Denpasar – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali meluncurkan sarana aduan masyarakat terkait penyiaran di Bali, Jumat (7/1). Sarana tersebut berupa aplikasi yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat bersama-sama melakukan pengawasan penyiaran televisi maupun radio. Masyarakat pun diharapkan dapat memanfaatkan sarana aduan tersebut.

Ketua KPID Bali, Agus Astapa didampingi anggota Ida Bagus Agung Ketut Ludra menjelaskan peluncuran sarana aduan itu sebagai bentuk keterbukaan kepada masyarakat. “Kita meluncurkan aduan masyarakat ini untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat melakukan pengawasan terhadap isi siaran, baik tv maupun radio,” jelasnya.

Aduan masyarakat ini juga dikatakan sudah terkoneksi dengan aplikasi spanrapor. Selain itu bertujuan untuk bagaimana nantinya agar lembaga penyiaran bisa tumbuh dan berkembang dengan sehat. “Kalau informasi yang diterima oleh masyarakat baik, maka semakin baik dan semakin cerdas juga masyarakat,” imbuhnya.

Sementara, anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Made Rai Warsa menyampaikan komisioner yang baru dilantik sekitar tiga bulan lalu ini mulai bekerja sesuai visi misinya. Seperti apa yang dipaparkan dalam uji kelayakan saat penyeleksian dilakukan. “Komisioner ini baru tiga bulan bekerja dan bagaimana menjalankan visi misi saat uji kelayakan. Maka peluncuran pengaduan tepat sekali, memang perlu pengawasan dan regulasi penyiaran di Bali,” terangnya.

Politisi PDIP ini pun menambahkan sekarang dibuatnya sarana aduan, membuat masyarakat menjadi panglima dan mereka akan menilai siaran TV dan radio di Bali. “Mana yang patut dan mana yang tidak patut secara etika. Saya harapkan KPID tidak berpihak kepada salah satu lembaga penyiaran jangan terjadi kepentingan, harus profesional dalam pengaduan ini,” tegas Rai Warsa.

Diharapkan juga masyarakat dapat memanfaatkan sarana tersebut. Supaya kedepannya dalam hal penyelesaian pengaduan seberapa besar animo masyarakat peduli terkait penyiaran di Bali. ” Agar diketahui masyarakat ada sarana aduan, harus dibarengi sosialisasi ke masyarakat. Bahwa KPID punya program seperti ini berupa wadah menilai konten-konten siaran dan berhak dievaluasi,” tandasnya. Red dari BALI EXPRESS/Editor: MR

 

 

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat memberikan 26 sanksi berupa teguran tertulis terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran KPI dan Standar Program Siaran (P3SPS) sepanjang 2021.

Ketua KPID Sumbar Afriendi Sikumbang di Padang, Minggu mengatakan 26 sanksi tertulis itu diberikan sebanyak 11 kali terhadap lembaga penyiaran televisi dan 15 kali terhadap lembaga penyiaran radio.

"Sanksi ini sebagai bentuk pengawasan kepada lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam program yang mereka buat agar sesuai dengan P3SPS," katanya.

Di bulan Desember 2021, KPID Sumbar melayangkan surat teguran kepada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Sumbar atas pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran KPI dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Pemberian sanksi terhadap lembaga penyiaran publik itu terkait dengan temuan tayangan yang menampilkan orang tengah merokok dalam program siaran berita Sumatera Barat Hari Ini.

"Teguran tersebut telah kami layangkan kepada TVRI 30 Desember 2021," kata dia.

Berdasarkan hasil pantauan petugas pemantau KPID Sumbar pada hari Selasa (21/12), LPP TVRI Sumbar menayangkan seorang pria tengah memegang rokok dalam sebuah berita terkait berita "edarkan sabu, sekuriti ditangkap pada program "Sumatera Barat Hari Ini". Kejadian itu terekam pada pukul 16.31 WIB.

Menurut dia pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran perlindungan terhadap anak dan remaja serta pelanggaran terhadap ketentuan pelarangan dan pembatasan materi siaran rokok, napza, dan minuman beralkohol sebagaimana yang diatur dalam P3SPS .

Ia mengatakan bahwa pihaknya tanggal 30 Desember 2021 telah memutuskan tayangan tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI 2012 Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 18 serta Standar Program Siaran (SPS) Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 27 Ayat 2 (a).

