemakan Peran Lembaga Penyiaran dalam Sistem Peringatan Dini Tsunami di Kantor KPI Pusat, Djuanda, Kamis (4/10/2018), menyatakan fungsi lembaga penyiaran yang strategis karena memiliki jangkauan, pengaruh dan efektif dalam menyebarkan informasi ke masyarakat.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengakui pihaknya mengandalkan media penyiaran untuk meneruskan peringatan dini tsunami BMKG ke masyarakat karena faktor kecepatan dan jangkauannya yang luas.
“Akan sulit jika hanya mengandalkan instansi atau lembaga pemerintah. Melalui media penhyiaran informasi peringatan dini tsunami bisa sampai langsung ke masyarakat,” katanya saat menjadi narasumber acara FGD tersebut.
Pada saat Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala, gedung dan fasilitas milik BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) hancur sehingga sinyal peringatan tsunami tidak sampai ke masyarakat. Namun peringatan dini tersebut dapat sampai ke masyarakat melalui media penyiaran.
“Kami menyadari media penyiaran sangat efektif menyampaikan ini. Apalagi ada peraturan yang mewajibkan media penyiaran untuk meneruskan informasi peringatan dini tsunami dan gempa ke masyarakat,” kata Rahmat.
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano menegaskan, lembaga penyiaran tidak ada alasan untuk tidak menyiarkan informasi gempa dan peringatan dini tsunami dari BMKG. Menurut dia, waktu beberapa menit untuk menyampaikan informasi darurat ini tak akan membuat kerugian apapun pada lembaga penyiaran, apalagi peringatan ini menyangkut kepentingan bersama dan keselamatan khalayak.
“Ini peran kita untuk menyampaikan informasi peringatan dini tsunami agar masyarakat dapat mengatisipasinya. Tidak masalah bentuk atau tampilan dalam menyampaikan informasi peringatan ini berbeda yang penting informasi tersebut disampaikan dengan cepat dan benar,” kata Hardly.
Menurutnya, harus ada komitmen semua pihak khususnya lembaga penyiaran dan konsistensi untuk menjalankan komitmen tersebut. Ketika ada kepentingan publik dalam informasi tersebut, semua pihak harus mendengarkannya.
“Kita harus duduk bersama untuk ini.Harus ada simulasi dan ceking akat yang sudah dibagi ke televisi. Ini untuk cek kesiapan dan jaringan. Selain juga ada workshop tanggap bencana,” papar Hardly.
Sementara, peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Harkunti P Rahayu, mengatakan masyarakat sangat cepat merespon apa yang disampaikan media. Meskipun kadang direspon berbeda. Sayangnya, kata dia. tidak semua media merespon hal ini.
“Hanya sedikit lembaga penyiaran yang merespon. Ini juga berkaitan dengan media setempat dan perlu bantuan KPI untuk mendorong distribusi informasi peringatan dini ini ke media lokal. Siaran peringatan dini bisa melalui program breaking news,” katanya.
Metro TV jadi contoh
Metro TV dinilai menjadi lembaga penyiaran yang merespon informasi dan peringatan dini tsunami BMKG dengan cepat. Saat peringatan tersebut diterima melalui sistem WRS, Metro TV langsung menginterupsi program regular dengan menayangkan infografis peringatan dini tsunami BMKG, apa adanya.
“Kami awalnya stoppress. Kemudian 10 menit berlalu dari peringatan itu, masuk breaking news. Pada menit ke 17 kami baru dapat telepon dari kontributor. Kami kesulitan mendapatkan sumber di tempat kejadian. Itupun dari Sulawesi barat. Kami kemudian dapat kontributor yang lain. Kami tidak melakukan modifikasi apapun dari apa yang kami terima dari BMKG,” kata Wayan Eka Putra, Engineering Head Metro TV.
Dia menceritakan, tsunami Aceh pada 2004 menjadi pelajaran besar untuk mereka memberi perhatian besar terhadap peristiwa seperti ini. Diakuinya, TV sangat efektif untuk menyebarkan informasi ini ke masyarakat. Melalui lembaga atau instansi akan lama.
