Pekanbaru - Komisi I DPR RI melakukan kunjungan ke Riau, guna melakukan kordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau dan lembaga penyiaran swasta (LPS) lokal yang ada di Riau.  Hasil kunjungan ini nantinya akan dijadikan masukan bagi Komisi I DPR RI untuk membahas revisi undang-undang penyiaran yang sedang digodok. "Kita sengaja datang ke Riau untuk menampung masukan masyarakat terkait revisi undang-undang penyiaran," kata Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais, dalam pertemuan di Gedung RTv,  Rabu (28/4).

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Komisi I DPR RI,  KPID Riau,  RTv dan Pemprov Riau tersebut, terungkap berbagai isu penyiaran di Riau. Diantaranya tentang penyiaran di wilayah perbatasan antar negara yang memiliki potensi ancaman terhadap ideologi bangsa. Selain itu, dibahas juga tentang digitalisasi penyiaran dan serta eksistensi televisi dan radio lokal yang ada di Riau.

Dalam pemaparannya, Ketua KPID Riau Zainul Ikhwan mengatakan bahwa sudah 70 tahun lebih masyarakat perbatasan di Riau (Bengkalis, Kota Dumai, Meranti,  Rohil dan Inhil) menikmati siaran Malaysia. Siaran tersebut diperoleh dengan mudah lewat siaran dari radio negara tetangga tersebut yang menerobos masuk ke udara di wilayah Riau. “Kita menyebutnya dengan siaran asing yang meluber”, ujarnya.

Luberan ini, menurut Ikhwan, pelan-pelan dapat mengikis ideologi masyarakat perbatasan kalau tidak dilakukan antisipasi. Dirinya menjelaskan, KPID Riau sendiri telah membuat program Keluarga Cinta Siaran Indonesia (KCSI) untuk mengantisipasi bahaya yang timbul dari luberan siaran asing.  

Sementara itu terkait digitalisasi penyiaran, dari pihak Riau Televisi,  Rida K Liamsi menilai ada dampak positif dan negatif. “Yang penting, dalam menghadapi digitalisasi ini, masyarakat dipersiapkan secara matang”, ujar Rida.

"Bagi kita digitalisasi penyiaran itu merupakan hal yang tak bisa dihadang. Tapi meskipun demikian,  kita berharap pemerintah untuk menerapkan secara matang.  Jangan sampai penerapan ini malah membunuh industri penyiaran lokal," papar Rida.

Sementara itu,  Ketua Fraksi PKB,  Ida Fauziah yang ikut hadir dalam rombongan itu memberikan apresiasinya terhadap KPID Riau dan LPS lokal yang ada di Riau.  Menurutnya,  program KCSI dari KPID Riau adalah program yang pas untuk mengawal penyiaran perbatasan.
"Dan untuk digitalisasi, kita akan tampung aspirasi seperti yang disampaikan RTv. Kita memberikan apresiasi RTv yang sudah mampu mencapai daerah-daerah lain di Riau, dan tidak di Pekanbaru saja," tutup Ida. ***

 

Banda Aceh - Tumbuh suburnya dunia pertelevisian di Indonesia saat ini , cukup memberikan ruang informasi yang terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia yang di rumahnya ada televisi. Berbagai program televisi di tayangkan secara bersamaan selama 24 jam dan hadir di tengah-tengah masyarakat sembari menawarkan berbagai hal yang menarik untuk diikuti.

Aceh adalah wilayah Syariat Islam yang didalamnya banyak peraturan dan tatanan yang saling mengikat dan sangat berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. Dengan kondisi dunia global Aceh juga ikut serta dalam mengakses berbagai kondisi yang terjadi baik di daerah itu sendiri, berbagai peristiwa yang terjadi di nasional dan tentunya yang terjadi di luar negeri melalui tayangan berbagai televisi baik dalam program televisi kabel, televisi publik maupun televisi berbayar.
Keikutsertaan masyarakat dalam mengakses informasi dari televisi semestinya harus memahami esensi pengaruh televisi terhadap para pemirsa.