"Atas pelanggaran tersebut lembaga penyiaran publik ini kami berikan sanksi teguran tertulis pertama," katanya.

Dirinya meminta agar lembaga penyiaran apalagi lembaga penyiaran publik seperti TVRI berkomitmen untuk terus memberi perlindungan terhadap anak dan remaja.

"Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran," kata dia. Red dari ANTARA

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta  menyelenggrakan kegiatan Literasi Penyiaran dalam rangka kampanye 16 hari tanpa kekerasan terhadap perempuan. Acara edukasi yang reguler dilaksanakan KPID kali ini mengangkat  tema "Edukasi Pemirsa Cerdas;  Memperkuat Literasi Perlindungan Perempuan dan Anak di Televisi dan Radio”, digelar di The Nyaman Hotel dengan diikuti peserta secara virtual melalui aplikasi zoom meeting. 

Acara dimulai dengan sambutan Ketua KPID Jakarta, Kawiyan melalui daring. Dilanjutkan dengan diskusi. Hadir sebagai narasumber  yakni Lena Maryana Mukti (Anggota Komisi 1 DPR RI Periode 2014-2019 yang juga Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kuwait) sebagai pembicara kunci. 

Rizky Wahyuni (Wakil Ketua KPID Jakarta) berkesempatan memaparkan materi tentang Peran KPI dalam Perlindungan Perempuan dan Anak di Penyiaran. Tuty Kusumawati (Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta) menyampaikan strategi perlindungan perempuan dan anak dalam penyiaran di DKI Jakarta. Rizky menjelaskan, kekerasan perempuan dan anak bisa terjadi dimana mana termasuk dalam dunia penyiaran. Media penyiaran menjadi salah satu yang dapat memicu munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Program sinetron, iklan niaga bahkan dalam pemberitaan jurnalistik masih sering ditemukan perlakuan diskriminatif serta tidak melindungi kepentingan perempuan dan anak," ungkapnya. Bahkan pelanggaran terkait perlindungan perempuan dan anak mendominasi temuan dan teguran yang di keluarkan oleh KPI. Padahal Menurutnya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang menjadi acuan pengawasan berisi tentang aturan yang banyak melindungi kepentingan perempuan dan anak.

Dijelaskan Rizky, saat ini yang patut diwaspadai adalah tayangan yang tidak mengedepankan perlindungan perempuan dan anak di media baru. Banyak tayangan seperti kekerasan, pornografi, seksualitas, napza termasuk berita hoax ditampilkan di media baru seperti Over The Top (OTT) platform, Video On Demand (VOD) dan Media Sosial.

"Banyak yang mengadu  terkait tayangan tidak pantas di media baru ke kami di KPID. Sayangnya itu bukan lokus kerja kami. Kami tidak bisa menindak. Kami hanya mengawasi televisi dan radio saja," paparnya.

Perempuan yang juga membidangi pengawasan isi siaran di KPID Jakarta menambahkan media penyiaran televisi dan radio harus menjadi sebagai alat kontrol dan pengawasan kekerasan terhadap perempuan dan anak, yakni dengan menampilkan siaran-siaran yang berperspektif  melindungi perempuan dan anak. Dia berharap ada gerak bersama dan berkesinambungan dalam mengarahkan masyarakat untuk memilih tayangan yang bisa membangun inspirasi positif memberdayakan sekaligus melindungi perempuan dan anak.

Perwakilan lembaga penyiaran yang hadir Alexander Ananto Prabowo (Head Division Programming RTV) dengan pemaparan upaya perlindungan perempuan dan anak di televisi. Serta D.S Krisanti (Wakil Pemimpin Redaksi Elshinta Radio) menyampaikan upaya perlindungan perempuan dan anak di radio.

Acara edukasi ini dihadiri oleh aktifis-aktifis penggerak perlindungan perempuan dan anak di DKI Jakarta. Diantaranya Penggerak Maju Perempuan Indonesia, Forhati DKI Jakarta, penggerak Dasawisma Kelurahan Tebet dan mahasiswa.

 

Semarang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah menemukan total 1.388 temuan potensi pelanggaran dalam periode pemantauan Januari hingga November 2021. Di antara temuan tersebut, 227 kasus atau sebanyak 16% merupakan temuan terkait perempuan. 

