- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 427
Jakarta -- Selera masyarakat di setiap daerah terhadap program siaran tidak semuanya sama. Perbedaan ini mestinya dipotret menjadi referensi bagi lembaga penyiaran sebelum membuat TV dan radio di wilayah pendirian. Tujuan besarnya adalah publik mendapatkan hak atas informasi dan hiburannya sesuai minat dan kenyamanan.
Pandangan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD tentang "Teknis Pelaksanaan Kajian Minat, Kepentingan dan Kenyamanan (MKK) Publik di Kantor KPI Pusat, Selasa (9/7/2024).
Terkait hal itu, Reza menyampaikan, KPI telah mengantisipasi selera masyarakat atas program siaran yang diinginkan melalui kajian Minat, Kepentingan dan Kenyamanan (MKK). Program ini telah dijalankan beberapa waktu lalu meskipun dalam skala kecil di kota Bandung (Jawa Barat) dan kota Gorontalo (Gorontalo). Dua kegiatan ini bekerjasama dengan perguruan tinggi di dua kota tersebut.
Berdasarkan kajian di Bandung dan Gorontalo, KPI mendapatkan ada perbedaan mendasar atas minat dan kenyamanan publik terhadap kategori atau genre siaran khususnya pada tayangan TV.
Atas dasar itu, lanjut Reza, dalam diskusi antara KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) beberapa waktu lalu, telah disampaikan hasil dan maksud kajian ini. Pada saat itu, proses ASO (analog switch off) sedang berjalan dan perizinan TV digital sedang marak-maraknya. Namun begitu, di beberapa wilayah siaran masih terdapat MUX yang kosong.
“Karenanya, jika peluang usaha bagi pendirian TV dibuka kembali, kita harus memastikan seperti apa lembaga penyiaran yang dibutuhkan. Maka hasil MKK publik ini jadi acuan. Ini jadi tujuan jangka pendeknya,” kata Reza dalam FGD tersebut.
Bahkan, lanjut Wakil Ketua KPI Pusat, kebutuhan MKK ini tidak melulu harus menyasar wilayah operasi lembaga rating Nielsen. Survey minat dan kenyamanan ini dapat dilakukan di wilayah 3T (terluar, tertinggal dan terdepan). “Kita ingin mengetahui apa minat masyarakat di daerah tersebut. Soal ini begitu luas. Karena kami merisaukan dampak dari tidak adanya siaran dari dalam negeri,” tegas Echa, panggilan akrabnya.
Dalam kesempatan ini, Mohamad Reza berharap agar kegiatan MKK ini dapat menjadi salah satu program prioritas nasional dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menanggapi harapan tersebut, Plt Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Nuzula Anggeraeni mengatakan, kajian MKK selaras dengan arah tujuan RPJMN bidang komunikasi yakni penguatan lembaga demokrasi melalui perbaikan kualitas media dan pers yang berkualitas. Pasalnya, media massa memiliki peran besar dalam menentukan persepsi masyarakat yang terpapar informasi.
“Media bukan hanya sarana hiburan dan penyaji informasi, namun dapat memengaruhi masyarakat dan realitas sosial melalui konten, serta berperan dalam mengubah tingkah laku masyarakat,” jelas dalam diskusi tersebut.
Selain itu, lanjut Nuzula, media memiliki peran besar dalam membentuk ekosistem penyiaran yang sehat. Sejalan dengan itu, masyarakat juga memiliki peran yang besar untuk memilih dan memilah tontonan (literasi media).
“Saya lama di daerah Saumlaki (Maluku), di sana masih banyak masyarakat tidak bisa mengakses informasi. Karenanya ini menjadi prioritas untuk membentuk masyarakat kita tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, Nuzula menyoroti hasil survey lembaga tertentu terhadap tontonan masyarakat yang menyatakan program sinteron sebagai program acara favoroit. Hasil ini memunculkan pertanyaan apakah benar tayangan ini memang diminati. “Kita ingin tahu sepeti apa yang menjadi favorit. Karena itu ini menjadi salah satu aspek kenapa survey MKK ini penting,” tegasnya.
Aspek penting lain dari kajian MKK ini adalah KPI dapat mengetahui lebih dalam terkait keselarasan antara program yang ditayangkan dengan minat publik. “Kegiatan ini dapat menjadi salah satu dasar KPI dalam memberikan rekomendasi kepada lembaga penyiaran untuk menayangkan suatu program pada provinsi atau daerah tertentu. Selain itu, hal ini juga akan lebih memudahkan KPI dalam pengawasan. KPI perlu menjaga dan menjamin prinsip diversity of content dan diversity of ownership lembaga penyiaran di Indonesia,” tutur Nuzula sekaligus menekankan agar kajian ini tidak hanya dilakukan oleh KPI Pusat, tapi juga menjadi program kegiatan KPID.
Saat membuka FGD ini, Ketua KPI Pusat Ubaidilllah, menekankan aspek pendirian lembaga penyiaran harus terlebih dahulu mengacu pada hasil MKK. Hal ini masyarakat mendapatkan siaran yang sesuai dengan keinginan.
“Ini dalam rangka menciptakan keragaman penyiaran khususnya di daerah-daerah. Jadi lembaga penyiaran tidak hanya meminta izin, tapi juga melihat kebutuhan dari masyarakat setempat,” jelas Ketua KPI Pusat dalam sambutannya.
Selain itu, lanjut Ubaidillah, hasil MKK ini untuk memperbaruhi target pemirsa lembaga penyiaran yang mungkin telah berubah. “Banyak lembaga penyiaran yang masih mencantumkan profil pemirsanya yang sudah mereka potret 20 tahun lalu. Mereka lupa jika pendengarnya makin tua dan pemirsanya makin bertumbuh. Sehingga terkadang program yang dibuat jadi tidak relevan,” pungkasnya.
Dalam diskusi ini, turut hadir Anggota KPI Pusat, Aliyah, Muhammad Hasrul Hasan, I Made Sunarsa dan Tulus Santoso. Hadir pula secara daring sejumlah Anggota KPID sebagai peserta diskusi. ***/Foto: Syahrullah