Menurut Ketua KPI Aceh, Said Firdaus, banyak masyarakat yang belum memahami berbagai program yang disuguhkan televisi dalam lingkungan keluarga, apalagi di dalam keluarga tersebut hanya ada satu televisi yang di tonton secara bersama-sama dalam keluarga.
“Misalnya di dalam keluarga tersebut beranggotakan bapak, ibu, anak-anak, kakek, nenek dan paman, semuanya tentu akan menonton satu program, bagus tidaknya program sangat tergantung selera yang ada, jika semua anggota keluarga suka dengan sinetron maka satu keluarga itu nonton sinetron, apa yang terjadi jika sinetron tersebut menyuguhkan persoalan-persoalan yang menyangkut tentang hal-hal orang dewasa.

“Maka anak yang ikut menonton tentu akan merasakan pula alur cerita pada sinetron tersebut, lambat laun tayangan yang disuguhkan sinetron tadi mampu mempengaruhi sikapnya di kehidupannya sehari-hari, hal ini sungguh tidak baik bagi keluarga tersebut. semestinya tayangan televisi apapun programnya, kita sebagai penikmat harus bijak dan cerdas, pilihlah konten atau program yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan kita sebagai penonton tayangan program televisi, jangan biarkan anak tanpa pendamping dalam menonton televisi yang berada pada zona kuning dan ketika program tersebut berada pada zona merah, maka seluruh keluarga harus menghindari menonton televisi, karena pada zona merah ini menyuguhkan program yang tidak sepantasnya di tonton baik bagi anak-anak maupun dewasa. Sementara zona hijau itu adalah tontonan segala umur karena program tersebut tidak mengandung hal-hal yang sensitif, kekerasan atau pengrusakan moral,” sebut Said

Said Firdaus menambahkan, program televisi di Aceh saat ini terbagi dalam dua bagian, 90 persen merupakan konten yang berasal dari Jakarta, sedangkan sisanya 10 persen berasal dari Aceh dan KPI Aceh hanya mendapat jatah pengawasan secara mutlak terhadap 10 persen ini, sedangkan suguhan-suguhan acara yang 90 persen itu merupakan hak KPI Pusat yang mengawasinya. Namun meski 10 persen KPI Aceh memiliki hak pula untuk berkoordinasi dengan KPI Pusat apabila ada program acara yang tidak berkenan di tayangkan di dalam daerah kita.

“Penghentian penyiaran diatur dalam undang-undang penyiaran, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan televisi dapat dikenakan sangsi administrasi,denda, penghentian konten/program hingga pencabutan izin siar, namun kendala di lapangan yang terjadi sangat bervariasi, misalnya kita melarang program Empat Mata, pihak televisi patuh akan saran penghentian yang kita sarankan, namun belakangan mereka munculkan kembali hal yang sama namun berbeda nama, yaitu bukan empat mata, ini sama saja dengan membangun rumah di tepi pantai, ketika ombang datang rumah hancur namun belakangan rumah tersebut di bangun kembali dengan bahan yang sama namun bentuk berbeda,” urainya.

Menurut penelitian yang dilakukan Nielsen (sebuah perusahaan bidang informasi global, media dan riset dalam dunia informasi, mengatakan program terbaik adalah program yang retingnya tertinggi. Di indonesia program yang paling banyak peminatnya adalah sinetron, karena ditonton oleh ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga, anak-anak dan remaja. Mengapa ini yang terbanyak karena kesempatan menontonnya lebih banyak sementara untuk berita atau news dan konten lainnya berada di bawahnya.

Dari berbagai pertimbangan konten yang bermutu atau tidak yang kini di tayangkan di tiap stasiun televisi di Indonesia semua bersumber dari tingginya rating dan ini mereka sesuaikan dengan apa yang di katakan Nielsen dalam risetnya.

Semua ini sangat bertentangan dengan riset yang kita lakukan, KPI menilai rating religilah yang paling tertinggi ratingnya karena disamping memberikan informasi yang berguna, konten ini juga mampu mengarahkan para penontonnya untuk mengerti agama, artinya rating yang banyak di tonton belum cukup baik bila mutu yang terkandung di dalamnya tidak memberikan apa-apa bagi para penontonnya.

