Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melaksanakan kegiatan penyusunan peraturan tentang pedoman  Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum 2019 di Lembaga Penyiaran. Acara yang berlangsung Hotel Grand Mercure, Kamis (14/2/2019) dilakukan dalam rangka menghadapi masa kampanye  Pemilu 2019 melalui lembaga penyiaran 24 Maret sampai 13 April, masa tenang 14 sampai 16 April, dan hari pemilihan 17 April mendatang.

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat membuka kegiatan mengatakan, pedoman ini merupakan langkah cepat pihaknya untuk menyukseskan program prioritas nasional yakni Pemilu 2019. Pedoman ini untuk memudahkan tim pemantau mengawasi siaran Pemilu. “KPI merupakan alat utama dan ujung tombak dalam pengawasan isi siaran,” jelasnya.

Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano, mengatakan pedoman ini akan digunakan tim pemantauan isi siaran KPI dalam mengawasi siaran iklan dan pemberitaan Pemilu di lembaga penyiaran. 

“Kita ingin pemantauan siaran Pemilu di lembaga penyiaran dilakukan secara sistematis, terukur dan efektif. Jadi ketika ditemukan ada potensi pelanggaran siaran Pemilu, hal itu akan cepat ditangani,” katanya usai acara tersebut.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano.

Hardly menjelaskan, pembahasan pedoman pengawasan ini termasuk 12 agenda prioritas KPI terkait Pemilu 2019. Mulai dari kegiatan diskusi publik, bimbingan teknis, rapat koordinasi ke daerah hingga sosialisasi peraturan. 

“Kita perlu melakukan bimbingan teknis untuk pembekalan teknis soal Pemilu. Kita juga akan melakukan rapat koordinasi di delapan daerah di Indonesia. Kita ingin melihat dan mendengarkan permasalahan yang ada di daerah dalam menghadapi Pemilu ini,” kata Hardly. 

Nantinya, KPI akan mengadakan rapat dengan Gugus Tugas Penyiaran Pemilu 2019 dan mengundang seluruh KPID. “KPID akan mendengarkan langsung arahan dari Gugus Tugas dan pengaturan yang sudah kami buat nantinya,” jelasnya.

Anggota Komisi I DPR RI, Lena Maryana, salah satu narasumber pembahasan pedoman pengawasan siaran Pemilu 2019, mendukung langkah yang dilakukan KPI membuat pedoman tersebut. Menurutnya, pengawasan Pemilu ini merupakan tugas berat karena cakupan pengawasan KPI jadi tambah luas. 

Anggota Komisi I DPR RI, Lena Maryana.

Dia berharap KPI dapat bekerja optimal dalam pengawasan Pemilu meskipun ada keterbatasan di daerah. “KPID kami anggap manusia super walaupun keterbatasan anggaran tetap dapat melakukan pengawasan. 

Lena mengingatkan daerah untuk menjaga keterbukaan informasi dan independen. “Kami tidak ingin fungsi pengawasan KPID jadi partisan atau berpihak. Mereka harus melakukan fungsi aspirasi dan independensi. Jadi betul betul KPI berdiri di tengah,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Lena meminta lembaga penyiaran memberitakan informasi tentang Pemilu 2019 secara jelas. Menurutnya, pemberitaan di TV cenderung didominasi informasi soal Pemilihan Presiden. Informasi tentang Pemilihan Legislatif sangat minim. 

“Saya dapilnya di luar negeri, banyak orang luar mengira pemilihan di Indonesia hanya Pilpres saja. Dapat dikatakan hanya sepuluh persen yang tahu pemilihan kali ini merupakan pemilihan serentak. Ini jadi tantangan kita bersama. Fakta ini ada di masyarakat. Mereka belum paham soal Pemilu secara menyeluruh. Mereka bahkan belum tahu warna kertas untuk pencoblasan nanti,” ungkap Lena.

Dia berjanji akan memberikan dukungan yang luar biasa bagi KPI.

Pembahasan pedoman pengawasan yang berlangsung mulai pagi hingga sore hari tersebut dihadiri Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, Mayong Suryo Laksono, Dewi Setyarini dan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. ***

 

 

Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dr. Dedeh Fardiah menegaskan bahwa media radio tidak akan pernah mati.

"Menurut survei Nielsen sekitar 30-37 persen, radio masih diminati. Itu menunjukkan kecenderungan penikmat radio naik," katanya saat dihubungi Radio Dakta, Rabu (13/2).

Menurutnya, hal itu juga karena fenomena media radio yang saat ini sudah berkonvergensi menjadi digital.

"Sehingga radio tidak hanya didengarkan secara konvensional tapi juga dapat disimak melalui media sosial atau streaming," ucapnya.

Setiap 13 Februari diperingati sebagai Hari Radio Sedunia atau World Radio Day. Pada tahun ini mengusung tema mendunia.

"Tema mendunia karena bagaimana sekarang pendengar radio kembali mendengarkan siaran dengan berbagai media," ujarnya.

Ia mengungkapkan, masing-masing media mempunyai segmen pendengar tersendiri. Konvergensi radio dengan internet menimbulkan radio-radio digital. Sehingga, saat ini banyak masyarakat yang memilih untuk menikmati radio melalui internet dan aplikasi yang bisa diuduh di Android dan iOS.

"Semakin orang menua, maka dia akan semakin mendengarkan radio. Orang yang jauh dari akses internet atau dalam perjalanan, pasti mendengar radio. Itulah mengapa radio tidak akan pernah mati," terangnya.

Kendati demikian, ia mengingatkan jika industri radio harus memuat konten-konten yang kreatif dan inovatif, karena kalau tidak, persaingan dunia digital yang masif bisa menggerus pendengar setia radio.

"Persaingan radio dengan media digital tentu terjadi. Untuk itu radio juga harus memanfaatkan kreativitasnya dengan menggunakan media sosial dalam menggaet pendengar. Misalnya siaran langsung di Facebook atau live Instagram," ucapnya. 

Tanggal 13 Februari ditetapkan sebagai Hari Radio Sedunia (World Radio Day). Radio merupakan salah media komunikasi yang kuat atau powerful.

World Radio Day ditetapkan pada tanggal 13 Februari ini karena bertepatan dengan berdirinya Radio PBB (United Nations Radio) pada tahun 1946. 

Awal mula ide ini datang dari Spanish Academy of  Radio yang merupakan delegasi permanen UNESCO yang beranggapan bahwa radio sebagai salah satu instrumen penting dalam perubahan sosial dunia, dan berharap dengan  adanya peringatan Hari Radio Sedunia akan bisa memberikan peningkatan terhadap kepedulian masyarakat mengenai informasi yang ada di sekitar mereka.  Red dari DAKTA.COM

 

Rapat persiapan penandatanganan nota kesepahaman tentang Penyediaan Pemanfaatan, Pengembangan Data dan Informasi Serta Dukungan Kegiatan dalam Lingkup Tugas Penyelenggaraan Statistik dan Pengawasan Penyiaran. Rencana tersebut dibahas dalam rapat koordinasi kedua lembaga di Kantor KPI Pusat, Kamis (15/2/2019).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tengah mempersiapkan penandatanganan nota kesepahaman tentang Penyediaan Pemanfaatan, Pengembangan Data dan Informasi Serta Dukungan Kegiatan dalam Lingkup Tugas Penyelenggaraan Statistik dan Pengawasan Penyiaran. Rencana tersebut dibahas dalam rapat koordinasi kedua lembaga di Kantor KPI Pusat, Kamis (15/2/2019).

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam rapat tersebut mengatakan, pihaknya menyambut baik kerjasama dengan BPS karena masing-masing pihak memiliki data dan informasi yang bermanfaat. KPI memiliki data hasil survey indeks kualitas program siaran televisi yang sekarang dikelola secara mandiri oleh bagian pusat kajian dan data KPI Pusat. 

“Kerjasama ini akan menambah khazanah data di tanah air. Kita juga akan saling mendukung dalam kegiatan pelaksanaan survei masing-masing lembaga,” kata Andre.

Dia berharap, kerjasama ini melahirkan tatanan penyiaran yang baik secara konten dengan tujuan memberi kenyamanan menonton bagi masyarakat.

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio menambahkan, kerjasama ini tak hanya bicara soal survey tapi juga target yang lebih besar dan baru yakni cakupan data yang luas atau big data. “Kita juga tidak membicarakan soal media konvensional tapi juga media baru,” jelasnya.

Menurut Agung, infrastruktur yang dipunya BPS dapat membantu KPI dalam pengayaan data terkait penyiaran di tanah air. “BPS punya alat algoritma untuk itu dan ini dapat memperkaya data kami,” katanya. 

Dalam rapat itu, BPS di wakili Direktur Pengembangan Metode Sensus dan Survei, Heru Margono. Sementara itu, selain Ketua KPI Pusat dan Komisioner Agung Suprio, turut hadir Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Ubaidillah serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. ***

 

 

Samarinda - Keberadaan radio hingga kini masih sangat relevan menjadi sarana berdialog yang mempertemukan publik dengan para pemangku kepentingan.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur Hendro Prasetyo dalam dialog RRI memperingati Hari Radio Sedunia 2019 yang tahun ini bertema Dialog, Toleransi dan Perdamaian.

Menurut Hendro radio sebagai media penyiaran memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi sehingga di era modern seperti saat sekarang masih mempunyai publik pendengar yang setia. Terbukti radio kini didukung dengan beragam platform media, salah satunya seperti radiostreaming yang dapat diakses melalui internet.

