Surakarta - Perubahan aturan dan regulasi penyiaran sudah mendesak untuk segera disahkan untuk dijadikan panduan bagi setiap aktivitas siaran di Indonesia. Iklim penyiaran saat ini sudah bergerak menuju liberalisasi yang sangat kuat, salah satunya dikarenakan dunia yang semakin borderless yakni tanpa batas dan sekat geografis.  Atas dasar itu juga, rancangan undang-undang yang sudah disusun Komisi I DPR RI, dapat segera berproses agar penetapannya sebagai undang-undang tidak terhambat lagi. Hal ini disampaikan Abdul Kharis Almasyhari, Wakil Ketua Komisi I DPR RI saat menjadi pembicara kunci kegiatan “Diseminasi Regulasi Siaran Religi di Televisi Kontemporer” yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), (13/11). 

Kharis mengungkap, dalam draf RUU yang disusun Komisi I DPR, aturan terkait penyiaran akan melingkupi aktivitas siaran di seluruh media, baik itu media mainstream atau pun media dengan platform internet seperti Over The Top. Titik tekan dari RUU ini, ungkapnya, menghadirkan iklim penyiaran yang berkarakter Pancasila, yang merupakan ideologi bangsa ini. Harapannya, regulasi ini dapat menjauhkan hal-hal negatif dari generasi muda, yang hadir sebagai residu dari konten siaran. “Kami berharap, undang-undang ini lebih mampu mengantisipasi isi siaran yang hadir lewat platform mana pun juga,” tegasnya. 

Kegiatan diseminasi yang dihadiri oleh mahasiswa UMS, membahas konten siaran religi di televisi dalam berbagai perspektif. Hadir sebagai narasumber pada kegiatan tersebut, Gun Gun Heryanto selaku Pengamat Media, M Aulia Asy Syahidin selaku Ketua KPID Jawa Tengah, Agus Triyono selaku akademisi, Amin Shabana selaku anggota KPI Pusat dan penanggungjawab Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) dan Mimah Susanti selaku anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan. Adapun sambutan dan pembukaan acara disampaikan oleh I Made Sunarsa selaku koordinator bidang kelembagaan KPI Pusat.  

Dalam IKPSTV, program siaran religi tercatat selalu sebagai salah satu program yang mendapat nilai berkualitas. Meskipun ada fluktuasi nilai, ungkap Amin, secara umum program religi masih aman. Peningkatan yang diharapkan pada kategori ini adalah pertimbangan aspke kepentingan publik dan mengedepankan toleransi antar umat beragama. KPI sendiri, ujar Amin, sudah menerbitkan buku tentang religositas di layar kaca. Secara garis besar buku ini meliputi model siaran religi yang muncul di televisi dan juga perkembangan siaran da’wah di televisi. 

 

Sementara itu, Mimah Susanti memaparkan tentang potret siaran religi di Indonesia, termasuk model program siaran religi yang dikemas sedemikian rupa oleh lembaga penyiaran. Mimah juga menggarisbawahi beberapa aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) tentang siaran keagamaan. “Diantaranya tidak boleh mempertentangkan ajaran dari masing-masing agama,” ungkapnya. Dalam melakukan pengawasan konten siaran, KPI selalu terbuka dengan aduan yang disampaikan masyarakat, termasuk untuk konten agama. 

Menyambung yang disampaikan Mimah, Ketua KPID Jawa Tengah Aulia Asy Syahidin menyampaikan bahwa pihaknya pernah didatangi oleh kelompok guru yang keberatan dengan siaran keagamaan dari salah satu televisi lokal di Jawa Tengah. Dalam mediasi yang dilakukan KPID atas aduan tersebut, pihaknya menjelaskan pada pengelola televisi tentang kewajiban yang harus ditaati lembaga penyiaran dalam penyelenggaran siaran. Pada prinsipnya, KPI tidak berwenang mengintervensi keyakinan setiap kelompok masyarakat, ujarnya. Namun ada aturan yang telah ditetapkan negara dalam pengelolaan konten siaran di televidi dan radio, yang harus ditaati. 

Catatan penting juga disampaikan oleh Gun Gun Heryanto selaku pengamat media dan juga akademisi dari Uniersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Harus disadari tentang identitas Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar, yang sejatinya adalah beragam. “Keberadaan muslim moderat di negeri ini harus dianggap sebagai sebuah kelebihan dan Indonesia adalah laboratorium sosial soal penghormatan terhadap perbedaan tersebut,” ujar Dekan Fakultas Dakwah di UIN Syarif Hidayatullah ini.  Untuk itu, konten religi yang hadir di medium penyiaran juga sejatinya memberikan penghormatan atas keragaman tersebut. 

 

 

Karawang - Menindaklanjuti penyusunan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pelanggaran Isi Siaran, KPI tengah menggodok tata cara penjatuhan sanksi berupa denda terhadap pelanggaran siaran. Sanksi denda ini merupakan turunan dari Peratuan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, pengembangan dari PP No. 43 Tahun 2023 berkenaan langsung dengan tugas dan fungsi utama KPI sebagai regulator penyiaran. Arah dan rangkaian perumusan regulasi ini wajib dibarengi dengan implementasi untuk mengukur sejauh mana efek dari aturan baru tersebut. 

“Pembahasan draft Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pelanggaran Isi Siaran perlu dirumuskan secara komprehensif dan proses berjalannya,” ucap Ubaidillah saat membuka acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Penyusunan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia tentang Penerapan PNBP Sanksi Administratif Denda Pelanggaran di KPI”, 10-12 November 2023 di Karawang, Jawa Barat.

Lebih jauh, kata Ubaidillah, wajib dilakukan penyelarasan dengan aturan yang ada diatasnya yakni Pedoman Perilaku Pernyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Di samping itu, lanjutnya, perlunya keterlibatan mitra, baik itu asosisasi maupun pemerhati penyiaran agar penerapan sanksi denda ini berjalan tanpa menghilangkan prinsip dasarnya dan substantif.

“Dalam penyusunan PKPI ini, juga perlu diperhatikan melibatkan mitra KPI terkait. Sehingga PKPI ini bisa mengakomodir masukan dan saran mitra terkait agar bisa diterima dan dijalankan oleh mereka, tanpa harus menghilangkan hal yang prinsip dan substantif yang kita inginkan,” katanya.

Hadir melalui daring, Penanggung Jawab Tim Fokus PNPB Kemenkominfo, Burhanudin Harjono menyatakan, KPI dapat merumuskan dan menjalankan desain semisal apakah penerimaan PNBP dengan berpatokan pada ukuran atau indeks aturan yang ada di internal KPI.  Nilai yang dan besaran hitungan dendanya berdasarkan formulasi yang ada semacam sistem billing dan invoice yang diberikan kewenangan sebagai pengelola PNBP.  

“Secara kewenangan, KPI Pusat maupun KPID bisa menerbitkan sanksi administrasi selama wajib bayar berada di KPI Pusat atau di KPI daerah. Tetapi besarnya dan penerbitan penagihan tetap oleh KPI Pusat. Secara teknis KPI Daerah mungkin bisa membantu monitoring,” kata Burhan.

Secara teknis, Burhanudin menuturkan, laporan proyeksi yang disampaikan melalui nota dinas setiap bulan kepada Kepala Biro Keuangan meliputi proyeksi PNBP secara periodik. Realisasi atas target yang ditetapkan dalam APBN kemudian deviasi dan perkembangan realisasi PNBP hingga penggunaan PNBP. “Signifikansi nilai dari penyiaran masih kita lihat dulu pemungutannya berjalan dulu nanti kita evaluasi apakah perlu menggunakan akun khusus atau bagaimana,” katanya. Syahrullah

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendapat kunjungan siswa dan siswa kelas 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Don Bosco Jakarta. Meskipun belum ikut dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang, kepada KPI para siswa ini mengajukan pertanyaan kritis terkait posisi media dalam Pemilu sekaligus bentuk pengawasan dan aturannya. 

“Bicara soal kebebasan pers dalam konteks pemilihan umum sekarang, bagaimana KPI menyikapi hal ini,” tanya Keagen salah satu siswa SMP Don Bosco.

Tak hanya itu, mereka juga menanyakan peran KPI dalam menangkal pemberitaan hoaks di lembaga penyiaran. Apakah peran pengawasan tersebut sudah diakomodasi secara dalam aturan, tambah mereka.

Apa yang ditanyakan Keagen dapat diartikan bahwa dia ingin memastikan fungsi jurnalistik di media penyiaran dalam konteks pemilu sejalan dengan etik. Sehingga keberimbangan, keadilan dan proporsionalitas informasinya sesuai harapan dan aturan. 

Menjawab beberapa pertanyaan tersebut, Tenaga Ahli Penjatuhan Sanksi KPI Pusat, Irvan Priyatno mengatakan, pihaknya menjunjung tinggi jalannya kebebasan pers di tanah air. Karenanya, tidak ada pembatasan atau larangan atas hak pers di media penyiaran 

Kendati demikian, pihaknya akan mengingatkan jika kebebasan pers disalahgunakan. “Jika liputannya tidak sesuai aturan, maka kami akan bertindak,” katanya. 

 

Soal pemberitaan hoaks, Irvan menyatakan, KPI akan melakukan tindakan tegas jika ada pemberitaan hoaks di lembaga penyiaran. KPI memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memberi sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. “Namun untuk di luar lembaga penyiaran itu tidak bisa dilakukan,” katanya sekaligus menambahkan jika saat ini KPI sedang melakukan harmonisasi aturan mengenai pengawasan siaran kepemiluan.

