- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 3415
Bandung – Menyikapi kondisi kelembagaan dan penganggaran bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah saat ini, KPI Pusat mengundang tiga kementerian terkait untuk mendapatkan solusi terbaik atas struktur kelembagaan dan sistem penganggaran KPID yang lebih baik. Dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (Focuss Group Discussion) yang bertajuk “Klasterisasi Penganggaran KPID”, KPI Pusat menghadirkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kementerian Keuangan, (29/9).
Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan, Made Sunarsa menyampaikan, pemerintah saat ini sangat memberikan perhatian dalam mendukung iklim penyiaran di Indonesia. Ini dibuktikan dengan kebijakan digitalisasi penyiaran untuk memberikan pelayanan siaran yang lebih berkualitas dan merata di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap KPI sebagai regulator dan pengawas siaran harus kuat, mampu menjalankan kewenangan, tugas dan fungsi yang diamanatkan oleh Undang Undang no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
KPI Pusat dan KPI Daerah diharapkan memiliki bargaining yang tinggi mengingat digitalisasi penyiaran akan berpengaruh terhadap industri penyiaran. Namun, tambahnya, peran dan tugas yang harus diemban oleh KPI, tentu harus diiringi dengan dukungan optimal baik dari sisi anggaran maupun dari sisi kelembagaan. Made menambahkan, dengan penganggaran melalui mekanisme hibah saat ini, beberapa daerah mengalami kendala terkait anggaran.”Diantaranya ketidakstabilan jumlah anggaran, dan pengaruh politis di daerah masing masing”, ujarnya.
“Oleh karena itu kita hadir bersama dalam diskusi ini untuk bisa mencarikan solusi terbaik, meminta kepada kementrian terkait agar ada formula atau skema anggaran yang tepat untuk KPID agar dapat menjalankan kewenangan dan beban tugas secara optimal sebagaimana yang telah diamanatkan undang-undang,” tutupnya.
Ketua KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, permasalahan anggaran KPI Daerah berawal dari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 282 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Kemudian terbit Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang selanjutnya menimbulkan dinamika dalam penganggaran KPI Daerah karena status anggaran KPI Daerah selanjutnya adalah Hibah.
“Kondisi disharmoni dapat dilihat dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 dengan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang mengakibatkan status kelembagaan dan penganggaran KPI menjadi kurang stabil sebagai lembaga negara yang independen,” katanya.
Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda, Kementerian Dalam Negeri, Hilman Rosada mengatakan pemetaan hingga alokasi anggaran untuk setiap perangkat daerah ditentukan berdasarkan target kinerja pelayanan publik masing-masing urusan pemerintahan. Kinerja yang dimaksudkan meliputi fokus pada prioritas tupoksi kerja yang telah ditetapkan wajib masuk dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Ke depan Hilman berharap adanya sebuah pertemuan lanjutan dari diskusi hari ini secara komprehensif terkait pola pengalokasian anggaran KPI Daerah dengan pejabat terkait di lingkungan Kemendagri, KemenpanRB dan Kemenkeu. Kami berharap ada peran-peran yang bisa dikontribusikan dari kami untuk membantu penganggaran di daerah yang lebih baik, ujarnya. Untuk jangka pendek, pimpinan KPI Pusat dapat menindaklanjuti pertemuan hari ini dengan surat edaran bersama, jika dimungkinkan. Hilman menambahkan jika ada detail angka yang bisa dibantu oleh kementrian keuangan, maka itu akan lebih baik. “Kami berharap rumusan dan analisa beban kerja KPID dapat dikuatkan dengan sebuah aturan yang mengikat kepada pemerintah tiap provinsi,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Ahli Pertama, Kementerian PAN RB, Nana Narundana memandang KPI merupakan lembaga non struktural (LNS) yang dalam hubungan kelembagaan dan kerja tidak jauh dari Presiden, sebagai pimpinan eksekutif. Mekanisme atas dukungan penguatan manajemen organisasi melalui penambahan pengaturan personalia di KPI Daerah diharapkan Gubernur bisa mendelegasikan ASN pada secretariat KPI daerah. Lebih lanjut, secara spesifik KemenPANRB mendukung penguatan manajemen organisasi melalui personalia KPI Daerah.
“Subtansinya, setiap lembaga negara harus mendapat support kelembagaan, tentu didasarkan atas prisnsip proporsional dan professional sesuai dengan beban kerja dan kinerja lembaga. Tidak mungkin lembaga dapat berjalan baik tanpa ada dukungan yang layak. Namun tetap harus diingat harus sesuai dengan beban kerja dan sesuai dengan regulasi yang ada” katanya.
Hadir sebagai pembicara terakhir, Kepala Subdirektorat Anggaran Bidang Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Keuangan, Suyadi mengungkapkan kedudukan KPID sesuai Undang-Undang (Penyiaran dan keuangan) otomatis menjadi domain daerah. Jika dilihat dari sisi penganggaran maka, secara regulasi KPID menjadi bagian dari sekretariat daerah provinsi. Atas diskusi yang berkembang, Suyadi menilai perlunya membuat sebuah formula anggaran minimal KPID dengan klasifikasi kewajiban dan beban kerja untuk anggaran masing masing daerah yang dialokasikan.
“Dari Kementerian Keuangan, setelah menyimak diskusi ini, kami akan koordinasikan dengan bidang khusus yang akan menghitung berapa anggaran minimal yang seharusnya diberikan kepada KPI Daerah, dengan berbagai pertimbangan seperti, jumlah penduduk Provinsi Daerah masing masing, luas wilayah kerja dan jumlah lembaga penyiaran yang diawasi serta kekuatan APBD tiap daerah, kami berharap ini bisa dihitung” Kata Suyadi
Turut hadir dalam diskusi tersebut diantara Sekretaris KPI Pusat, Umri, Tim Klasterisasi Penganggaran KPI Daerah yang terdiri dari Wakil Ketua KPID Provinsi Riau, Hisam Setiawan, Ketua KPID Provinsi Lampung, Budi Jaya, Ketua KPID Provinsi Banten, Haris H. Witharja, dan Ketua KPID Provinsi Jawa Timur, Imanuel Yosua. (Syahrullah)