Surabaya – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, Ahmad Afif Amrullah meminta pemerintah memperluas jangkauan sosialisasi program Analog Switch Off (ASO) atau migrasi TV analog ke TV digital yang dijalankan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI). KPID Jatim menilai saat ini masyarakat masih belum memahami program ini. 

"Sampai saat ini masyarakat belum paham tentang informasi ini," kata Afif, Minggu (12/9/2022).

Afif juga mencemaskan tentang jumlah ketersediaan perangkat Set Top Box (STB) yang ada di pasaran. Ia menilai jumlah STB saat ini masih belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. Sedangkan, saluran sinyal TV analog akan dimatikan total oleh pemerintah mulai 2 November 2022 nanti. 

Ia juga menyatakan bahwa saat TV analog telah disuntik mati oleh pemerintah, permintaan STB untuk menangkap siaran digital di masyarakat akan mengalami lonjakan drastis. “Nanti kalau sudah benar-benar migrasi, pastinya masyarakat membutuhkan perangkat (STB) itu,” sambungnya

Meski demikian, KPID Jatim tetap mendukung program ASO dari pemerintah. “KPID Jatim turut berpartisipasi dengan ASO, karena berkaitan erat dengan hak masyarakat di bidang penyiaran. Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, KPI dan KPID adalah perwakilan masyarakat. Sehingga KPI dan KPID wajib hadir mengawal,” tambahnya. 

Sekadar informasi, beberapa wilayah di Jawa Timur masuk dalam ASO tahap pertama pada 30 April 2022 kemarin. Di antaranya Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Banyuwangi.

Untuk migrasi tahap kedua, pada 25 Agustus 2022 besok, menyasar wilayah Medan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, termasuk wilayah Jabodetabek.

Bagi masyarakat yang masih memiliki TV analog, perangkat televisi tersebut masih bisa dimanfaatkan, bila didukung dengan STB berlisensi Kominfo. Sebanyak 6,7 juta set top box gratis akan dibagikan sesuai penerapan penghentian siaran TV analog di masing-masing wilayah, pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Selain itu, masyarakat juga bisa mendapatkan STB melalui platform e-commerce. Penelusuran TIMES Indonesia di beberapa platform e-commerce (media penjualan online), STB yang mampu menangkap sinyal siaran digital Indonesia dengan label DVB-T2 dan dilengkapi early warning system (EWS). Perangkat yang rata-rata buatan Jepang dan China ini  dijual dengan harga bervariatif di pasaran.

STB tersebut dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 113 ribu hingga Rp 400 ribu, tergantung merek.

TV digital memiliki kelebihan dari pada tv analog. Kelebihan tersebut diantaranya, kualitas gambar dan suara lebih jernih. Teknologi yang digunakan lebih canggih sehingga bisa mengetahui acara yang telah dan akan ditayangkan. 

TV Digital juga memiliki layanan interaktif, sehingga penonton bisa memberikan rating secara langsung pada program yang sedang ditayangkan. Terdapat teknologi parental lock, sehingga orang tua bisa mengatur prorgam sesuai usia anaknya. Ada banyak channel sehingga menambah referensi tontonan. Program siaran berkualitas. Gratis karena tidak membutuhkan kuota internet atau biaya langganan. Red dari Timesindonesia.co.id

 

Padang – Kelancaran proses pemberlakuan pengalihan siaran TV analog ke digital (analog switch off/ASO) tahun 2022, membutuhkan kesamaan persepsi banyak pihak. Misalnya, antara stakeholder penyiaran, pemangku kebijakan dan masyarakat.

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumbar Dasrul, kepada Harianhaluan.com, Jumat (3/6/2022). Menurut Dasrul, salah satu yang harus dipersiapkan untuk menghadapi era digital dimana akan muncul banyak TV baru adalah infrastruktur pengawasan.

“Infrastruktur penyiaran di era ini akan lebih besar karena pertumbuhan TV baru akan meningkat. Peluang untuk itu sangat besar, karena saat ini, sudah ada 15 TV di Sumbar dari 33 kanal yang tersedia. Artinya, masih terbuka peluang untuk kehadiran 18 TV baru di Sumbar,” tuturnya.

Dampak dari kehadiran TV baru tersebut, lanjutnya, akan membawa pengaruh yang sangat besar pada perekonomian masyarakat. Yang jelas, kehadiran kantor-kantor baru akan mebuka lapangan kerja bagi warga Sumbar. Berikutnya, dengan adanya kebijakan harus memenuhi 10 persen konten lokal, tentunya akan membuka peluang bagi rumah produksi atau pekerja seni dan konten kreator untuk memproduksi berbagai konten siaran yang bernilai jual ekonomi.

