Kediri -- Di tengah gempuran media digital dan platform streaming, eksistensi radio kian dipertanyakan. Immanuel Yosua T., selaku Ketua KPID Jawa Timur sekaligus Koordinator Mitra Publik Broadcasting Watch (MPBC), menegaskan bahwa kondisi radio saat ini 'tidak baik-baik saja'.

“Radio seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Namun, dalam konteks perkembangan media baru, radio justru masih tertinggal dibandingkan dengan platform digital lainnya,” ucapnya, dalam diskusi mengenai masa depan industri radio di era disrupsi media.

Meskipun begitu, Yosua menekankan bahwa radio tetap memiliki peran krusial dalam pemenuhan hak asasi manusia, khususnya dalam memberikan akses informasi yang merata bagi masyarakat. “Radio masih sangat penting bagi publik, terutama di daerah-daerah yang akses internetnya terbatas. Sayangnya, perhatian pemerintah terhadap industri radio masih kurang serius,” katanya.

Seiring berkembangnya teknologi, tren konsumsi media pun berubah. Data dan riset terbaru diperlukan untuk melihat bagaimana pola pendengar radio dalam beberapa tahun terakhir. Meski persaingan dengan media digital semakin ketat, radio masih memiliki audiens setianya, terutama dengan segmentasi yang relevan di berbagai daerah di Indonesia.

“Radio sebenarnya punya ruang sendiri. Inovasi seperti radio berbasis internet, streaming radio, dan podcasting awalnya adalah wilayah radio. Namun, kini formatnya berkembang dengan tambahan elemen audio visual. Radio harus mampu beradaptasi dengan tren ini agar tetap relevan,” ujarnya.

Di sisi lain, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur terus berupaya mendukung keberlangsungan radio di tengah tantangan efisiensi anggaran. KPID telah berkoordinasi dengan Komisi VII DPR RI untuk membahas kebijakan terbaru dalam mempertahankan eksistensi radio, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi dan perubahan perilaku audiens.

Tak lupa Ia juga mengucapkan harapan besarnya pada peringatan hari radio sedunia yang diperingati setiap tanggal 13 Februari setiap tahunnya. Meskipun menghadapi tantangan besar, Yosua tetap optimistis bahwa radio masih memiliki masa depan di Indonesia. “Insan radio harus terus menjaga proximity dan kearifan lokal. Apapun keadaannya, pasti ada harapan,” ujarnya.

Radio bukan sekadar media hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas budaya dan komunikasi publik. Dengan inovasi dan strategi yang tepat, industri radio masih bisa bertahan dan berkembang di era digital, menjangkau lebih banyak pendengar dengan cara yang lebih modern dan interaktif. Red dari berbagai sumber

 

 

Pekalongan -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah menggelar rapat koordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) se-Jawa Tengah, di Aula Kantor KPID setempat, Kamis (13/2/2025). Rakor bertujuan untuk menyamakan pemahaman tata kelola LPPL di 35 kabupaten/ kota.

Rakor ini diselenggarakan sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi LPPL di Jawa Tengah. Hal tersebut diungkapkan Ketua KPID Provinsi Jawa Tengah, Muhammad Aulia Assyahiddin,

Adanya Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati (Perbub) mapun  Peraturan Walikota (Perwal)  tidak sesuai dengan rujukan aturan UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2005 tentang pengelolaan LPPL menjadi alasan digelarnya rakor ini.

"Forum ini diharapkan dapat memperoleh masukan dari masing-masing daerah agar pengelolaan LPPL lebih selaras dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain untuk menyelesaikan pemahaman aturan Lembaga Penyiaran Publik Lokal, dari segi struktur, pengelolaan, maupun pembiayaan," katanya.

Ditambahkan Aulia, di Jawa Tengah masih banyak LPPL yang beranggapan tidak boleh menerima iklan, padahal hal tersebut merupakan pemahaman yang keliru. Justru, menurut regulasi yang berlaku, LPPL diperbolehkan menerima iklan, dan jika menolak iklan secara mutlak, dapat dianggap melanggar undang-undang.

