Semarang – Keberadaan radio dinilai akan tetap bisa eksis meski saat ini adalah era internet. Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah Muhammad Rofiuddin menyatakan sejak dulu radio dipandang sebagai media lama yang akan ditelan zaman. “Namun pada kenyataannya, hingga kini keberadaan radio masih tetap eksis. Bahkan di kota-kota besar, bisnis dan eksistensi radio sangat diperhitungkan,” kata Rofiuddin saat menjadi pembicara dalam acara “Menikahkan Radio dengan Perkembangan Teknologi dan Informasi” yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Magelang dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Kota Magelang, (29/12).

Rofiuddin mengakui penggunaan internet saat ini terus mengalami peningkatan yang cukup pesat. Saat ini, alat komunikasi dan platform media yang selalu menempel dibawa seseorang adalah gadget, smart phone maupun mobile phone. Semakin mudah dan murahnya akses internet ikut mendorong penggunaan medium jenis ini terus meningkat.  Menurut Rofiuddin, keberadaan internet harus dijadikan peluang oleh para pengelola radio. Untuk itu, pengelola radio menggunakan internet untuk ikut menopang radio. Misalnya, pengelola radio harus berinteraksi dengan para pendengar dengan menggunakan media sosial (seperti Face Book, Twitter, Instragram dan lain-lain) maupun aplikasi messanger (seperti WhatApp dan BlackBerry Messanger). Untuk mengakses radio, pengelola radio juga bisa membuat versi streaming.

Survei Nielsen Consumer Media View (Survei Nielsen Indonesia 2017) menyebut bahwa penetrasi radio masih menempati urutan keempat dibanding jenis media lain. “Televisi masih menjadi media utama bagi masyarakat Indonesia, dimana penetrasinya mencapai 96 persen,” katanya.
Selanjutnya media luar ruang dengan penetrasi 53 persen, internet 44 persen, dan di posisi keempat media radio 37 persen. Adapun penetrasi media koran hanya 7 persen serta majalah dan tabloid 3 persen.

Rofiuddin menyatakan, jika dibandingkan hasil survey 2016, penetrasi radio mengalami penurunan. Tapi sangat sedikit, yakni 1 persen. “Penetrasi media yang kenaikan sangat cepat hanyalah internet. Lima tahun lalu (2012), penestrasi internet baru mencapai 26 persen tapi tahun ini (2017) sudah mencapai 44 persen,” kata Rofiuddin.

Adapun survey Nielsen Radio Audience Measurement pada kuartal ketiga 2016 menemukan bahwa 57 persen dari total pendengar radio berasal dari Generasi Z dan Millenials. Sebanyak empat dari sepuluh orang pendengar radio mendengarkan radio melalui perangkat yang lebih personal, yaitu mobile phone.  Angka penetrasi mingguan tersebut menunjukkan  radio masih didengarkan oleh sekitar 20 juta orang konsumen di Indonesia. Para pendengar radio di 11 kota di Indonesia yang disurvei Nielsen ini setidaknya menghabiskan rata-rata waktu 139 menit per hari.

Menurut Nielsen, waktu mendengarkan radio per minggu, masih tumbuh dari tahun ke tahun. Pada 2014, pendengar radio hanya menghabiskan waktu selama 16 jam per minggunya. Adapun pada 2015 dan 2016 masing-masing 16 jam 14 menit dan 16 jam 18 menit per pekan. “Hasil survey diatas menjadi salah satu bukti bahwa radio belum akan mengalami masa suram,” kata Rofiuddin.

Dia menambahkan saat ini juga banyak sekali orang yang ingin mendirikan radio. Namun, keinginan itu tak bisa direalisasi semuanya karena pendirian radio terkait dengan ketersediaan kanal frekuensi. “Logikanya, untuk apa orang berebut ingin mendirikan radio jika radio tidak memiliki prospek. Tapi saat ini banyak orang berebut ingin mendirikan radio,” kata Rofiuddin.  

