- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 17386
Nusa Dua - Hasil riset indeks kualitas program siaran televisi yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan dapat mengungkap masukan dan pendapat dari informan ahli secara komprehensif sehingga dapat menjadi catatan penting (highlight) bagi lembaga penyiaran dalam melakukan perbaikan konten siaran. Hal ini disampaikan Prof Judhariksawan selaku akademisi yang terlibat dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi tahun 2022 untuk kategori program siaran berita, yang diselenggarakan di Nusa Dua – Bali, (12/5).
Hal ini juga disepakati oleh konsultan ahli riset KPI, Pinckey Triputra yang mengatakan, jalannya diskusi untuk bahasan program berita sudah sangat baik, sebagai sebuah pendalaman dari penilaian yang sudah diberikan informan ahli setelah menonton tayangan-tayangan yang menjadi sample dalam riset.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Hardly Stefano Pariela dalam sambutan pengantar diskusi menegaskan bahwa KPI sudah melakukan disain ulang terhadap riset di tahun 2022. Harapannya, ujar Hardly, hasil dari riset tidak semata dengan angka kuantitatif indeks tapi juga mengelaborasi lebih jauh dan lebih dalam lagi secara substantif dari kategori program berita.
Angka indeks program berita sendiri, ujar Hardly, selama beberapa tahun sudah melampaui angka tiga yang menjadi standar KPI. Hal ini berarti secara umum informasi yang disampaikan adalam informasi yang berkualitas. “Kita juga dapat mengakui bahwa berita di televisi adalah informasi yang akurat dan tentunya dapat menjadi rujukan, “ tegasnya.
Diskusi pada kategori berita ini dipimpin oleh Alem Febri Sonni dari Universitas Hasanuddin dan Ni Made Ras Amanda Gel Gel dari Universitas Udayana yang melibatkan informan ahli lainnya dari dua belas perguruan tinggi. Diantara catatan yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah pentingnya pemahaman jurnalis terhadap istilah hukum guna menghindari trial by press. Selain itu, beberapa informan ahli juga mengharapkan adanya keragaman informasi dari daerah.
Menurut Aceng Abdullah selaku informan ahli dari Universitas Padjajaran, ada ketimpangan informasi di televisi. Padahal banyak orang perguruan tinggi dari daerah yang pintar namun tidak diberi kesempatan tampil di televisi. Daerah tidak akan muncul dalam pemberitaan kalau tidak ada kriminalitas, kecelakaan, korban kelaparan atau musibah. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk penjajagan televisi nasional yang hanya menjual acara dengan rating tinggi yang mengungkap penderitaan daerah.
Sementara itu, untuk kategori program infotainment, Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo mengingatkan bahwa angka indeks untuk program ini masih menjadi problem dari tahun ke tahun, lantaran belum juga mencapai nilai standari dari KPI. Dalam diskusi di kategori infotainment ini, Mulyo berharap dapat menghasilkan banyak masukan baik untuk industri penyiaran ataupun untuk KPI Pusat dalam menyusun kebijakan.
Secara khusus Mulyo mengakui sudah menyampaikan pada industri penyiaran tentang kemungkinan mengangkat sisi positif para selebritas dalam program program infotainment. "Mengingat para artis ini menjadi model yang kerap kali dicontoh oleh remaja kita,” ujarnya. Tapi tampaknya urusan hubungan cinta dan gosip sangat erat dengan infotainment sebagaimana kehadirannya pertama kali yang memang membahas soal kehidupan artis.
Masukan dan catatan dari informan ahli dalam riset indeks inilah yang membedakannya dengan riset pengukuran rating program siaran. Mulyo mengungkap pula bahwa di bulan Juli mendatang, akan ada perubahan secara signifikan dari lembaga pemeringkat program siaran, baik dari jumlah panelnya ataupun sebaran kota yang akan diukur. Di satu sisi, Mulyo menilai, industri penyiaran juga harus diberikan masukan secara detil dari hasil riset indeks ini. “Sehingga kelemahan dari program infotainment ataupun sinetron yang juga masih mendapat angka di bawah standar, dapat segera diperbaiki oleh lembaga penyiaran, “ ujarnya.
Dalam diskusi di kategori infotainment, Farida Hanim dari Universitas Sumatera Utara hadir sebagai moderator yang memandu diskusi bersama dua belas informan ahli lainnya di perguruan tinggi. Sedangkan konsultan ahli yang turut serta dalam diskusi adalah Mulharnetty Syas.