"KPID Jateng menyarankan agar dalam peraturan daerah (Perda) atau peraturan bupati (Perbup), hanya honor dewan pengawas yang diatur. Sementara , honor direksi sebaiknya ditetapkan melalui surat keputusan (SK) dewan pengawas agar tidak menimbulkan kendala dalam implementasinya," terangnya.

KPID Jawa Tengah juga siap untuk membantu sinkronisasi atau revisi regulasi terkait LPPL di masing-masing kabupaten/kota guna memastikan keselarasan dengan aturan yang lebih tinggi. Bahkan, KPID Jateng siap dilibatkan dalam proses seleksi dewan pengawas LPPL agar pengelolaannya semakin profesional dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Senada, Komisioner KPID Jateng, Intan Nur Laili mengatakan, tata kelola LPPL berdasarkan regulasi, termasuk UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Selain itu juga PP No. 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Publik, serta PP No. 17 Tahun 2024 merupakan revisi atas peraturan sebelumnya.

"LPPL harus berbadan hukum, didirikan oleh pemerintah daerah, serta dapat berbentuk televisi atau radio. Selain itu, LPPL hanya boleh berjaringan dengan TVRI dan RRI serta harus bersifat independen, netral, dan tidak komersial, dengan fokus pada layanan kepentingan masyarakat," ucapnya. Red dari berbagai sumber

 

 

Palembang -- Dalam era digital yang semakin pesat, perubahan pola konsumsi media masyarakat kini semakin terasa. Persaingan ketat antara media nasional, seperti radio, dan platform digital baru seperti YouTube dan Instagram telah mengubah cara orang mengakses informasi dan hiburan, terutama di kalangan generasi muda.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatra Selatan (Sumsel), Herfriady, mengungkapkan bahwa media baru dengan durasi singkat dan cepat telah mengubah kebiasaan konsumsi masyarakat.

"Media baru telah mengubah pola konsumsi masyarakat. Kini, dengan durasi yang pendek dan cepat, orang lebih memilih konten yang langsung padat dan mudah dicerna. Ini menyebabkan radio menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan relevansinya," ungkap Herfriady

Meski begitu, Herfriady menekankan bahwa meskipun media baru semakin dominan, radio masih memiliki peran penting dalam fungsi hiburan dan pendidikan. Namun, untuk tetap menarik perhatian audiens muda, terutama generasi Z, radio perlu berinovasi.

"Dulu radio banyak berperan sebagai hiburan utama, tapi kini, kita perlu lebih kreatif. Kita harus mengajak radio untuk lebih terbuka terhadap keterlibatan platform lain seperti YouTube, Instagram, dan lainnya. Radio harus bisa berkonvergensi dengan media digital untuk tetap relevan," tambahnya.

Selain itu, Herfriady juga menyoroti pentingnya perhatian terhadap kebutuhan audiens muda, terutama anak-anak, dengan menghadirkan konten yang ramah anak.

"Kami minta radio untuk membuat presentasi yang ramah anak, dan mengajak keterlibatan mereka. Ini penting agar radio bisa beradaptasi dengan kebiasaan generasi sekarang yang lebih memilih durasi pendek, seperti yang terlihat pada konten di platform seperti YouTube Shorts," jelasnya.

Fenomena ini juga disorot oleh Karerek Selaku Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Sriwijaya (UNSRI), yang menyebutkan bahwa banyak anak muda kini lebih memilih berbagi link dan mengakses media secara langsung.

"Durasi mendengarkan radio memang berkurang. Anak-anak lebih memilih konten dengan durasi pendek di YouTube atau Instagram, karena mereka merasa lebih efisien," ujar Karerek.

Hefriady menegaskan bahwa inovasi dalam penyajian konten dan konvergensi antara radio dan media digital adalah kunci untuk mempertahankan relevansi radio di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

"Dengan adaptasi yang tepat, radio bisa kembali menjadi media yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan relevan dengan audiens masa kini," tutup ketua KPID. Red dari berbagai sumber

 

 

Ternate -- Memperingati Hari Radio Sedunia pada 13 Februari 2025, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku Utara, Alwi Sagaf Alhadar berharap adanya pendampingan dari pemerintah daerah untuk menghidupkan kembali radio lokal yang semakin tergerus.