Beberapa kunci agar radio bisa eksis di era internet adalah radio harus memberikan informasi yang up to date dan terpercaya. Di era internet yang banyak berseliweran berita bohong dan informasi palsu maka radio harus bisa menjadi pencerah dan penunjuk informasi yang valid. Radio juga harus bisa memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi; radio harus meningkatkan interaksi dengan pendengar, terutama di media sosial dan aplikasi messanger; radio harus menggandeng lembaga/instansi lain; serta radio harus memperbanyak membuat acara-acara off air.

Adapun dari sisi sumber daya manusianya, pengelola radio dituntut memiliki kompetensi dan kualifikasi tinggi. Selain itu, mereka juga harus menguasai teknologi dan mampu mengoperasikan peralatan (tidak gaptek). “Perkembangan zaman harus menjadi tantangan dan peluang, bukan hambatan,” kata Rofiuddin.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat peringatan untuk program siaran “Hotman Paris Show”. Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis KPI Pusat, program yang ditayangkan I-News TV pada 12 Desember 2017 mulai pukul 22.00 WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang penghormatan hak privasi sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012.

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat peringatan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Jumat (22/12/2017).

Menurut penjelasan di surat, program tersebut menampilkan host yang menanyakan hal-hal privasi kepada bintang tamu (Nafa Urbach) seperti mengenai gaya berpacaran, hubungan yang pernah dijalin sebelum pernikahan, dan malam pertama.

KPI Pusat menilai hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 13 Ayat (1) SPS KPI Tahun 2012 tentang kewajiban program siaran untuk menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi. “Berdasarkan hal tersebut KPI Pusat memutuskan untuk memberikan peringatan,” kata Yuliandre dikutip dari surat peringatan itu.

Peringatan ini merupakan bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). “I-News TV wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam menyiarkan sebuah program siaran,” kata Andre. ***

Literasi Media KPID Jawa Tengah di Jepara

Jepara– Para siswa/siswi maupun para pelajar diminta untuk selalu kritis dan cerdas dalam mengkonsumsi media, baik media lembaga penyiaran, cetak maupun media online. Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah Dini Inayati menyatakan produk media sudah mengalami dekontruksi sedemikian rupa sehingga kadang-kadang tidak bebas nilai.

“Untuk itu, kita harus hati-hati dalam mengkonsumsi media. Apalagi, akhir-akhir ini banyak pemilik media yang juga aktif di politik praktis sehingga pemberitaannya tidak berimbang dan netral,” kata Dini Inayati saat membuka acara literasi media yang digelar di sekolahan Yayasan Hasan Kafrawi, Pancur, Mayong, Jepara (19/12). Siswa yang ikut literasi media sekitar 100 orang terdiri dari siswa Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Tsanawiyah yang berada dibawah payung Yayasan Hasan Kafrawi.

Rofiuddin dari KPID Jawa Tengah yang menjadi pembicara dalam acara tersebut menambahkan, televisi dan radio bisa bersiaran karena menggunakan frekuwensi publik. Mereka harus menyuarakan kepentingan publik. Tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok tertentu. Menurut Rofiuddin, siaran televisi menimbulkan dampak positif sekaligus dampak negatif. Dari sisi dampak positif, televisi bisa menghadirkan hiburan. Selain itu, televisi juga bisa menghadirkan informasi bagi para penontonnya. Namun, televisi juga menimbulkan dampak negatif. Misalnya: bisa mendorong perubahan atau pengaruh persepsi terhadap sesuatu, mengubah perilaku dan norma-norma (kesopanan) sosial, membuat orang lebih agresif, membuat hubungan kekeluargaan merenggang, merusak mata, menimbulkan kecemasan, perilaku seksual pranikah remaja, bahkan trauma. “Tayangan TV juga bisa mendorong sikap konsumerisme,” kata Rofiuddin.