Ada beberapa program televisi yang terus dipantau KPI dalam hal ini seperti news/berita, infotaimen, program anak, olahraga, feature, serta sinetron.Khusus untuk program anak-anak semestinya harus lebih banyak di buat, disamping itu banyak televisi juga yang menggunakan anak-anak membawakan berbagai hal yang  semestinya untuk orang dewasa, misalnya “Idola Cilik”, para penyanyi cilik ini semuanya menyanyikan lagu orang dewasa, namun pihak perusahaan televisi beranggapan biasa-biasa saja meski agak sedikit keluar dari batas kewajaran, mereka tetap saja menyajikan acara ini, semua itu lagi-lagi soal rating dan bisnis.
Film anak, seperti film kartun, banyak yang tidak pantas di tonton oleh anak anak, seperti naruto, power ranger, sincan, konten ini telah masuk pada zona merah, sedangkan yang sering di tonton anak-anak seperti Upin Ipin, Sopo Jarwo, pada zaman dahulu sangat sedikit di buat.

Untuk ini kami berharap agar seluruh pemirsa televisi hendaklah memilih tayangan yang bermutu dan baik, sebab masih banyak tayangan di televisi yang mampu membuat motivasi dan kreasi serta dapat kita terjemahkan dalam kehidupan kita dalam bentuk karya nyata.

Singkatnya segala tayangan yang di suguhkan televisi saat ini, penontonnya harus cerdas dalam memilih program tayangan dari lembaga penyiaran. Semua program harus sesuai dengan UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). KPI adalah lembaga yang tidak sama seperti badan sensor, yang kerjanya menyensor tayangan sebelum di tayangkan. Sementara dalam tugasnya KPI menyikapi dan mengawasi berbagai konten yang di tayangkan televisi. “Bila tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan masyarakat, maka KPI berhak bersuara untuk itu,” demikian Said Firdaus. Sumber dari Atjeh Weekly

Makassar - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) mendorong media untuk melindungi kaum rentan terhadap kekerasan dalam penyelenggaraan anugerah KPID Award ke-10 di Makassar,(12/12). "Fenomena kekerasan terhadap anak, remaja dan perempuan semakin mengkhawatirkan. Ini seharusnya menyeret media untuk melindungi para golongan lemah tersebut, bukan justru melakukan kekerasan ke dua," kata Ketua Panitia KPID Award Fauziah Erwin.

Fauziah mengatakan pihaknya mendorong lembaga penyiaran untuk membuat karya dengan perspektif yang mendorong perlindungan terhadap anak perempuan dan korbam kekerasan. Secara total terdapat 92 karya jurnalis TV dam 54 radio yang kemudian dinilai oleh lima orang juri yang terdiri atas unsur budayawan, pemerhati kekerasan terhadap anak, dan unsur pemerintah."Diharapkan ini jadi pelecut bagi rekan-rekan media untuk membuat karya dari persepektif lain yaitu anak, remaja, dan perempuan," paparnya.

Sementara itu Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo mengapresiasi KPID Sulsel yang dinilai mampu mendorong perkembangan media di wilayah ini. "KPID telah turut berperan dalam mendorong perkembangan media di wilayah ini. Ini terbukti dari semakin banyaknya jumlah media di Sulsel kini, dibandingkan beberapa tahun yang lalu," kata Syahrul pada malam penganugerahan KPID Award itu. Gubernur mengatakan KPID memiliki peran strategis yang kian penting di era globalisasi ini. Ia menilai KPID merupakan filter bagi arus informasi yang semakin massif sebagai dampak dari kemajuan teknologi informasi.

"Karena saat ini adalah era global, dimana penetrasi nilai budaya masuk secara masif dan tidak bisa dihalangi lagi. KPID harus bisa menjadi filter bagi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai yang kita anut," papar Syahrul. Karenanya, gubernur mengatakan, KPID perlu mendapat dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. (ANTARA)

Padang – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno membuka secara langsung kegiatan literasi media Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Hotel Bumi Minang, kota Padang, Kamis, 10 Maret 2016. Dalam sambutannya, Irwan berharap kegiatan ini dapat secara periodik diadakan di wilayah Sumbar demi tercapainya penyiaran yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

“Literasi Media sangat penting bagi masyarakat khususnya orangtua untuk membentuk kesadaran mereka terhadap media. Kesadaran media itu diperlukan terutama bagi orang tua sebagai bentuk proteksi terhadap keluarga terutama anak-anak dan remaja,” kata Irwan di depan puluhan peserta literasi media KPI Pusat.