Dia juga mengatakan, persiapan singkat ASO ini harus dimaksimalkan sedemikian rupa. Peran ini harus dilakukan oleh KPID dengan sosialisasi dan literasi. Sosialisasi ini menyangkut misalnya cara mendapatkan set top box-nya. Standarnya seperti apa dan lainnya. Kemudian hal ini dikuatkan soal literasi karena masyarakat kita akan banyak menerima siaran TV setelah berganti siaran digital nanti.

Dasrul juga menyampaikan faktor lain yang harus diperhatikan KPID menghadapi migrasi ini yakni soal kesiapan infrastruktur, program siaran dan ekosistemnya.

“Bagaimana KPID harus menumbuh kembangkan lembaga penyiaran yang ada di daerah pada era konvergensi ini. Pasalnya, saat ini sudah banyak media-media grup besar sudah melakukan transformasi tersebut meskipun regulasinya belum ada. Karena itulah, Pemerintah Daerah harus segera menyusun regulasi untuk melaksanakan kebijakan ini,” kata Dasrul. Red dari HARIAN HALUAN

 

 

Kupang – Metro TV Kupang adalah salah satu lembaga penyiaran swasta (LPS) penyelengara multipleksing di NTT. LPS yang berbadan hukum PT. Media Televisi Kupang ini sudah siap menyukseskan program pemerintah yaitu migrasi siaran televisi dari analog ke digital atau analog switch off (ASO) Tahap 1 pada 30 April 2022.

Sejak Analog Tahap 1 diberlakukan, LPS Metro TV Kupang menyiarkan empat saluran (chanel) yakni MetroTV, Magna TV, BN TV dan Indosiar. Selain itu, ada tiga saluran yang siap tayang melalui multipleksing MetroTV yakni, SCTV, OChanel dan Mentari TV dan sedang dalam tahap peralihan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) ke digital. Hal ini terungkap saat kunjungan untuk pemantauan langsung oleh Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTT pada Rabu 25 Mei 2022.

Menurut Kepala Stasiun MetroTV Kupang, Junipher Mira Kaho, LPS SCTV, Ochanel dan Mentari TV sudah sepakat menyewa multipleksingnya MetroTV dan sudah menandatangani MoU dan tinggal menunggu peralihan IPP digital. “Tiga tv itu sudah siap dan sudah MoU hanya belum bisa siaran untuk melayani masyarakat Kota Kupang dan sebagian Kabupaten Kupang karena masih menunggu IPP digital,” kata Mira Kaho.

Mira Kaho mengungkapkan, meski ASO tahap 1 telah berjalan di NTT MetroTV hingga saat ini masih bersiaran secara simulcast atau secara bersamaan antara analog dan digital. Hal ini, katanya, selain karena ASO tahap 1 itu dikecualikan untuk wilayah layanan Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, juga karena dirinya ingin menjaga eksistensi MetroTV karena masih banyak warga yang menonton siaran analog.

Mengenai pembagian Set Top Box, Mira Kaho mengatakan bahwa MetroTV Kupang telah menyiapkan 3.241 unit STB yang akan dibagikan kepada masyarakat. Namun hingga saat ini baru sekitar 500 unit yang dibagikan, sedangkan sisanya masih menunggu pengiriman unit dari Jakarta.

Dijelaskannya, dari 3.241 unit STB yang disiapkan, akan dibagikan di tiga wilayah yakni Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang sebanyak 1.507 unit dan di Kabupaten Kupang yakni Kecamatan Amabi Oefeto 520 dan Amabi Oefeto Timur sebanyak 1.214 unit.

Mira Kaho juga mengungkapkan sejumlah kendala yang dihadapi pihaknya saat membagikan STB kepada masyarakat adalah ketidaksesuaikan data penerima dengan kondisi di lapangan.

Kendala dimaksud adalah nama penerima ada dalam data namun fakta di lapangan warga tersebut telah memiliki antena parabola. Bahkan ada juga yang namanya terdata namun kenyataan di lapangan, warga itu tidak memiliki perangkat televisi. “Namanya ada sebagai penerima tapi ternyata dia sudah pakai parabola. Ini menjadi salah satu kendala. Dan kalau kita temukan seperti ini, STBnya tidak kita bagikan,” kata Mira Kaho.

