- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 1759
Bandar Lampung – Komisi I DPRD Lampung menerima kunjungan kerja DPR Aceh (DPRA), beberapa waktu lalu. Kunjungan DPR Aceh itu untuk studi banding Peraturan Daerah (Perda) atau Qanun dalam istilah masyarakat Aceh. Rancangan Qanun Penyiaran saat ini masih dalam proses di DPR Aceh.
Studi banding itu berguna untuk melihat sejauhmana sistem pengawasan penyiaran yang telah dilaksanakan di Lampung melalui Perda Penyiaran. Sehingga menjadi acuan pembentukan Rancangan Qanun (Raperda) untuk di terapkan di Aceh.
Ketua Komisi I DPRD Lampung Yozi Rizal mengatakan, Perda penyiaran Lampung sudah ada di Lampung sejak 2015 lalu, dengan begitu ketika Aceh ingin mengimplementasikan menjadi Qanun, Perda Penyiaran Lampung menjadi sumber acuan mengenai isi pasal pasal yang akan di pakai.
“Kita bersyukur orang-orang yang membentuk Perda ini masih ada, sehingga bisa memberikan kiat dan ilmu-ilmu guna menjadi masukan pada pembentukan pasal yang akan di rumuskan Komisi I DPR Aceh,” jelasnya.
Ketua Komisi I DPR Aceh Iskandar Usman Al-Farlaky mengatakan, kunjungan ini guna melihat sistem Qanun (Peraturan Daerah) Penyiaran yang sudah di laksanakan di Lampung.
“Maksud dan tujuan kami hadir di Lampung, guna berdiskusi mengenai pembuatan qanun penyiaran yang akan di terapkan di Aceh,” ungkapnya.
Iskandar menambahkan, saat ini sistem pengawasan penyiaran di Aceh masih terbatas guna menentukan isi siaran dan jadwal bersiaran Radio, Televisi lokal dan Televisi Berjaringan. Pihaknya berharap, dengan terbentuknya Qanun mampu membatasi isi siaran yang tidak berkenan sehingga dapat di terima secara positif oleh pendengar dan penonton.
“Dengan adanya Qanun diharapkan mampu mengakomodir isi siaran yang baik dan positif untuk disampaikan ke publik Aceh. Saat ini kita masih terkendala pada penentuan isi siaran lokal atau sejenisnya yang di sajikan pada waktu sibuk. Dengan dibentuknya Qanun Penyiaran diharapkan lembaga penyiaran Aceh dapat patuh dan tertib guna menyajikan isi siaran yang baik sesuai kultur masyarakat Aceh yang relegius,” jelasnya.
Ketua KPID Lampung Budi Jaya menambahkan, dengan adanya perda penyiaran telah disampaikan 52 teguran kepada lembaga penyiaran di Lampung. Sanksi ini berkaitan dengan isi siaran, sistem tayangan dan sejenisnya.
“Sebagai tindak lanjut, lembaga siaran ini sudah mematuhi teguran dari KPID Lampung mulai dari pembinaan yang dilakukan pihak kita, hingga merubah isi siaran yang bermasalah untuk di perbaiki,” kata Baim sapaan akrabnya. Red dari berbagai sumber