Menurut Irwan, orangtua yang memiliki kesadaran media akan selektif dan membatasi anak-anaknya mengkonsumsi media khususnya televisi. Siaran televisi memiliki pengaruh yang kuat membentuk kebiasaan penontonnya. Jika siaran baik tentu akan baik pula dampaknya. “Sayangnya siaran yang diperuntukan bagi anak-anak belum banyak yang ideal. Mereka ini belum dapat menyaring dan tahu baik atau tidaknya siaran tersebut untuk mereka,” jelas Gubernur Sumbar.

Bahkan, kata Irwan, dirinya pun termasuk orang tua yang tegas membatasi anak-anak menonton siaran televisi. “Saya tidak kompromi terkait hal ini. Saya sangat selektif dan membatasi anak-anak saya menonton televisi. Tapi saya tidak melarang mereka menonton siaran yang berisi hal-hal mendidik, baik dan mencerahkan,” tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Irwan meminta para peserta yang ikut dalam kegiatan literasi media ini dapat menyalurkan pesan kepada masyarakat melalui kegiatan sejenis di seluruh wilayah di provinsi Sumbar. 

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan, mengapresiasi dukungan pemerintah Sumatera Barat untuk menyadarkan publik melalui gerakan literasi media. Menurutnya, gerakan literasi media dinilai efektif membentuk kesadaran publik untuk kritis, selektif dan analitik terhadap isi siaran. 

“Saya juga yakin acara literasi media kali ini sangat efektif karena saya mendengar peserta yang datang merupakan pendidik. Ini sangat tepat sekali,” katanya yang diamini Komisioner KPI Pusat yang hadir antara lain Amirudin, Bekti Nugroho, Sujarwanto Rahmat Arifin dan Fajar Arifianto Isnugroho serta tujuh Komisioner KPID Sumbar. *** 

 

Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah meminta agar stasiun televisi memberikan ruang kepada para kaum difabel agar bisa berkreasi. Anggota KPID Jawa Tengah Asep Cuwantoro menilai hingga kini keberadaan kaum difabel belum mendapatkan perhatian serius dalam dunia penyiaran.

"Bahkan masih banyak lelucon di acara televisi yang mendiskriminasikan kaum difabel", kata Asep di Semarang, Senin, 31 Agustus 2015. Dari hasil pemantauan yang dilakukan KPID Jawa Tengah terhadap isi tayangan stasiun televisi baik nasional maupun lokal, kesempatan kaum difabel untuk tampil dilayar kaya televisi maupun radio masih sangat minim.

Padahal, kata Asep, tampil di stasiun televisi merupakan bagian dari bentuk pemberdayaan kaum difabel dalam meningkatkan kemampuan dan hal-hal yang dapat dilakukannya. Selain itu, lembaga penyiaran juga wajib memenuhi hak-hak kaum difabel untuk mendapatkan layanan siaran yang ramah bagi kaum difabel.

Misalnya, dalam Undang-undang Dasar 1945 sudah cukup memberikan perlindungan bagi kaum difabel. Asep mengakui Undang-undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran sangat kurang memberikan tempat bagi kaum difabel. Tapi, KPI sudah berupaya mengakomodir mengaturnya melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Direktur Yayasan Sasana Integritas dan Advokasi Difabel (SIGAp), Joni Yulianto menyatakan kaum difabel selama ini tidak dianggap sebagai masyarakat yang setara. “Media belum memiliki agenda keberpihakan terhadap kaum difabel,” kata Joni. Joni mengaku punya pengalaman bagaimana stasiun televisi justru mengeksploitasi kaum difabel. Suatu ketika, Jono dikejar reporter televisi untuk wawancara.

“Saya akan diangkat sebagai tokoh difabel pada salah satu program yang lebih mengeksploitasi. Saya tolak karena saya rasa sampai tahapan menghina," kata Joni.

Joni menambahkan, seharusnya media televisi menjadi alat mengkampanyekan kepedulian terhadap penyandang disabilitas. “Media jangan hanya menginformasikan tentang kecacatannya, tetapi pada apa hal-hal yang dapat dilakukan oleh kaum difabel,” kata Joni.‎***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.