“Jika ada peringatan dari BMKG, kami tidak akan mikir dampaknya apa tapi langsung kami ekseskusi dalam pelaksanaannya. Kami selalu komitmen untuk mendistribusikan informasi mengenai peringatan dini tsunami,” tegasnya.
Metro TV hanya merujuk apa yang disampaikan oleh BMKG. Sejak 2006, mereka sudah punya SOP untuk penanganan informasi peringatan dini tsunami dan gempa. Distribusi informasi peringatan ini sudah terintegrasi di level redaksi Metro TV.
“Perlu adanya SOP. Waktu menjadi hal yang sangat penting agar banyak nyawa terselamatkan. Kecepatan menjadi hal yang harus dilakukan uintuk menyampaikan informasi ini ke public,” tandasnya saat diskusi yang dipandu Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah dan dibuka Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis. FGD yang juga dihadiri Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini, mengundang seluruh lembaga penyiaran, radio dan televisi, yang memiliki jaringan siaran nasional. ***
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano di acara Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019, di Arya Duta, Jakarta Pusat, Rabu (3/10/2018).
Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 boleh membuat iklan di luar iklan yang difasilitasi pihaknya. Namun iklan yang dibuat itu bukan iklan kampanye.
Hal itu dinyatakan Anggota KPU, Wahyu Setiawan, di depan peserta Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019, di Arya Duta, Jakarta Pusat, Rabu (3/10/2018).
Wahyu menjelaskan iklan yang difasilitasi KPU hanya iklan kampanye. Jadi, iklan kampanye yang dibuat oleh peserta Pemilu tidak diperbolehkan pihaknya.
Iklan yang dibuat peserta Pemilu dilarang mengandung unsur definisi kampanye yakni adanya visi, misi, program dan citra diri peserta Pemilu. “Jadi, kami persilahkan siapa pun untuk buat iklan tapi bukan iklan kampanye. Tapi untuk tahu itu bukan iklan kampanye, kita harus lihat dulu iklan kampanye atau bukan,” kata Wahyu.
Wahyu mengatakan KPU tidak mengatur iklan yang bukan kampanye. Aturan iklan yang bukan kampanye ada di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurutnya, pembuatan iklan bukan iklan kampanye harus sesuai dengan aturan yang relevan yakni Undang-undang Penyiaran.
Menanggapi pernyataan Wahyu, KPI menghormati KPU sebagai pelaksana pemilu dan akan menjadikan Peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye sebagai acuan utama dalam pengawasan penyiaran, pemberitaan dan iklan kampanye.
Akan tetapi, KPI menyayangkan pengaturan yang memungkinkan peserta pemilu membuat iklan asalkan tidak memenuhi unsur kampanye. Masalahnya, hal ini dapat berpotensi menimbulkan implikasi serius di kemudian hari. “Kebijakan ini semacam membuka kotak pandora,” kata Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, kepada kpi.go.id.
Menurutnya, setiap peserta pemilu akan berlomba membuat iklan dan menayangkan sebelum masa kampanye di lembaga penyiaran dimulai. Peserta pemilu yang memiliki kemampuan finansial yang besar, atau memiliki akses ke lembaga penyiaran akan lebih diuntungkan.
Semoga sinyalemen ini tidak terbukti. Kalau pun terjadi, KPI akan membawa masalah tersebut untuk dibahas di gugus tugas pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye.
KPI tidak memiliki landasan hukum untuk mengatur iklan yang dibuat oleh peserta pemilu, karena UU Penyiaran hanya mengatur tentang iklan niaga dan iklan layanan masyarakat. Tidak ada pengaturan tentang iklan politik. ***
Di dalam Undang-undang penyiaran pasal 36 ayat 5 bagian b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau. program tersebut menampilkan unsur pembacokan sekelompok anak muda yang beraksi untuk tawuran, terlebih lagi program tidak menyensor bagian senjata yang dilakukan oleh para pelaku. Program melanggar P3SPS, Pedoman perilaku penyiaran pasal 48 ayat 4 bagian d ,berisikan Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang kurangnya berkaitan dengan:d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme. Program melanggar Pelarangan dan Pembatasan kekerasan Pasal 23 bagian a dan c menjelaskan
a. Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang: a. menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri dan,
c. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia.