Pemerintah Afrika Selatan meminta rakyatnya untuk bersiap menghadapi kedatangan TV digital. Kedatangan tersebut dijadwalkan terjadi sebelum Piala Dunia tahun 2010, sehingga membebaskan spektrum siaran yang sangat berharga di seluruh negeri untuk penggunaan-penggunaan yang belum sepenuhnya dipahami dan teknologi-teknologi yang belum juga tersedia. Lalu, rencana kedatangan tersebut ditunda. Target kedatangan yang lebih realistis pun dibuat, dan pemerintah meminta pabrik elektronik lokal untuk mempersiapkan diri mereka mengikuti proses lelang untuk memproduksi set-top boxes yang bisa mengubah kode sinyal digital. Rencana ini akan dilakukan pada bulan Nopember 2011. Kotak-kotaknya akan disubsidi, dan transisinya akan menjadi sebuah kesempatan baik untuk mengembangkan pabrikan lokal. Akan tetapi rencana ini juga kembali ditunda.
Kini, dengan batas waktu Juni 2015 untuk perubahan ke TV digital yang semakin dekat, Menteri Komunikasi Afrika Selatan sekali lagi mencoba memulai transisi yang sudah dilakukan oleh banyak negara lain. Pemerintah dan sektor swasta sekali lagi menghadapi berbagai masalah, dan masalah-masalah ini unik bagi Afrika Selatan.
Di Amerika, meskipun sedikit tertunda, ketika Amerika beralih ke TV digital pada tahun 2009, proses awalnya nampak berlangsung mulus. Banyak kekhawatiran yang dialami oleh para politisi Amerika dan pakar industri pada waktu itu kini melanda Afrika Selatan.
Kini dikhawatirkan rakyat miskin akan sangat terpengaruh dengan pergantian ini. TV digital baru akan memerlukan sebuah kotak konverter yang harganya sekitar Rp. 800.000, angka yang sulit dijangkau oleh banyak rakyat Afrika Selatan. Dari 11.5 juta rumahtangga dengan televisi di negeri ini, diperkirakan 5 jutanya tidak akan mampu membeli kotak konverter tersebut, berapa pun harganya.
Pemerintah melihat kebutuhan ini sebagai sebuah kesempatan, dan berjanji akan memberikan subsidi besar berupa jutaan set-top boxes bagi rakyatnya yang miskin. Pemerintah juga berjanji akan bekerjasama dengan para produsen di Afrika Selatan untuk membuat kotak-kotak untuk memenuhi pasar lokal, dengan menyediakan sekitar Rp. 300 milyar setiap tahunnya selama 2 tahun subsidi. Pemerintah berharap untuk kemudian bisa mengekspor kotak-kotak konverter tersebut ke negara-negara tetangga ketika mereka juga harus melakukan perpindahan digital ini.
Namun demikian, penundaan-penundaan yang sebelumnya terjadi dan kurangnya komunikasi antara pemerintah dan sektor industri swasta telah membuat banyak pihak khawatir. Mereka mengatakan bahwa subsidi - berdasarkan pada sistem vocer yang ditukar di toko ritel - tidak efisien dan uangnya lebih baik digunakan untuk mendukung sektor industri secara langsung.
Perusahaan-perusahaan telekomunikasi Afrika Selatan sedang secara teliti menghitung jumlah spektrum yang akan dibebaskan untuk keperluan perubahan digital ini. Banyak pihak melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk mulai memasarkan pitalebar nirkabel (wireless broadband) ke seluruh penjuru Afrika Selatan. Transisi di bidang ekonomi yang berkaitan dengan konten siaran mungkin bisa menjadi cetakbiru (blueprint) bagi transisi-transisi sejenis di Afrika bagian selatan.
Afrika Selatan juga merupakan anggota International Telecommunication Union (ITU). Organisasi ini menghimbau anggota-anggotanya untuk melakukan transisi ke TV digital paling lambat 17 Juni 2015. Red dari Dave Mayers terjemahan Agus Santoto