Dirinya meminta agar para pelajar bisa bijak dalam mengkonsumsi televisi. Misalnya: buat kesepakatan tentang pola menonton TV, anak-anak harus didampingi dan dibimbing saat menonton TV, pilihlah acara yang mendidik dan tonton acara sesuai kategori, menjadikan kegiatan menonton TV sebagai pilihan sadar yang memiliki tujuan, tonton tv sesuai kebutuhan bukan keinginan dan ambil manfaatnya, pilih acara tv yang mendidik dan informatif, jangan tonton acara yang tidak baik, jangan sampai kita dibuat kecanduan acara TV, serta kita harus selalu kritis dan tidak mudah percaya dan terpengaruh.

Ketua Yayasan Hasan Kafrawi Jamal Lutfi berpesan agar para siswa tidak mudah terpancing jika ada kabar atau informasi yang beredar. Siswa harus membiasakan tabayyun (meminta penjelasan) jika menerima informasi. Sebab, informasi itu bisa jadi hanya hoaks (kabar bohong). “Kami juga meminta agar para siswa banyak membaca agar pengetahuannya bisa lebih luas,” kata Jamal. Siswa juga diminta untuk membiasakan diri menyampaikan ide, gagasan dan pendapat kepada orang lain. 

Adapun kepala Biro Muria Suara Merdeka, Muhammadun Sanomae menambahkan, saat ini hoaks sangat menggurita. Berbagai isu tersebar sedemikian rupa sehingga publik bisa dengan mudah mempercayainya. Untuk itu, Muhammadun juga berpesan agar para siswa bisa cerdas mengkonsumsi media. “Tidak hanya perbanyak membaca, saya juga pesan kepada adik-adik agar banyak menulis konten positif di media sosial,” kata Muhammadun.

Jakarta - Kepatuhan lembaga penyiaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) mengalami peningkatan pada tahun 2017. Hal tersebut dapat dilihat dari rekapitulasi sanksi yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sepanjang tahun 2017 yang berjumlah 82 dan terdiri atas; 69 teguran tertulis pertama, 8 teguran tertulis kedua, dan 5 penghentian sementara. Jumlah ini tentunya berbeda dengan sanksi yang dikeluarkan KPI pada tahun 2016 yang berjumlah 175 dan terdiri atas; 157 teguran tertulis pertama, 14 teguran tertulis kedua, dan 4 penghentian sementara.

Menurut Hardly Stefano Pariela, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, hal ini merupakan buah dari kebijakan KPI dalam melakukan strategi atau pendekatan dalam pengawasan isi siaran dengan cara persuasif dan imperatif. “KPI menitikberatkan adanya sinergi antara para pemangku kepentingan penyiaran untuk meningkatkan kualitas isi siaran,” ujar Hardly.

Hal lain yang juga menjadi hasil kerja KPI pada tahun 2017 adalah penayangan Iklan Layanan Masyarakat (LM) minimal 5 kali per hari, penyediaan juru bicara isyarat pada satu program berita di setiap lembaga penyiaran, serta penyelenggaraan Sekolah P3 & SPS yang sepanjang tahun 2017 telah melahirkan 10 angkatan dengan 302 murid yang terdiri atas 230 praktisi lembaga penyiaran, 15 masyarakat umum, 23 mahasiswa, dan 34 perwakilan KPI Daerah.

Sementara itu dari bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), sepanjang tahun 2017 Izin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) yang telah dikeluarkan KPI bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah sebanyak 678 buah, yang terdiri atas radio dan televisi. Kerjasama KPI dengan Kemenkominfo juga dilakukan dalam mengimplementasikan Nawa Cita Presiden melalui penguatan siaran digital di beberapa titik wilayah perbatasan antarnegara. Pada tahun 2017, terdapat 10 titik di wilayah perbatasan antar-negara yang telah melakukan uji coba siaran digital dengan konten siaran yang disediakan oleh lembaga-lembaga penyiaran yang sudah ada. “Dengan adanya penguatan siaran digital ini, diharapkan hak-hak informasi bagi masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan antar-negara dapat dipenuhi”, ujar Agung Suprio selaku Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang PS2P. 