Terdapat beberapa bentuk temuan yang dominan, yaitu eksploitasi sensualitas perempuan dalam bentuk adegan erotis kekerasan fisik dan verbal terhadap perempuan, menempatkan perempuan sebagai obyek pembicaraan cabul, body shaming terhadap perempuan, dan menampilkan perempuan sebagai figur yang selalu berkarakter negatif (antagonis).

Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jawa Tengah, Ari Yusmindarsih, mengungkapkan bahwa narasi negatif tentang perempuan banyak ditemukan pada program fiksi, seperti sinetron dan FTV. 

“Banyak kita temukan siaran yang memosisikan perempuan sebagai korban kekerasan dan selalu pasrah dengan keadaan yang menyiksa. Atau kebalikan dari itu, perempuan justru menjadi karakter yang manipulatif, provokatif, dan memiliki kecenderungan sifat buruk,” terang Ari.

Pola tersebut sebenarnya sudah menjadi keresahan lama dan belum ada perbaikan yang signifikan. “Ini masalah klasik, tapi masih saja dominan. Perempuan dilekatkan dengan stereotype lemah & menjadi korban. Lembaga penyiaran perlu pemahaman tentang setara gender,” jelasnya menambahkan.

Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia, mengimbau lembaga penyiaran lebih aktif memberikan edukasi kesetaraan gender pada masyarakat. “Kita mendambakan tampilan perempuan yang kuat dan berwibawa dalam isi siaran, bukan sekedar pemanis tayangan,” ungkap Aulia.

Persepsi yang buruk terhadap perempuan dalam isi siaran dikhawatirkan menimbulkan pembentukan opini publik yang mensubordinasikan perempuan. Akibatnya pemenuhan hak-hak perempuan menjadi kurang diperhatikan.

Lebih lanjut Aulia menegaskan dukungan KPID Jawa Tengah pada Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. “Dalam rangka peringatan Hari HAM Internasional tahun ini, KPID maksimalkan agenda-agenda bersama stakeholder dalam menyukseskan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan,” imbuhnya.

 

Denpasar - Gubernur Bali Wayan Koster sangat mengapresiasi acara Anugerah Penyiaran Bali 2021 yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali, yang mengusung tema ‘Penyiaran Sehat, Masyarakat Cerdas dan Bermartabat’.

Dalam giat yang bertempat di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, pekan lalu itu, gubernur mengajak semua lembaga penyiaran baik televisi maupun radio untuk berperan serta mencerdaskan masyarakat.

Gubernur mengatakan, belakangan ini perkembangan teknologi informasi selain memberikan manfaat, namun juga telah membawa degradasi terutama untuk anak muda. Banyak media informasi yang dirasanya kurang tepat, bahkan banyak menjurus ke hoax.

“Ini tentu sangat berbahaya, apalagi saat ini kecenderungan semakin banyak waktu anak-anak kita berinteraksi dengan media sosial. Di sini saya harapkan peranan lembaga penyiaran untuk proaktif lagi menawarkan siaran yang berkualitas,” tegas Gubernur Koster yang juga merupakan mantan anggota DPR RI tiga periode berturut-turut tersebut.

Lebih lanjut, pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini mengatakan, dalam usaha media penyiaran turut aktif dalam membentuk tatanan perilaku masyarakat, KPID juga diharapkan agar tidak menjaga jarak dengan lembaga penyiaran.

“Kehadiran KPID itu sangat penting bagi lembaga penyiaran dalam usahanya. Aspek kemitraan dan pembinaan harus dikedepankan, sehingga lembaga penyiaran tidak masuk jurang. Jangan sudah terlanjur masuk jurang baru KPID bersusah payah menyelamatkan,” ujarnya.

Ke depan, lanjutnya, sesuai amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di mana salah satunya mengamanatkan sistem perpindahan siaran dari analog ke digital, maka lembaga penyiaran khususnya di Provinsi Bali harus bersiap dengan perubahan tersebut.

Dirinya minta agar sistem penyiaran di Bali sudah bisa bermigrasi ke sistem digital di akhir tahun 2022. “Hal ini sangat penting agar masyarakat bisa menikmati siaran yang lebih efisien dan berkualitas dari segi gambar dan suara, serta merata dengan jumlah siaran nasional dan lokal yang makin beragam,” imbuhnya. Red dari balitribun.co.id

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.