Serpong - Penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik di tingkat pusat atau pun daerah, sudah diatur Komisi I DPR RI dalam revisi undang-undang penyiaran. Dengan demikian, KPID tidak perlu lagi menunggu belas kasihan dari pemerintah provinsi untuk penganggaran lembaganya. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, tidak ada pertentangan antara fraksi yang ada di DPR, terkait kelembagaan KPI. Dalam draf revisi undang-undang tersebut, sudah diatur bahwa hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah adalah hirarkis, dan penganggarannya dibebankan pada APBN. Hal ini disampaikan Abdul Kharis saat menjadi narasumber Seminar Nasional Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2024 yang digelar di Serpong, (24-26 Juni).
Namun demikian, sebelum undang-undang penyiaran yang baru disahkan, kelembagaan KPID saat ini harus mendapatkan perhatian secara khusus. Hal itu disampaikan Purnomo Sucipto selaku Deputi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Sekretaris Kabinet, saat menyampaikan materi di hadapan peserta Rakornas KPI 2024. “Sebelum undang-undang itu ada, Kementerian Dalam Negeri dapat mengeluarkan surat edaran agar ada kebijakan daerah dalam membuat formulasi anggaran,” ujarnya. Jadi penganggaran untuk KPID tidak dilepas begitu saja, tergantung mood dan concern pemerintah daerah.
Purnomo juga berpendapat, saat ini dibutuhkan regulasi yang memperluas cakupan definisi penyiaran, sehingga memberi kemungkinan penyiaran itu mencakup internet. Selain itu, harus ada juga regulasi yang mengantisipasi adanya benturan antara penyiaran konvensional dengan penyiaran di media baru. “Agar tidak ada crash antara penyiaran konvensional dan penyiaran di media baru,” terangnya.
Kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Purnomo berharap ada treatment dukungan kesekretariatan pada KPID, sebagaimana juga Komisi Informasi memiliki kesekretariatan dan anggaran yang lebih permanen. Menurutnya, KPID dan Komisi Informasi adalah dua komisi yang sama karakteristiknya, tapi ada perbedaan perlakuan bagi keduanya.
Turut menjadi narasumber pada seminar tersebut, Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Kastorius Sinaga, dan Direktur Penyiaran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia. Dalam pandangan Kastorius Sinaga, perlu ada sosialisasi dan edukasi tentang keberadaan KPI pada pemerintah provinsi. “Kondisi KPID saat ini harus diakui, banyak yang hidup segan mati tak mau,” ujarnya. Kalau melihat agak ke dalam sistem pemerintah daerah, banyak Bupati, Walikota dan Gubernur yang belum paham tentang tugas dan manfaat dari penyiaran jika dikuatkan. Bahkan tidak kenal tentang KPI, atau menggabungkan antara KPID dan KI Daerah. “Saya setuju, bahwa KPID ini kalo mau diperkuat harus mengikuti pola kesekjenan, anggaran sendiri dan membiayai urusannya di daerah,” tegas Kastorius.
Dalam memperkuat KPI, setidak ada tiga hal yang harus dilakukan, menurutnya. Pertama, secara struktural KPID harus jadi lembaga terintegrasi termasuk juga pendanaan. Kedua, harus ada sosialisasi atau edukasi tentang keberadaan KPI dan KPID khususnya di era disrupsi teknologi informasi. Bahkan dengan adanya tantangan disrupsi teknologi, justru harus diberikan peran lebih bagi KPI. Ketiga, komitmen kepala daerah terhadap demokrasi, penyiaran dan media massa sebagai unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Yang jelas, tambahnya, KPI juga harus merumuskan kembali peran dan fungsinya di tengah arus globalisasi dan penetrasi berbagai platform media yang mulai sangat intens. Di satu sisi, Kastorius mengakui, Kemendagri sangat terbantu dengan KPI untuk penyelenggaraan agenda nasional yang sosialisasinya turut dimasifkan melalui lembaga penyiaran.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua KPID Maluku Utara Alwi Sagaf Alhadar mengungkap kondisi lembaga yang dipimpinnya. Sekalipun pemerintah provinsi tidak memberikan perhatian yang signifikan, KPID tetap melakukan pelayanan pada publik termasuk dalam pengawasan konten siaran di provinsi kepulauan tersebut. “Dari tujuh anggota KPID yang dilantik pada tahun 2016, sekarang tersisa dua orang saja,” ujar Alwi.