Kendala lainnya adalah ketersediaan sinyal dan jaringan internet seperti yang terjadi di Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang. Di wilayah ini, pembagian dan pemasangan STB tidak bisa dilakukan karena petugas tidak bisa melakukan scan barcode pada unit STB.

“Di Amabi Oefeto Timur, kita tidak bisa bagikan karena setelah dipasang dan akan dilakukan scan barcode, ternyata tidak ada sinyal dan jaringan. Ini menjadi salah satu kendala. Bagaimana kita mau buat laporan telah terdistribusi kalua mau scan kodenya tidak bisa,” jelasnya.

Ketua KPID NTT, Fredrikus Royanto Bau mengatakan, kunjungan ini merupakan lanjutan dari tugas pemantauan yang dilakukan sebelum Analog Switch Off terhadap Lembaga penyiaran penyelenggaran multipleksing di NTT.

“Sebelumnya kita sudah ke TVRI NTT dan RCTI. Dan hari ini (Kamis 25 Mei 2022) kita datang ke Metrotv yang juga adalah penyelenggara multipleksing. Kita ingin memastikan kesiapan mereka sekaligus mendapatkan informasi terbaru terkait kendala serta harapan LP setelah ASO tahap 1 ini,” kata Fredrikus.

Selanjutnya, Fredrikus memberi kesempatan kepada para komisioner untuk mengecek dan menggali informasi serta mengklarifikasi temuan saat pemantauan selama ini.

Masing-masing komisioner yakni Yuliana Tefbana, Desiana Rumlaklak, Yos Kolo dan Jack Lau memberi apresiasi kepada MetroTV karena menurut pantauan mereka, MetroTV sudah bersiaran secara digital dan kualitas gambarnya sangat baik.

Meski demikian, para komisioner ini memberi masukan dan penekanan kepada MetroTV agar produksi konten lokal harus semakin ditingkatkan termasuk mengupayakan agar siaran lokal NTT jangan dilakukan pada jam-jam hantu atau di luar jam produktif NTT antara pukul 05.00 sampai pukul 22.00.

“Kualitas tampilan Metro sudah bagus. Kita minta agar produksi konten lokal juga harus terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Jangan ada lagi tayangan lokal di jam hantu,” kata komisioner Yuliana, Yos Kolo serta Desiana dan Jack Lau.

Di akhir kunjungan, Ketua KPID NTT Fredrikus Royanto Bau meminta kepada MetroTV untuk terus menerus melakukan sosialisasi ASO, mempercepat pendistribusian STB kepada masyarakat penerima,  memperhatikan kualitas layanan siaran serta menindaklanjuti masukan-masukan dari para komisioner.

Untuk diketahui Komisioner KPID NTT yang melakukan kunjungan ke MetroTV Kupang antara lain, Ketua KPID, Fredrikus Royanto Bau, Wakil Ketua Desiana Rumlaklak, Koordinator Bidang Pengawasan Isi siaran Yuliana Tefbana serta dua komisioner lainnya, Yosef Kolo dan Jack Lau. Lima komisioner KPID NTT ini diterima Kepala Stasiun MetroTV Kupang, Junipher Mira Kaho dan Operator Transmisi, Ruben Kale Ga. Red dari KPID NTT

 

 

Pekanbaru – Pengurus Forum Diskusi Radio (FDR) Riau melakukan audiensi dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau, Jumat (27/5/2022). Dalam audiensi yang berlangsung di kantor KPID Riau tersebut dibahas sejumlah persoalan yang memberatkan para pengelola radio saat ini.

Hadir dalam rombongan FDR Riau, Satria Utama selaku Ketua, Muhammad Rizal selaku sekretaris, Bendahara Ismet Bustamam, dan sejumlah anggota seperti Prima Ermad, Aris, Taufik dan Dian Citra. Sedangkan dari KPID yang menerima adalah Bambang Suwarno dan Ahmad Rayhan.

Dalam kesempatan itu, Satria memaparkan kondisi industri radio siaran saat ini. Menurutnya, meski mengalami penurunan jumlah pendengar akibat serbuan platform media online, radio masih diminati warga Kota Pekanbaru dan kabupaten/kota di Riau. Ini karena siaran radio dapat dinikmati masyarakat dalam berbagai kondisi dan kegiatan.

“Sebagai media audio, radio masih didengarkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan hiburan. Hal ini dapat dilihat dari cukup ramainya interaksi warga dalam berbagai program radio. Ini karena radio satu-satunya media yang dapat dikonsumsi meski sedang beraktivitas, seperti saat mengendarai mobil, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maupun saat di kebun atau di ladang,” jelasnya.