Hal lain yang juga menjadi fokus KPI di bidang PS2P, menurut Agung, yakni pengawasan siaran lokal dalam rangka pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) pada 14 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi, serta sosialisasi Permenkominfo nomor 18 tahun 2016 tentang persyaratan dan tata cara perizinan penyelenggaraan penyiaran, yang sudah menggunakan proses elektronik atau e-licensing.

KPI sendiri, secara kelembagaan terus melakukan penguatan pada posisi anggaran KPI di daerah, serta memperkuat posisi tawarnya sebagai lembaga yang melayani masyarakat di bidang penyiaran. Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang kelembagaan, Prof Obsatar Sinaga mengatakan, KPI telah melakukan mediasi intensif dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kemenkominfo tentang anggaran KPI Daerah yang selama ini menjadi perdebatan panjang akibat perbedaan substansi Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017 di Depok, Jawa Barat, diperoleh rekomendasi yang sudah disepakati oleh pihak Kemendagri, bahwa pelaksananaan Undang-Undang nomo 23 tahun 2014 tidak dapat menggugurkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002. “Hal ini dikarenakan berlaku lex specialist, sehingga anggaran KPID masih berada di APBD pada masing-masing daerah,” ujarnya.

Selama tahun 2017, KPI juga melanjutkan program Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang telah berlangsung sejak tahun 2015. Konsistensi KPI dalam menyelenggarakan survey selama tiga tahun,  untuk mendapatkan tolak ukur dalam menilai kualitas program siaran. Obsatar mengatakan, sepanjang tahun 2017 KPI telah melakukan dua kali survey dengan nilai indeks yang tidak berbeda jauh. Pada survey pertama nilai indeksnya sebesar 2,84, sedangkan pada survey kedua nilai indeksnya sebesar 2,88. Sedangkan indeks standar yang ditetapkan oleh KPI sebesar 3. Catatan KPI dari survey di tahun 2017 adalah, program infotainment, sinetron dan variety show masih belum mendapatkan nilai indeks yang memuaskan. “Bahkan pada program infotainment aspek penghormatan terhadap kehidupan pribadi mendapat nilai paling rendah 2,16. Sedangkan program variety show, aspek yang mendapat penilaian terendah adalah tentang kepekaan sosial”, ujar Obsatar. Karenanya KPI berharap, perbaikan besar dalam tiga jenis program siaran ini segera dilakukan oleh pengelola lembaga penyiaran. “Jika lembaga penyiaran melakukan perbaikan yang konsisten atas catatan yang muncul dari hasil survey, tentu akan menjadi kontribusi signifikan bagi perbaikan tatanan sosial bermasyarakat ke depan,” tegas Obsatar. 

Secara kelembagaan pula, KPI telah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga yang juga memiliki kepentingan pada dunia penyiaran. Kerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terus dilakukan KPI dalam rangka mengawasi konten-konten siaran terkait siaran politik dalam rangka pemilihan kepala daerah. Selain itu kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) untuk menghadirkan siaran yang ramah anak, serta kerjasama dengan Kementerian Kesehatan dalam rangka memberikan perlindungan bagi masyarakat atas informasi dan publikasi kesehatan. 

Pada tahun 2018, KPI akan melakukan penguatan sistem pengawasan isi siaran diantaranya dengan melakukan revitalisasi alat pemantauan isi siaran dan penguatan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pengawasan isi siaran. KPI juga akan melakukan perluasan kerjasama pengawasan isi siaran di level daerah dengan berbagai lembaga terkait, selain juga mendorong penguatan sistem kontrol di lembaga penyiaran.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.