Hendro yang pernah menjabat Kepala LPP RRI Samarinda di tahun 2010 tersebut optimis radio tidak akan pernah mati dan ditinggalkan publik.

“Saya meyakini radio tidak akan pernah mati karena kemampuan adaptasinya tinggi, kan radio jangkauan siarannya luas, biayanya murah, informasinya cepat, bisa didengar semua umur dan latarbelakang ekonomi mana saja. Kita bisa dengar radio sambil memasak, sambil menyetir atau sambil berladang,” ungkap Hendro, Rabu (13/2/2019).

Namun begitu, saat ini insan radio di Kalimantan Timur dihadapkan pada tantangan mengemas program dan konten siaran yang kreatif. Ketua KPID Kaltim Hendro Prastyo menekankan agar pelaku di seluruh lembaga penyiaran radio tetap harus mengedepankan siaran yang sehat, mencerdaskan dan bertanggungjawab terlebih memasuki tahun politik 2019 maka radio harus independen menyajikan realitas politik yang mendidik. Red dari rri.co.id

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis.

Jakarta – Rapat Koordinasi yang diinisiasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) jelang berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Kantor Dewan Pers, Rabu (13/2/2019), mendorong peran media khususnya media penyiaran untuk menjaga independensi serta adil, berimbang dan proposional dalam menyampaikan semua pemberitaan dan iklan para kontestan.

Rakor yang dihadiri Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, Deputi VII Kemenkopolhukam, Rus Nurhadi Sutejo, dan perwakilan dari beberapa instansi dan lembaga pemerintah, membahas peran media dalam Pemilu 2019 agar berjalan baik, aman, damai dan berkualitas. 

Di awal acara, Deputi bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenkopolhukam, Rus Nurhadi mengatakan, media terutama media penyiaran harus menjadi corong keadilan bagi semua pihak dengan tidak berpihak kepada siapapun atau kepentingan kelompok manapun.

“Jangan sampai independensi dan netralitas media hilang hanya karena kepentingan tertentu. Media harus menjaga jarak. Proposional dan idealisme media harus diutamakan agar publik tetap percaya kepada media ini,” pintanya saat membuka rapat.

Menyikap hal itu, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengingatkan media agar tak genit kepada kepentingan politik praktis. Meskipun kedekatan itu akan menguntungkan media itu sendiri. Menurutnya, pendukung fanatik partai akan tetap mengonsumsi konten bias yang mereka produksi, bukan berdasarkan kepercayaan dan kredibilitas nama media.

“Adanya singgungan antara pemilik dengan kepentingan politik dan dapur redaksi harus dihindari. Ini untuk menjaga netralitas, independensi dan keberimbang media penyiaran,” jelasnya.

KPI akan memastikan konten Pemilu supaya tetap berimbang. “Kami pun akan mencermati potensi munculnya informasi hoaks. Karena itu, kami mengajak seluruh pihak untuk dapat mengambil peran dalam mengawal siaran Pemilu,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Selain itu, lanjut Andre, menilai perlunya aturan tentang penyiaran Pemilu yang jelas bagi media penyiaran. Karenanya, KPI terus mendorong penyelenggara Pemilu untuk membuat aturan siaran kampanye di lembaga penyiaran. 

“Kami terus melakukan koordinasi dengan Gugus Tugas seperti KPU, Bawaslu dan Dewan Pers ketika menemukan masalah. Hal ini mempercepat putusan penyelesaian masalah,” kata Andre.

Dalam kesempatan itu, KPI meminta media untuk melakukan sosialisasi massif kepada publik terkait pelaksanaan Pemilu 2019. Selain untuk meningkatkan partisipasi publik, upaya ini akan membentuk suasana Pemilu yang baik. “Kami juga minta lembaga penyiaran tak hanya menyiarkan informasi soal Capres dan Cawapres saja. Banyak kontestan yang perlu diketahui publik karena Pemilu ini tidak hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden tapi juga Anggota Legislatif dan DPD,” pintanya.

Sementara Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengutarakan bagaimana peran media sebagai media pengembang partisipasi publik dalam Pemilu. Media harus juga menjadi pendidik politik bagi masyarakat seperti cara menggunakan hak pilihnya. 

“Media bisa menyampaikan atau mengangkat suara pemilih tentang apa yang mereka inginkan dan butuhkan selain juga memberikan perkembangan kampanye Pemilu. Media juga menyediakan informasi menyangkut platform partai politik mulai dari calon legislatif, DPD, capres cawapres dan rekam jejaknya,” kata Stanley, panggilan akrabnya. 

Menurut Stanley, jika peran itu dijalankan media secara benar, hal itu akan melahirkan Pemilu yang berkualitas. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.