Bandung – Sinergi antara KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers perlu segera membuat pedoman terkait penyiaran Pemilu 2014. Pedoman itu nantinya untuk memberi penjelasan dan penjabaran yang komplit terkait pengawasan penyiaran dalam Pemilu 2014.

Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad mengatakan, harus ada landasan hukum yang jelas untuk pengawasan penyiaran Pemilu mendatang. Pasalnya, setiap langkah yang dilakukan KPI tidak boleh melangkahi kewenangan yang ada dalam UU. “Kita perlu buat pedoman yang memberi penjelasan dan penjabaran. Itu tugas dari task force,” katanya disela-sela diskusi I Rapim KPI 2013 di Hotel Grand Preanger, Bandung, Selasa, 1 Oktober 2013.

Rencananya, KPI, KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers akan mengadakan pertemuan atau FGD dalam minggu ini untuk membahas sejumlah agenda yang salah satunya mengenai pedoman tersebut.

Dalam presentasinya, Idy menjelaskan tugas masing-masing lembaga dalam Pemilu 2014 yakni KPI dalam bidang penyiaran dengan obyeknya lembaga penyiaran, KPU sebagai penyelenggara Pemilu dengan obyek peserta Pemilu, Bawaslu sebagai pengawas Pemilu dengan obyek peserta Pemilu, dan Dewan Pers memiliki domain dalam pelaksanaa etika jurnalistik dengan obyek wartawan dan ruang redaksi.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Bawaslu, Nasrullah memandang kewenangan pengawasan penyiaran yang ada di KPU untuk diberikan ke KPI. Ini dalam upaya memberikan peran lebih kepada KPI dan KPID dalam proses pengawasan lembaga penyiaran dalam Pemilu mendatang.

Sementara itu, Ketua KPU, Husni Kami Malik, mengakui sinergi dengan KPI, Bawasalu dan Dewan Pers sangat membantu dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. “Kami masih banyak kekurangan. Karenanya, kita bersinergi dengan berbagai pihak,” katanya dalam diskusi yang dimoderatori Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.

Husni Kamil pun melihat peran KPI dalam Pemilu nanti sangat dibutuhkan karena banyak peran yng harus dijalankannya. “KPI dibutuhkan untuk menjalankan banyak hal-hal itu,” paparnya.

Dalam diskusi yang berjalan dinamis tersebut, hadir Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq sebagai salah satu narasumber diskusi. Dalam pemaparan, Mahfudz meminta KPU memberikan kesempatan kepada KPI untuk lebih berpartisipasi dalam Pemilu kaitannya dengan penyiaran. Red

 

Bandung -  Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2013 dibuka secara resmi oleh Gubernur  Jawa Barat, Ahmad Heryawan, di Gedung Sate, Senin malam pukul 20.00 WIB, 30 September 2013. Dalam kesempatan itu, Gubernur mengharapkan Rapim KPI dapat menghasilkan keputusan yang mampu memberikan manfaat dan baik untuk penyiaran Indonesia.

Kesempatan pembukaan Rapim turut dihadiri Wakil Gubernur, Dedy Mizwar, dan jajaran Pemerintah Provinsi Jabar serta stakeholders penyiaran.

Diawal, Ketua Panitia Rapim 2013 menyampaikan, Rapim adalah agenda tahunan KPI yang mempertemukan jajaran pimpinan KPI Daerah di seluruh Indonesia dengan KPI Pusat, guna membahas isu penyiaran terbaru. Agenda penting yang menjadi bahasan Rapim KPI adalah peraturan mengenai penyiaran pemilu. Mengingat salah satu focus kerja KPI dalam waktu dekat adalah pengawasan penyiaran politik di lembaga penyiaran pada saat bangsa ini akan menyongsong agenda pergantian kepemimpinan nasional.

Menurut Fajar, KPI berkepentingan agar penyiaran yang sehat, cerdas, adil dan berimbang hadir di tengah masyarakat baik menjelang masa pemilu legislatif dan pemilihan presiden, ataupun saat pemilihan umum kepala daerah yang terus berlangsung bergantian di seluruh provinsi.  Untuk itu, KPI telah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait agar regulasi yang dihasilkan dapat menjamin dan melindungi hak-hak masyarakat mendapatkan informasi tentang pemilu yang akurat, indenpenden dan terpercaya.

Selain penyiaran pemilu, pada Rapim kali ini, KPI memulai pembahasan mengenai standarisasi kompetensi profesi penyiaran.  Menurut Fajar, kualitas program siaran di lembaga penyiaran erat kaitannya dengan kompetensi dan profesionalisme SDM di dalamnya. Bagi KPI, tambah Fajar, ini merupakan langkah preventif untuk menghasilkan kualitas program siaran yang baik. Semua ini adalah usaha KPI untuk menjadikan layar kaca dan getar frekuensi bermartabat bagi bangsa Indonesia. 

Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, menyampaikan bahwa isu lain yang dibahas dalam Rapim KPI adalah digitalisasi, penyiaran perbatasan, regulasi lembaga penyiaran berlangganan, serta standarisasi kompetensi profesi penyiaran. Perkembangan teknologi yang semakin pesat, harus dihadapi KPI dengan memastikan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat.

Diakhir acara, diserahkan penghargaan kepada pencipta lagu Mars KPI, H. Surya Aka, oleh Ketua KPI Pusat, Judhriksawan. Red

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan melaksanakan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2013 di Bandung mulai Senin, 30 September sampai Kamis, 3 Oktober 2013. Rapim yang rencananya dihadiri kurang 160 peserta yang terdiri atas Ketua dan Wakil serta Kepala Sekretariat KPID dari 33 Provinsi, berlangsung di Hotel Preanger.
Rencananya, Rapim 2013 akan dibuka secara langsung oleh Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, di Gedung Sate, Senin malam, 30 September 2013. Adapun pembahasan materi Rapim dimulai esok harinya, Selasa, 1 Oktober hingga 2 Oktober 2013.

PIC Rapim 2013, Fajar Arifianto Isnugroho menyampaikan, Rapim 2013 ini akan membahas sejumlah agenda sesuai dengan Rekomendasi Rakornas KPI 2013 yakni memandatkan KPI Pusat untuk menyempurnakan draft Peraturan KPI tentang Penyiaran Pemilu dengan berkoordinasi dengan KPU, Bawaslu dan pihak terkait. Untuk itu akan menetapkan desain dan strategi peran KPI untuk menjamin publik mendapatkan informasi yang benar, dan mengarahkan lembaga penyiaran sesuai tugas dan kewenangan KPI yang sudah diatur di dalam UU No.32 tentang Penyiaran.

Selain membahas penyiaran pemilu, Rapim akan kembali mereview langkah-langkah KPI untuk mengawal proses revisi RUU Penyiaran yang masih menjadi pembahasan di DPR RI. Ini penting karena revisi RUU Penyiaran menjadi dasar payung hukum dan rujukan yang sangat berarti bagaimana desain sistem penyiaran nasional kita, terutama terkait digitalisasi penyiaran. 

Isu digitalitasasi juga akan dibahas dalam Rapim. KPI menilai konsep digitalisasi perlu disempurnakan dan dibahas bersama dengan melibatkan semua pihak, sehingga proses migrasi dari analog ke digital berjalan terarah, tidak buru-buru dan tidak merugikan publik.

Rapat Pimpinan KPI juga mengagendakan pembahasan konsep dan gagasan perlunya dibuat standarisasi kompetensi profesi dan korporasi penyiaran. KPI akan membuat parameter standard untuk menilai lembaga penyiaran secara korporasi memiliki kelayakan pengelolaan media penyiaran dengan  memanfaatkan frekuensi sebagai ranah publik. Selain itu gagasan untuk mengukur kelayakan SDM penyiaran juga penting, sehingga lembaga penyiaran diharapkan bisa sehat, usahanya tumbuh dan semakin professional.

Isu-isu strategis penyiaran lainnya seperti gagasan menyusun P3SPS untuk lembaga penyiaran berlangganan, strategi penyiaran di daerah perbatasan, dinamika proses perizinan termasuk penataan perizinan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) yang menjadi salah satu diantara rekomendasi Rakornas KPI 2013 juga menjadi agenda bahasan Rapim KPI.

Penguatan peran sekretariat KPI di pusat dan daerah serta dinamika kelembagaan sekretariat terutama terkait sinkronisasi dan koordinasi program kerja dan pelaksanaan anggaran perlu dibahas dan mendapat perhatian untuk lebih memaksimalkan kinerja KPI. Red

Bandung - Munculnya aturan tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) khusus lembaga penyiaran berlangganan (LPB) dikarenakan adanya konsep pemirsa yang berbeda dengan televisi bebas bayar (free to air). Namun perlu dikaji lebih cermat, apakah pembuatan P3 & SPS untuk LPB tersebut memang wajar dilakukan atau sebenarnya cukup dengan membuat 1 bab khusus tentang LPB di P3 & SPS yang sudah ada. Hal itu disampaikan Judhariksawan, Ketua KPI Pusat, saat membuka acara Forum DIskusi Terbatas tentang penataan regulasi LPB antara KPI Pusat, KPI Daerah dan jajaran industri penyiaran, di Bandung (29/9).

Judha mengakui, ada beberapa hal yang menjadi bahasan dalam pengaturan konten siaran di LPB. DIantaranya aturan mengenai tayangan dewasa yang sulit diterapkan, apalagi ada saluran-saluran televise khusus film. Selain itu, adegan ciuman yang muncul di LPB, Judha mempertanyakan, alasan dibolehkan, dengan alasan adanya parental lock.  Padahal bisa jadi secara moral hal tersebut menjadi ancaman atas perlindungan anak di layar kaca, ujarnya.

Sementara itu, Koordinator bidang infrastruktur dan perizinan KPI Pusat Azimah Subagijo, menyampaikan beberapa regulasi yang tumpang tindih atas LPB. Diantaranya pembiayaan LPB, P3 & SPS, serta sensor program. Atas tiga hal ini, menurut Azimah, antara Undang-Undang Penyiaran dan Peraturan pemerintah berbeda bunyinya. Belum lagi penyediaan pelayanan bagi masyarakat yang belum tegas aturannya. Padahal, LPB adalah lembaga penyiaran yang memungut iuran dari masyarakat, sehingga seharusnya respon cepat atas keluhan dan masukan pelanggan wajib disediakan.

Pembahasan regulasi LPB ini sebenarnya sudah dimulai KPI sejak tahun 2011.Diharapkan dalam Rakornas KPI tahun 2014 nantinya, draft aturan yang saat ini sedang digodok dapat disosialisasikan. Lebih dari itu, menurut Ahmad RIza anggota tim perumus P3 & SPS LPB dari KPID Lampung, P3 & SPS LPB ini harus mengakomodir semua model penyiaran (multi platform). Sementara itu menurut Danang Sangga Buwana, komisioner KPI Pusat bidang infrastruktur dan perizinan, KPI berharap mendapatkan formulasi baru dalam melakukan analisa dan pemantauan program siaran di LPB. Selain menghasilkan kebijakan KPI perihak perizinan dalam rangka menata ulang lanskap infrastruktur LPB yang sehat.  

 

 

 

Denpasar- Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) di lokal Bali diimbau menjaga komitmen siarkan isi program sesuai proposal awal yang diajukan. Imbauan ini muncul dari momentum Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) yang digelar bersama antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali dan Kominfo di Kute Bali, pada 23 – 25 September lalu. Terdapat 10 LPS radio yang dihadirkan dalam EUCS tersebut.

“Pencantuman program siaran pada proposal awal dalam pengajuan ijin untuk mendapatkan Rekomendasi Kelayakan (RK) seringkali tidak dijalankan secara konsisten oleh LPS. Memang dalam perkembangannya, paska  Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk mendapatkan RK itu, program siaran boleh berubah, tetapi tidak boleh direduksi dan disederhanakan, apalagi disepelekan. Ini jelas tidak benar,” ungkap Danang Sangga Buwana, komisioner KPI Pusat.

Danang juga menegaskan agar isi siaran itu 80% harus benar-benar berisi siaran produk lokal ketimbang musik-musik asing yang akhirnya membuat degradasi kearifan lokal.

Sementara Amiruddin, komisioner bidang Perizinan KPI Pusat, menggarisbawahi sajian isi siaran yang harus sesuai dengan segmentasi pendengar (radio). Program siaran juga tidak hanya berisi hiburan tanpa makna.

“Radio-radio di Bali ini seharusnya jeli dan proporsional menyiarkan programnya sesuai segmen pendengar yang telah ditentukan. Jangan sampai siarannya hanya bersifat hiburan semata, tanpa adanya unsur pendidikan terhadap masyarakat pendengar,” tegas Amiruddin.

Senada dengan Danang dan Amir, I Nyoman Mardika selaku komisioner KPID Bali, secara detail menegaskan komitmen LPS agar program siaran yang diajukan sesuai dengan proposal yang diberikan pada saat Evaluasi Dengar Pendapat sesuai dengan (EDP).

“Terjadi banyak perbedaan dari proposal pengajuan awal. Misalnya komitmen menyiarkan konten budaya lokal pada jam tertentu tertentu justru diisi dengan konten musik. Selanjutnya, program siaran yang semestinya mempunyai slot jam tayang sekian jam, sengaja dikurangi. Ini kan sebenarnya melanggar komitmen dan seolah mempermainkan semua proses dalam rapat-rapat perizinan. masalah ini harus menjadi catatan penting,” pungkas Nyoman. (Intan & Zet El)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.