Washington -- International Telecommunication Union (ITU) merekomendasikan ATSC 3.0 sebagai standar siaran digital, hal itu diharapkan menjadi awal bagi negara-negara di seluruh dunia untuk mengevaluasi dan menerapkannya. Pengumuman tersebut disampaikan Advanced Television Systems Committee  (ATSC)

Ketua Dewan ATSC dan Wakil Presiden Senior Teknologi NAB Lynn Claudy menyampaikan bahwa Amerika Serikat pada tahun ini akan menerapkan teknologi ATSC 3.0, penerapan teknologi ini diharapkan akan membuat penyiaran digital semakin berkembang, ujarnya.

ATSC 3.0 adalah standar siaran televisi digital berbasis IP pertama di dunia. Lebih dari 60 stasiun televisi AS diperkirakan akan mengudara dengan teknologi ini pada akhir 2020. ATSC 3.0 akan resmi diluncurkan pada acara Consumer Electronics Show 7 – 10 Januari 2020

ATSC yang diwakili oleh Madeleine Noland selaku presiden ATSC mengapresiasi langkah FCC Amerika yang mengusulkan kepada ITU teknologi ATSC 3.0 sehingga membuat ITU menjadikan ATSC 3.0 sebagai standar penyiaran

Beberapa tahun sebelum Amerika Serikat menggunakan ATSC 3.0 korea selatan telah menerapkan, tepatnya pada tahun 2017, dengan ATSC 3.0 masyarakat korea mendapat tayangan dengan kualitas Ultra HD dan juga next-generation audio. Baru pada tahun 2020 Amerika Serikat mulai concern menerapakan sistem ini

Madeleine menyampaikan terima kasih kepada seluruh anggota ATSC diantaranya Sinclair Broadcast group, One media 3.0 dan juga ETRI yang turut berperan aktif dalam mengawal ATSC 3.0  sehingga ITU menjadikan sebagai standar untuk penyiaran digital saat ini. ATSC yang merupakan kumpulan dari organisasi internasional dari seluruh dunia, prestasi ini adalah bukti semangat kolaborasi antar negara demi majunya penyiaran, pungkasnya. Red dari berbagai sumber

 

Ankara - Dari Eropa hingga Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika dan AS, serial TV Turki telah memikat 700 juta penggemar.  Di urutan kedua setelah Amerika Serikat (AS) dalam ekspor serial TV, Turki telah menarik penggemar dari 146 negara di seluruh dunia dengan lebih dari 150 serial TV.

Menghibur lebih dari 700 juta pemirsa dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika, hingga Amerika Serikat, Turki diperkirakan akan memperoleh USD1 miliar dalam ekspor serial TV pada 2023.

Pada 2018, pendapatan Turki dari ekspor serial televisi mencapai USD500 juta. Muhtesem Yuzyil (Abad Kejayaan), yang diekspor ke sebagian besar negara, menarik lebih dari 500 juta penggemar dari 70 negara berbeda.

Di antara serial TV Turki yang paling banyak meraup keuntungan adalah Dirilis: Ertugrul, Kara Para Ask, Adini Feriha Koydum, Gumus, dan Fatmagul'un Sucu Ne?. Serial televisi Turki sangat populer terutama di Chili, Meksiko dan Argentina.

Ask-i Memnu yang diproduksi pada 1975 merupakan serial televisi Turki pertama yang diekspor ke luar negeri, yaitu ke Prancis pada 1981.

Episode terakhir Gumus yang disulih suara ke bahasa Arab menarik 85 juta penonton pada 2008.

Serial TV Binbir Gece juga mendapat sambutan hangat di 80 negara, terutama di negara-negara Arab seperti Yordania, Irak, Qatar, Maroko dan Aljazair.

Popularitas serial televisi Turki mendominasi negara-negara berbahasa Turki, yaitu Azerbaijan, Turkmenistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Uzbekistan.

Albania, Polandia, Serbia, Yunani, Bosnia dan Herzegovina, dan Hongaria termasuk negara-negara Eropa yang menggemari serial televisi Turki.

Sebelumnya, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan melalui Twitter bahwa dia menonton serial Dirilis Ertugrul, sementara pesepakbola terkenal Lionel Messi, melalui akun Instagramnya, juga terlihat menonton Kara Para Ask.

Turki masuk lima besar negara pertama yang mengekspor serial televisi melalui TV dan platform online bersama AS, Jerman, Prancis dan Inggris.

Serial televisi Turki, tersedia di platform streaming online seperti Netflix, puhutv dan YouTube, sehingga mudah mendapatkan perhatian generasi muda dan membuka jalan bagi ekspor.

Sejak memasuki pasar Turki pada 2016, Netflix telah memperoleh hak streaming dari banyak serial Turki, termasuk Leyla ile Mecnun, Suskunlar, Karadayi dan Ezel.

Platform streaming populer itu juga memproduksi dua seri orisinil Netflix Turki, yaitu Hakan: Muhafiz (Sang Pelindung) dan Atiye. Red dari hurriyetdailynews.com

 

 

Seoul - Dugaan terjadinya manipulasi voting yang dilakukan oleh "Produce X 101" ikut disoroti oleh Komisi Penyiaran Korea (KCSC). Pada Kamis (17/10/2019), perwakilan KCSC mengungkap pihaknya bisa memberikan sanksi berat jika terbukti ada manipulasi voting.

