altJakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah (Jateng) mengusulkan penambahan kanal televisi untuk wilayah layanan siaran Solo. Selama ini, kanal yang disediakan untuk Solo harus berbagi dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Padahal keduanya berbeda secara hukum dan administratif.

“Selama ini, hak masyarakat Solo tidak terakomodir karena kanal yang disediakan lebih banyak dipakai pemohon dari Yogya. Kami harap ada penambahan kanal televisi untuk wilayah layanan Solo,” kata Anggota KPID Jateng bidang Perizinan, Farhan Hilmie, kepada kpi.go.id disela-sela kunjungannye ke kantor KPI Pusat, Jumat, 12 Oktober 2012.

Wilayah layanan siaran Solo meliputi Surakarta, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri. “Ada enam kabupaten yang masuk dalam wilayah layanan Solo. Jumlah yang disediakan tidak mencukupi dengan kebutuhan yang ada. Karena itu, kami harap ada penambahan 5 kanal untuk siaran televisi di wilayah Solo,” pinta Farhan.

Menurut catatan KPID, pemohon izin siaran televisi di wilayah Solo, Jateng, sama sekali tidak menggunakan kanal yang sesuai peruntuknya. Kanal yang digunakan mereka untuk siaran televisi meminjam kanal-kanal diluar itu seperti Temanggung, Magelang, dan Salatiga. Adapun ketersediaan kanal untuk radio, menurut Farhan tidak ada masalah. “Kami berharap ini menjadi perhatian dan segera dicarikan jalan keluarnya,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Farhan menyampaikan hampir semua kabupaten dan kota di Jateng memiliki radio publik lokal. Dari 32 kabupaten dan kota, hanya satu yang belum melakukan proses permohon izin radio publik lokal yakni Boyolali. Red

altJakarta – Keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) sangat penting dalam mengawal dan melindungi masyarakat dari pengaruh buruk siaran. Pengaruh buruk akibat siaran berakibat rusaknya moral dan mentalitas masyarakat terutama anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Kerusakan moral dan mental tersebut justru akan sangat merugikan karena beban yang harus ditanggung pemerintah jauh lebih besar.

Karena itu, sangat tidak tepat jika ada yang beranggapan atau memandang keberadaan KPID harus bisa memberikan kontribusi bagi pemasukan daerah karena operasionalisasinya di biayai APBD. Kontribusi KPID tidak bisa diukur dari berapa pemasukan yang bisa diberikan bagi kas daerahnya.

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, ketika menerima kunjungan dari rombongan Anggota KPID dan Sekretariat KPID Bengkulu di kantor KPI Pusat, Selasa, 9 Oktober 2012.

“Kenapa pemerintah harus membiayai karena tugas KPI atau KPID itu seperti halnya lingkungan hidup yang harus selalu dirawat, dijaga dan dilindungi. Ini sama halnya dengan anak-anak kita yang butuh perlindungan. Dan, rusaknya mentalitas akibat dampak buruk siaran itu akan menambah beban kost sosialnya,” kata Riyanto yang juga Dosen Hukum Universitas 17 Agustus Semarang.

Lalu bagaimana jika KPID atau pemerintah daerah ada yang mengutip atau menarik retribusi dari lembaga penyiaran untuk pemasukan daerahnya. Menurut Riyanto, hal itu tidak bisa dibenarkan karena akan memberatkan lembaga penyiaran dan sebaiknya dihindari.

“Tidak semua lembaga penyiaran yang ada di daerah mempunyai pemasukan besar dari iklan. Banyak lembaga penyiaran yang kondisi memprihatinkan. Jika ini diterapkan, sangat berat bagi mereka dan bisa-bisa radionya tutup ditengah jalan,” jelasnya.

Menurut Riyanto, tugas dan fungsi KPID bagi daerah sangat mulia karena menyangkut pengawalan terhadap peradaban bangsa. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.