Sebelumnya, di awal pertemuan, Tenaga Ahli Pemantauan KPI Pusat Muhammad Saleh, menerangkan alur pemantauan isi siaran dan jumlah lembaga penyiaran yang dipantau KPI Pusat. Sejak Januari 2023, KPI memantau langsung 43 televisi digital, 5 provider Televisi Berlangganan dan 15 Radio Berjaringan. Jadi total ada 63 lembaga penyiaran yang dipantau oleh KPI.

Setelah mendapatkan materi dan penjelasan, para siswa diajak untuk melihat langsung pemantauan siaran KPI Pusat. Mereka terlihat antusias melihat cara kerja pemantauan lembaga penyiaran KPI Pusat. ***/Foto: Agung R

 

 

Depok - Dunia penyiaran membutuhkan sumber daya manusia (SDM) kreatif yang juga memahami betul regulasi dan etika penyiaran. Selain itu, konten siaran juga diharapkan sarat dengan norma dan nilai-nilai ke-Indonesiaan yang sebenarnya menjadi nafas dari undang-undang penyiaran saat ini. Hal ini disampaikan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang kelembagaan, Amin Shabana, saat menjadi dosen tamu pada mata kuliah “Kajian Dampak Media” di Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), (8/11). 

Kepada mahasiswa tersebut Amin memaparkan tentang kualitas televisi di Indonesia berdasar atas Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) yang digelar KPI sejak tahun 2015. Selama sembilan tahun penyelenggaraan IKPSTV, ujar Amin, program siaran dengan kategori sinetron dan infotainmen belum mampu menembus nilai standar berkualitas yang ditetapkan KPI. “Artinya, hingga saat ini dua program tersebut memang belum berkualitas,” ujarnya. 

Pada perkuliahan tersebut, mahasiswa kemudian menanyakan tentang perbedaan yang signifikan antara hasil IKPSTV dengan survey kepemirsaan yang sudah populer selama ini, khususnya terkait program sinetron dan infotainment yang justru secara kuantitatif banyak meraup penonton. Selain itu, kenyataan saat ini, akses generasi muda ke televisi semakin berkurang dan dalam memenuhi kebutuhan hiburan lebih memilih akses melalui telepon seluler. 

Terhadap realitas ini, Amin menyampaikan, selain melakukan pembinaan kepada lembaga penyiaran untuk tetap tunduk pada koridor regulasi, KPI juga melakukan edukasi pada masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih tayangan di televisi. “Karena kalau hanya mengikuti selera pasar saja, belum tentu kontennya berkualitas,” ujarnya. 

Amin juga memaparkan bahwa pada setiap program siaran, KPI memiliki indikator yang spesifik dalam rangka menilai kualitasnya. Yang jelas, tegas Amin, pada penyusunan indeks ini tidak melihat segi estetika tapi murni soal kualitas siaran. 

Dari delapan kategori program siaran yang disusun nilai indeksnya, setidaknya ada enam program yang sudah mencapai nilai berkualitas, yakni program anak, berita, religi, wisata budaya, talkshow dan variety show. Terkait program berita, Amin menyatakan konten berita di televisi dan radio dapat dipastikan jauh dari hoax dan disinformasi. Ini dikarenakan, proses pengelolaan berita di televisi dan radio sudah melalui berbagai tahapan untuk memastikan akurasinya. “Yang disayangkan, justru publik sekarang lebih suka mengakses berita dari media sosial atau platform internet lainnya. Padahal akurasinya masih dipertanyakan,” ungkapnya. 

Hal ini juga serupa dengan lima program siaran lainnya yang sudah mencapai standar berkualitas. Intensitas kita mengakses telepon seluler yang sangat tinggi, jadi mengabaikan bahwa konten-konten di televisi sebenarnya jauh lebih baik, pungkasnya. 

Hingga saat ini KPI masih terus melakukan koordinasi dengan beragam pemangku kepentingan penyiaran dalam rangka menyosialisasikan IKPSTV, termasuk dengan Dewan Periklanan Indonesia (DPI) dan Asosiasi Perusahaan Perngiklan Indonesia (APPINA). Penempatan iklan pada program-program yang bermasalah, sebenarnya membahayakan brand safety mereka di muka publik, ujar Amin. Penjelasan rinci tentang metodologi yang diambil dalam penyusunan IKPSTV disampaikan Koordinator Litbang KPI Pusat, Andi Andrianto. Prinsipnya, ujar Andi, KPI menginginkan hasil dari IKPSTV berdampak yang signifikan pada ekosistem penyiaran. 