Menurut Alwi, meskipun media radio masih sangat eksis di banyak daerah, kondisi di Maluku Utara justru sebaliknya. Karena itu, ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung keberlanjutan radio lokal.

"Pada 2014, kami pernah mengusulkan kepada beberapa bupati di Maluku Utara untuk menghidupkan radio lokal dengan pembiayaan dari pemerintah termasuk membagikan radio kepada petani, nelayan, dan masyarakat umum. Namun usulan tersebut tidak ditanggapi. Kami berharap Gubernur Maluku Utara bisa mendukung radio lokal," ujar Alwi, Kamis (13/2/2025).

Ia menambahkan bahwa radio memiliki keunggulan dibandingkan media lain karena tidak memerlukan ruang dan waktu tertentu untuk diakses oleh masyarakat. Hal ini  juga menjadi nilai lebih dibandingkan media lain yang membutuhkan proses produksi panjang sebelum ditayangkan.

Alwi menjelaskan bahwa KPID Malut hadir sejak 2012, ketika jumlah radio lokal masih cukup banyak, sekitar 7-8 stasiun. Namun, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, jumlahnya terus menurun, terutama sejak penetrasi internet semakin meluas di Maluku Utara.

“Pada tahun 2025 hanya tersisa 3 stasiun radio lokal di Ternate dan 2 di Tobelo, sementara RRI Ternate masih tetap eksis hingga kini,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa radio lokal yang masih bertahan sebaiknya mengikuti perkembangan zaman dengan beralih dari format audio ke visual. 

“Sehingga masyarakat tidak hanya mendengar tetapi juga dapat menyaksikan langsung siaran berita dan kontennya,” kata Alwi, mengakhiri. Red dari berbagai sumber

 

 

Semarang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah melakukan stratifikasi terhadap lembaga penyiaran di Jawa Tengah. Ketua KPID Jateng Muhammad Aulia Assyahiddin mengatakan, stratifikasi ini bertujuan untuk memetakan lembaga penyiaran yang ada di Jawa Tengah.

“Kita ingin ada peta yang jelas tentang situasi, keadaan lembaga penyiaran yang ada di Jawa Tengah. Dengan peta yang jelas ini kita jadi gampang untuk memahami langkah-langkah yang bisa ditempuh agar lembaga penyiaran lebih berkelanjutan,” ucapnya, Senin (3/2/2025).

Stratifikasi ini, kata Aulia, akan memudahkan evaluasi lembaga penyiaran di masing-masing daerah. “Kita beranggapan tidak ada satu masalah yang sama di 403 lembaga penyiaran di Jawa Tengah,” jelasnya.

Aulia mengungkapkan, aspek kelembagaan, keuangan, isi siaran hingga kepatutan terhadap aturan, menjadi aspek penilaian dalam stratifikasi lembaga penyiaran. “Dari empat aspek itu kita rumuskan apakah lembaga penyiaran itu peringkat baik sekali, unggul atau menengah,” ungkapnya.

Dengan stratifikasi, akan terpetakan lembaga penyiaran berdasarkan segmentasi yang memudahkan pemasaran kepada klien. “Jika nanti ada iklan, yang butuh segmentasi remaja dengan peringkat A, B, kita sudah punya datanya,” ujarnya.

Aulia mengakui, selama ini belum ada data yang menggambarkan kondisi lembaga penyiaran dan hanya bersifat acak serta tidak terpola. “Sehingga teman-teman bersaing tidak secara acak seperti sekarang, tapi bersaing pada segmentasi yang jelas,” katanya.

Ia memperkirakan, proses pelaksanaan stratifikasi lembaga penyiaran ini membutuhkan waktu satu tahun. “Sekitar nanti bulan sebelas (November 2025), 403 itu nanti sudah selesai,” ucapnya. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.