Namun sayangnya, tambah Satria, peran strategis ini kurang dipahami oleh pemerintah daerah sehingga kerja sama publikasi menggunakan media radio tergolong minim.

Ditambahkan Ismet Bustamam, kekurangpahaman aparat daerah tentang radio ini juga terlihat dengan munculnya regulasi di sejumlah Pemda yang malah memberatkan pihak pengelola radio.

“Di Bengkalis misalnya, kita pengelola radio diwajibkan mengurus verifikasi dari Dewan Pers, padahal kita bukan radio berita. Mestinya, radio secara regulasi lebih banyak mengacu pada Undang-undang penyiaran dan Komisi Penyiaran. Ini sangat memberatkan kita, sementara kita untuk dapat beroperasi harus mendapatkan IPP dan ISR sebagai syarat wajib,” kata Ismet.

Ia berharap kerancuan regulasi kerja sama ini dapat segera diperjelas oleh KPID selaku lembaga yang berfungsi mengawasi program dan isi siaran radio dan televisi.

Menanggapi aspirasi dari FDR tersebut, Bambang Suwarno berjanji akan menindaklanjuti persoalan dengan institusi terkait. Pada prinsipnya ia setuju bahwa ranah regulasi radio harus lebih mengacu pada UU Penyiaran. ” Kita siap membantu teman-teman pengelola radio untuk mencari solusi atas persoalan ini dan segera kita akan undang pihak terkait untuk berdiskusi lebih lanjut,” ujarnya.

Senada dengan Bambang, komisioner KPID Riau, Revan juga menyambut baik kehadiran FDR dalam menyampaikan sejumlah aspirasi dan problematika yang dihadapi industri radio di Riau.

“Kami dari KPID Riau tentunya berharap industri radio di Riau dapat kembali tumbuh dan berkembang seperti masa-masa sebelumnya. Saya juga setuju bahwa peran radio sangat strategis dalam menyampaikan informasi dan edukasi kepada masyarakat. Kami siap untuk berkolaborasi dengan FDR untuk menyosialisasikan eksistensi radio di Riau,” ujarnnya. Red dari nadariau.com

 

 

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dalam menjalankan tugas dan fungsinya mencoba melakukan inovasi dengan menggagas lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran yang nantinya dapat menjadi pedoman selain Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Penyiaran.

Hal tersebut diungkapkan Ketua KPID Provinsi Sumbar, Dasrul saat berkoordinasi dan bersilaturahmi dengan Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat Maigus Nasir, Selasa (24/5/2022).

"Lahirnya Perda diharapkan menjadi dasar dan pijakan KPID Sumatera Barat dalam menata dan mencegah terjadi pelanggaran penyiaran guna mewujudkan siaran sehat untuk rakyat," tutur Dasrul.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, dalam menjalankan tugas kurang lebih 3 bulan setelah dilantik, ada beberapa permasalahan yang perlu dilakukan pembenahan, terutama dalam pengambilan kebijakan-kebijakan.

"Seperti dalam tataran lokal, mulai dari penyiaran lokal yang berulang hingga tidak adanya komitmen dari lembaga penyiaran sebanyak 10 persen dari konten lokal yang digariskan, bahkan lembaga penyiaran sengaja memilih menyiarkan konten lokal di jam-jam hantu yang tidak banyak pemirsa yang menyaksikan, kata dia.

Sementara itu, Maigus Nasir secara pribadi mendukung dan mendorong hadirnya Perda Penyiaran tersebut, politisi Partai Amanat Nasional ini menilai konten lokal yang ada saat ini tersiarkan dengan baik, dari informasi yang didapati.

"Kita akui lembaga penyiaran tidak serius dalam menayangkan konten konten lokal yang seharusnya di siarkan oleh lembaga penyiaran," sebut Maigus.

Menurut Maigus, hadirnya Perda Penyiaran ini nantinya akan menjadi dasar bagi KPID mengajak lembaga penyiaran untuk menyiarkan konten-konten lokal tersebut.

"Saya pribadi sangat setuju akan adanya Perda tersebut, saya akan berkomunikasi dengan kawan-kawan di Komisi I agar Perda tersebut menjadi Perda Inisiatif dari DPRD," jelasnya.

"Segera siapkan segala sesuatu tentang hal-hal akan lahirnya Perda tersebut agar Komisi I DPRD Sumbar bisa segera membahasnya," imbuhnya. Red dari InfoPublik 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.