Jakarta – Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota atau Pemilukada 2018, memasuki periode atau masa tenang. Terkait hal itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengingatkan kembali lembaga penyiaran tentang surat edaran terkait penyiaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 yang dikeluarkan awal Februari 2018 pada saat masa tenang selama tiga hari (24-26 Juni 2018) sebelum hari pencoblosan. 

Secara umum, surat edaran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis ini, mengatur tentang penyiaran Pilkada 2018 pada masa kampanye, masa tenang dan hari pemilihan. Surat edaran ini dilandaskan pada regulasi yang sudah ada yakni, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran, Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Dalam melakukan kegiatan penyiaran pada masa Pilkada 2018, terutama saat masa tenang, lembaga penyiaran diwajibkan mematuhi ketentuan sebagai berikut:

1.    Masa Kampanye

1.1.    Lembaga Penyiaran wajib mengedepankan prinsip keberimbangan dan proporsionalitas dalam penyiaran pemilihan 2018 dalam bentuk:

-       Penayangan Peserta Pemilihan 2018 sebagai narasumber maupun materi pemberitaan;

-       Kehadiran Peserta Pemilihan 2018 sebagai bagian dalam program siaran.

1.2.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan 2018 sebagai pemeran sandiwara seperti sinetron, drama, film, dan/atau bentuk lainnya.

1.3.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan 2018  sebagai pembawa program siaran.

1.4.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan iklan kampanye selain yang dibiayai oleh Penyelenggara Pilkada.

1.5.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan Peserta Pemilihan 2018  sebagai pemeran iklan selain yang dibiayai oleh Penyelenggara Pilkada.

1.6.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan “ucapan selamat” oleh Peserta Pemilihan 2018.

2.    Masa Tenang

2.1.    Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan seluruh ketentuan yang diatur pada poin 1.

2.2.    Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon.

2.3.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan kembali debat terbuka.

2.4.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan kembali liputan kegiatan kampanye.

2.5.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan jajak pendapat tentang Pasangan Calon Peserta Pemilihan 2018

3.    Hari Pemilihan

3.1.    Lembaga Penyiaran dilarang menayangkan jajak pendapat tentang Pasangan Calon Peserta Pemilihan 2018.

3.2.    Penayangan hasil hitung cepat dapat dilaksanakan setelah Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup pada pukul 13.00 waktu setempat. ***

 

 

Jakarta – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) meminta lembaga penyiaran tidak menyiarkan secara langsung (live) proses persidangan kasus terorisme di Pengadilan. Permintaan ini sejalan dengan surat edaran ke lembaga penyiaran yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang pemberitaan dan penyiaran proses persidangan di Pengadilan, khususnya kasus terorisme, awal Juni ini. 

 

“Kami meminta lembaga penyiaran menghormati surat edaran yang dikeluarkan KPI. Upaya tersebut demi kepentingan bersama terutama untuk menjaga keamanan perangkat persidangan dan saksi yang akan dimintai keterangan oleh majelis hakim,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung RI, Abdullah, kepada kpi.go.id, Kamis (21/6/2018).

 

Menurut Abdullah, keamanan perangkat pengadilan dan saksi dapat terancam karena identitas mereka diketahui jika proses persidangan kasus terorisme disiarkan langsung ke publik. “Hal lainnya, keterangan saksi yang disampaikan dalam persidangan sudah didengar atau diketahui oleh saksi lain yang akan memberikan keterangan, dan akan mempengaruhi keterangan saksi lainnya karena sudah diketahui melalui media,” jelasnya.

 

Abdullah mengatakan pelarangan siaran “live” semua proses persidangan termasuk kasus terorisme bukan untuk membatasi kebebasan pers dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.  Pelarangan siaran “live” ini sangat berkaitan dengan kepentingan yang lebih luas yakni keamanan bangsa dan negara dari ancaman terorisme.

 

“Kami khawatir dampak buruk dari siaran langsung persidangan semua kasus termasuk kasus terorisme dapat membahayakan semua pihak dan memunculkan sel-sel baru terorisme di tanah air. Kita ingin potensi-potensi kemunculan sel-sel terorisme itu kita hilangkan dan tidak memberi ruang bagi penokohan teroris,” kata Abdullah. 

 

Sebelumnya, KPI mengeluarkan surat edaran No. 365/K/KPI/31.2/06/2018, tertanggal (8/6/2018), ke semua lembaga penyiaran terkait pemberitaan proses persidangan di pengadilan, khususnya kasus terorisme. Dalam edaran itu, lembaga penyiaran diharapkan senantiasa memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 

1. Kewibawaan lembaga peradilan dan kelancaran proses persidangan;

2. Keamanan perangkat persidangan dan saksi;

3. Potensi penyebaran ideologi terorisme dan penokohan teroris.

 

Berdasarkan di atas, KPI meminta seluruh lembaga penyiaran diminta untuk tidak menyiarkan secara langsung proses persidangan di pengadilan, khususnya kasus terorisme. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran kedua untuk program siaran “Pagi-Pagi Pasti Happy” Trans TV. Program yang disiarkan Trans TV pada 31 Mei 2018 pagi ini mengulas permasalahan pribadi Almarhum K.H Zainuddin M.Z. Hal ini melanggar ketentuan penghormatan terhadap hal privasi serta perlindungan anak-anak dan remaja.

Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam surat teguran kedua untuk Trans TV terkait program tersebut yang ditandatanganinya Jumat (8/6/2018).

Program siaran tersebut, kata Andre, panggilan akrabnya, menampilkan perbincangan antara pembawa acara dengan wanita yang menceritakan permasalahan pribadinya dengan Alm. K.H Zainuddin M. 

“Kami menilai muatan yang mengumbar aib pribadi tidak dapat ditayangkan. Selain itu salah satu pihak yang dibicarakan sudah meninggal sehingga tidak bisa dilakukan klarifikasi. Padahal ada kewajiban program siaran untuk menghormati hak privasi,” jelas Ketua KPI Pusat,

Tayangan tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 13 dan Pasal 14 serta Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 Pasal 13 Ayat (1) dan Pasal 15 Ayat (1). “Berdasarkan pelanggaran itulah, KPI Pusat memberikan sanksi administratif teguran tertulis kedua,” kata Andre. 

Sebelumnya, program yang sama telah mendapatkan sanksi administratif teguran tertulis nomor 49/K/KPI/31.2/02/2018 tertanggal 1 Februari 2018. 

“Kami meminta Trans TV menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. Kami harap teguran tertulis kedua ini diperhatikan serta dipatuhi sekaligus segera melakukan perbaikan agar tidak terulang kesalahan dan pelanggaran lain terhadap aturan penyiaran,” tandasnya. 

Surat teguran kedua program “Pagi-Pagi Pasti Happy” juga ditembuskan ke Presiden RI, DPR RI, Kemenkominfo, Dewan Periklanan Indonesia, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia. ***

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.