"Kami sedang mempertimbangkan masalah dari sebuah program yang mengklaim sebagai audisi voting nasional yang dengan serius sudah menipu penonton. Kami mungkin akan menjatuhkan sanksi berat atau hukuman berdasarkan Klausa 1 Pasal 1 UU Penyiaran," ungkap perwakilan KCSC.

"Kami memutuskan untuk mendengar opini (dari mereka semua yang terlibat) terkait permasalahan ini dan kami akan mengambil keputusan setelah memperhitungkan hasil penyelidikan polisi yang sedang berlangsung," sambung perwakilan KCSC tersebut seperti dikutip www.soompi.com.

Dalam Undang-Undang Penyiaran Korea, sanksi berat mengacu pada koreksi, perbaikan atau penangguhan program siaran  ataupun tindakan disipliner terhadap orang yang bertanggung jawab atas program siaran dan juga orang yang terkait dengan program siaran yang bersangkutan.

Jika terbukti bersalah Mnet, sebagai penyedia program akan mendapat denda uang minimal 10 juta won (sekitar Rp 120 juta) hingga maksimal 30 juta won (sekitar Rp 358 juta) sesuai aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Penyiaran Korea.

Sementara itu, kepolisian kini fokus menyelidiki pelaku dugaan manipulasi voting "Produce X 101". PD dan perwakilan agensi terkait diduga kuat melakukan manipulasi voting karena adanya imbalan kompensasi uang. Red dari https://www.soompi.com

 

Seoul - Sejumlah idol serta artis Korea Selatan terancam tak lagi bisa tampil di layar kaca apabila pemerintah Korea Selatan merevisi Undang-Undang Penyiaran.

Partai Demokrat yang diwakili Oh Young-hoon dikabarkan mengajukan revisi UU Penyiaran pada Senin (25/11/2019). Revisi tersebut melarang selebriti Korea yang memiliki catatan kriminal tampil di televisi.

Catatan kriminal yang dimaksud adalah penyalahgunaan narkotika, pelecehan seksual, menyetir di bawah pengaruh alkohol serta perjudian yang menyebabkan kurungan, penjara atau hukuman mati.

Hal tersebut bertolak belakang dengan UU Penyiaran yang saat ini berlaku di Korea Selatan. Banyak selebriti yang kembali ke layar kaca setelah menjalani hukuman dan 'hiatus' beberapa tahun.

Namun, kondisi tersebut berubah apabila rencana revisi disepakati oleh parlemen Korea Selatan. Para artis dengan catatan kriminal tak akan lagi bisa kembali ke layar kaca.

Ssalah satu artis yang kemungkinan besar terdampak hal tersebut ialah T.O.P BIGBANG. Rapper bernama asli Choi Seung-hyun ini pernah mendekam 10 bulan penjara dengan dua tahun masa percobaan akibat penggunaan mariyuana.

Aktor Ju Ji-hoon yang makin dikenal berkat aktingnya dalam serial Netflix, 'Kingdom', juga terancam tak bisa lagi dilihat para penggemar karena pernah dihukum 6 bulan penjara dengan satu tahun percobaan karena penyalahgunaan narkotika.

Komedian Lee Soo-geun yang aktif dalam variety show 'Knowing Brothers' serta mantan anggota boyband H.O.T Tony An turut terancam tak lagi muncul di layar kaca akibat pernah terlibat perjudian. Red dari www.koreaboo.com

 

Liberia - Kepolisian Liberia menutup stasiun radio Roots FM yang selama ini kerap mengkritik Presiden George Weah. Radio tersebut dituduh menghasut terjadinya kekerasan. Penutupan tersebut pun memicu aksi protes masyarakat, Kepolisian menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang menolak penutupan tersebut.

Roots FM dimiliki oleh Henry Costa, salah satu pemimpin kelompok yang mengorganisir protes jalanan anti-pemerintah pada 17 Juni lalu. Aksi tersebut sempat melumpuhkan beberapa wilayah ibu kota.

Costa kerap mengkritik Weah, mantan bintang sepak bola yang resmi menjadi presiden pada Januari tahun lalu.

Polisi anti huru-hara yang dilengkapi senjata mengepung gedung stasiun radio pada Kamis pagi. Akibatnya, para pekerja tidak bisa keluar-masuk kantor. Aparat juga menembakkan gas air mata ke pendukung stasiun radio yang berkumpul di luar.

Costa yang berada di Amerika Serikat, tempat ia biasa membuat siaran, menentang keras tindakan tersebut. "Ini hari yang sangat menyedihkan, tetapi saya dapat meyakinkan Anda bahwa kami tidak akan pernah bisa dibungkam," kata Costa dalam wawancara telepon kepada AFP.

Pengacara negara Liberia Cyrinus Cephus mengatakan stasiun radio itu mendorong orang-orang melakukan kekerasan dengan melawan pemerintah. "Mereka melakukan tindakan kriminal. Mereka menggunakan media untuk menyebarkan pesan yang menghasut warga Liberia," kata Cephus

"Mulai hari izin siaran Roots FM telah dicabut oleh pemerintah Liberia," kata Cyrinus Cephus pada konferensi pers.

Persatuan Pers  Liberia pekan lalu mengecam Roots FM dan Freedom FM, radio lainnya yang dimiliki oleh seorang pejabat pemerintah, karena selalu melontarkan hinaan kepada pemerintah melalui radio.

"Itu bukan jurnalisme dan menghancurkan citra jurnalisme yang baik di Liberia. Saya meminta pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap Roots FM dan Freedom FM," kata pimpinan Pers Persatuan Liberia Charles Coffey. Red dari https://africafeeds.com

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.