Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan secara resmi me-launching aplikasi pengaduan penyiaran bernama e-KPID Sulsel, di Gedung Rektorat UIN Alauddin Makassar, Kampus Samata, Gowa, Selasa (3/10).

Launching aplikasi ini sekaligus dirangkaikan dengan talkshow penyiaran serta penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait literasi penyiaran antara KPID Sulsel dengan pihak BPOM, UIN Alauddin Makassar, Universitas Fajar, Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial, serta beberapa lembaga kemahasiswaan di Sulsel.

Komisioner KPID Sulsel, Siti Hamidah menyebut bahwa aplikasi ini merupakan inovasi pengaduan penyiaran pertama di Indonesia. Aplikasi e-KPID Sulsel, katanya, adalah hasil dari pemahaman akan integrasi teknologi yang tak terhindarkan. Oleh karena itu, pihaknya percaya bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan penyiaran harus lebih mudah dan terbuka.

“Sistem pengawasan partisipatif harus membuka peluang sebesar-besarnya bagi partisipasi masyarakat dengan memberikan kemudahan,” ujarnya.

Menurutnya, dalam upaya meningkatkan keterbukaan informasi, KPID Sulsel memahami bahwa teknologi telah menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pihaknya menyediakan aplikasi ini untuk diunduh secara langsung di berbagai perangkat gadget.

Aplikasi e-KPID Sulsel tidak hanya memungkinkan pengaduan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), tetapi juga memungkinkan komunikasi langsung antara masyarakat dengan pihak yang bertanggung jawab atas siaran yang diawasi oleh KPID Sulsel.

“Jadi, modelnya adalah adanya umpan balik langsung dari KPID Sulsel melalui layanan pesan WhatsApp,” lanjutnya.

Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Sulsel itu menjelaskan bahwa melalui aplikasi ini, KPID Sulsel juga ingin mendorong keterbukaan informasi. Selama ini, peneliti sering mengalami kendala dalam mengakses data tentang penyiaran di Sulsel.

Oleh karena itu, aplikasi ini juga menyediakan laporan tahunan yang mencakup hasil pemantauan, program KPID, dan informasi lainnya. Aplikasi ini juga terhubung dengan situs web yang dimiliki oleh KPID Sulsel, meskipun dikemas lebih sederhana dalam penggunaannya.

Siti Hamidah juga melaporkan bahwa sejak 2021 hingga Oktober 2023, KPID Sulsel telah memproses sebanyak 6.330 pelanggaran. Klasifikasi usia menjadi jenis pelanggaran yang paling dominan. KPID Sulsel telah mengambil langkah klarifikasi dengan memanggil lembaga penyiaran terkait dan memberikan teguran pertama.

“Alhamdulilah, tindakan ini telah memberikan dampak positif. Beberapa stasiun radio juga telah melanggar beberapa aturan yang diatur dalam P3SPS,” beber alumnus UMI Makassar ini.

Sementara itu, Anggota Komisi A DPRD Sulsel, Fadriaty AS yang hadir sebagai narasumber dalam talkshow penyiaran tersebut menyinggung terkait masa bakti komisioner KPID Sulsel periode 2020-2023 yang bakal segera berakhir. Ia berharap komisioner KPID Sulsel yang terpilih untuk periode selanjutnya adalah orang-orang yang memang memiliki kompetensi di bidang penyiaran.

“Sebagai mitra KPID, tentu DPRD Sulsel berharap lembaga ini tetap bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2002 dan Perda Nomor 3 Tahun 2011. Kita juga sepakat untuk mendorong revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tersebut. Selain itu, tentu kita juga ingin memastikan komisioner yang terpilih nantinya adalah orang-orang yang berkualitas,” kata Fadriaty.

Adapun Akademisi UIN Alauddin Makassar, Haidir Fitra Siagian menyinggung terkait isu terkini dunia penyiaran, yakni penguatan pengawasan KPID terhadap isi siaran. Menurutnya, saat ini siaran kartun di televisi justru bermuatan nilai yang melanggar norma agama dan kesusilaan di Indonesia.

“Misalnya saja kartun Doraemon yang isi dialognya menyampaikan ke Nobita bahwa ada uang ibumu dilemari ambil saja. Ini menyatakan bahwa jangan mempercayakan pola asuh pada tontonan kartun. Orang tua harus berperan penting mendampingi anak dalam menonton siaran televisi,” tutupnya. Red dari berbagai sumber

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.