 

(Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid bersama Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Amin Shabana)

 

Jakarta - Industri penyiaran di Indonesia yang tumbuh pesat harus disokong inisiatif memajukan kebudayaan di Indonesia. Paska dilaksanakannya Analog Swtich Off (migrasi dari sistem analog ke digital), telah tercatat tiga ribuan perusahaan media yang mengajukan Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran di Kementerian Konunikasi dan Informatika. Dengan potensi besar tersebut, selayaknya keragaman kebudayaan di Indonesia menjadi inspirasi bagi konten-konten siaran baik di televisi atau pun radio. Hal ini disampaikan Amin Shabana selaku anggota Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, saat bertemu dengan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Hilmar Farid (6/11). Selain mengupdate situasi terkini industri penyiaran, Amin juga  mengungkapkan lembaga penyiaran sebagai ruang publik strategi bagi pemajuan kebudayaan Indonesia yang tengah menjadi prioritas program Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Dari Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) yang digelar KPI Pusat sejak sembilan tahun lalu, kualitas program siaran wisata budaya yang hadir di tengah masyarakat stabil di angka yang berkualitas. Namun demikian, kuantitas kehadiran program-program seperti ini masih minim. “Dalam IKPSTV ini, diketahui hanya ada lima stasiun televisi swasta yang memiliki program wisata budaya, dari 18 televisi swasta yang bersiaran secara jaringan,” ujar Amin. Padahal, selayaknya konten budaya dapat mewarnai muatan televisi dan radio, terutama pasca Analago Switch Off (ASO) yang memberi pilihan lebih banyak bagi publik dalam mengonsumsi televisi. “Sehingga keragaman konten siaran juga mewujud dalam ruang siar kita,” tambahnya. 

Pada kesempatan tersebut, juga menjelaskan metode yang diambil KPI dalam menyusun IKPSTV. Jika dibandingkan survey kepemirsaan yang ada yang menggunakan metode kuantitatif, IKPSTV menggunakan metode kualitatif yang mengikutsertakan akademisi dari dua belas perguruan tinggi negeri di Indonesia. Selain itu, Amin juga menyampaikan agenda revisi undang-undang penyiaran yang masih dibahas oleh Komisi I DPR RI. Harapannya, revisi ini dapat menjangkau media-media lain di luar platform frekuensi, termasuk dalam rangka menjaga merawat kebudayaan Indonesia. 

Perubahan regulasi ini diakui oleh Hilmar sebagai sebuah kemestian. Dalam pandangannya, banyak undang-undang yang sudah out of dated sehingga tidak relevan dengan perkembangan zaman, termasuk undang-undang perfilman yang dibuat pada tahun 2009 dan tengah menanti revisi. Hilmar juga menyinggung kebijakan sensor yang bertujuan melindungi publik dari ekspos konten bermasalah seperti pornografi, kekerasan atau pun intoleransi. “Namun sekarang, semua itu dapat diakses melalui saluran media lain yang belum ada aturannya sama sekali,” ujarnya. 

Meskipun demikian, Hilmar menilai sensor tetap penting dalam rangka memberikan penilaian dari institusi yang berwenang. Yang juga lebih penting, ujarnya, memberikan literasi terutama pada orang tua tentang cara menghadapi banjir informasi yang saat ini tiada batasnya. “Pendekatan paling masuk akal untuk membekali orang tua dalam membentengi anak-anak atas serbuan muatan media adalah literasi,” tegas Hilmar. 

Literasi dan membuat rating atas program siaran adalah sebuah investasi terbesar yang harus dilakukan KPI dalam mendampingi publik. Dia bahkan mengusulkan adanya sebuah platform untuk publik berkesempatan memberi komentar dan kritik yang efektif bagi setiap konten televisi. Hilmar juga menyinggung tentang daya cerna kebudayaan yang lemah di masyarakat saat atas serbuan konten dari luar negeri seperti Korea yang sedang hits saat ini.

Lebih jauh Hilmar mengungkap tentang strategi pemajuan kebudayaan yang regulasi turunannya sedang disusun. Dia berharap KPI dapat mengambil peran terkait posisi lembaga ini dalam ekosistem kebudayaan. “Sebagai institusi yang sangat terkait dengan pembangunan manusia dan kebudayaan, KPI harus mendapat dukungan sumber daya yang cukup dari negara,” ujarnya. 

Terkait daya dukung ini, Amin menilai penting untuk menggagas dana abadi penyiaran sebagaimana dana Indonesiana yang mendukung kemajuan kebudayaan. Menanggapi usulan ini, Hilmar menilai hal tersebut sangat dimungkinkan. Apalagi, tambahnya, pengaruh penyiaran ini sangat besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. 

Ke depan, tambahnya, banyak hal yang dapat dikerjasamakan antara KPI dengan direktorat jenderal yang dipimpinnya tersebut. Harapannya kerja sama ini dapat direalisasi dan berkesinambungan sebagai usaha pemajuan kebudayaan melalui ekosistem penyiaran.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.