Jakarta - Mendekati Ramadan yang bertepatan pada Juni 2015, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan sosialiasi program siaran Ramadan. Sosialisasi dengan mengundang Lembaga Penyiaran televisi dan radio. 

Sosialisasi program Ramadan disampaikan oleh Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin dan Fajar Arifianto Isnugroho. Rahmat mengatakan, program acara Ramadan tahun lalu relatif lebih baik dari tahun sebelumnya, karena program siaran yang bermuatan penuh tawa dan canda yang berlebihan semakin berkurang.

"Tapi perlu diingat, saat Ramadan tahun lalu bersamaan dengan Piala Dunia dan penonton banyak beralih ke sana. Jadi tahun ini adalah pembuktian sesungguhnya," kata Rahmat di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 14 April 2015.

Rahmat meminta kepada Lembaga Penyiaran memprioritaskan program acara yang ramah Ramadan. Menurutnya, tayangan yang ramah Ramadan bukan harus diisi dengan acara pengajian semata, namun siaran yang mengajak penonton dan pendengar memaknai dan mendorong penjiwaan atas nilai-nilai Ramadan untuk berbuat baik terhadap sesama dan giat dalam menjalankan ibadah.

Pada siaran Ramadan tahun sebelumnya, menurut Rahmat, dari pantauan KPI masih menemukan program acara sinetron yang menampilkan tontonan yang berindikasi merisak (mem-bully) orang lain, siaran yang mengarah pada ajakan konsumtif, dan kriminal. "Pemantauan program acara Ramadan akan dilakukan bersama MUI dalam bentuk Gugus Tugas bersama," ujar Rahmat.

Sedangkan menurut Fajar, Lembaga Penyiaran diminta untuk tidak coba-coba menanyangkan program acara yang rawan dengan teguran, karena pemantauan siaran Ramadan KPI bekerjasama dengan sejumlah lembaga. Dengan pemberitahuan jauh-jauh sebelum Ramadan, KPI berharap Lembaga Penyiaran saat Ramadan bisa menampilkan acara yang menghibur dan inspiratif.

"Di akhir Ramadan, tepatnya saat Syawalan, KPI akan menyampaikan hasil pantauannya dalam Anugerah Siaran Ramadan sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan kepada Lembaga Penyiaran yang menayangkan program acara yang inspiratif dan menghibur bagi penonton. Semoga ini menjadi kebaikan kita semua," kata Fajar.

Jakarta - Atraksi goyang dribble yang ditampilkan penyanyi duet, Duo Serigala di program “Late Night Show” di Trans TV, melanggar aturan tentang larangan menampilkan gerakan tubuh erotis. Untuk itu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan Teguran Tertulis pada stasiun Trans TV atas program siaran “Late Night Show” yang tayang pada 1 April 2015 lalu.

Dalam penilaian KPI, atraksi goyang dribble yang menggoyang-goyangkan dada secara erotis sambil bernyanyi ini, tidak memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012.  Bahkan pada program ini, atraksi goyang dribble muncul secara close up. Atraksi ini juga mengeksploitasi bagian dada dengan membungkukkan dada ke arah penonton sehingga terlihat belahan dada. Walaupun ditayangkan di atas pukul 22.00 WIB, muatan tersebut tidak pantas untuk ditayangkan karena tidak sesuai dengan ketentuan norma kesopanan dan kesusilaan serta larangan menampilkan gerakan tubuh erotis.

Program  ini telah melanggar P3 KPI tahun 2012 Pasal 9, Pasal 16 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 18 huruf I, karenanya KPI memberikan teguran tertulis kepada  Trans TV. Atas pelanggaran ini, KPI meminta Trans TV melakukan evaluasi internal atas program “Late Night Show”. Selain itu, KPI juga meminta seluruh stasiun televisi agar berhati-hati dalam menghadirkan pengisi acara yang berpotensi menampilkan atraksi-atraksi yang melanggar P3 & SPS. KPI mengingatkan, semua tayangan yang muncul pada jam program dengan klasifikasi Dewasa (22.00-03.00), tetap terikat pada aturan P3 & SPS.

Teguran Tertulis merupakan sanksi administratif yang diberikan KPI kepada lembaga penyiaran yang melanggar P3 & SPS. Sebelumnya, program Late Night Show ini sudah mendapatkan peringatan dari KPI pada bulan November 2014, karena membahas pembincangan dengan tema “Wanita Simpanan”.

Makassar - Puncak peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-82 (1 April 1923 - 2015) berlangsung di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan. Selain acara hiburan, peringatan Harsiarnas 2015 juga ajang pemberian penghargaan kepada tokoh atau lembaga yang berkontribusi dalam bidang penyiaran.

Dalam sambutannya Ketua KPI PUsat Judhariksawan mengatakan peringatan Harsiarnas tahun ini, pertama kali diselenggarakan di luar ruang bersama masyarakat. Adapun tema Harsiarnas 2015 adalah "Penyiaran untuk Kedaulatan Rakyat".

"Puncak peringatan Harsiarnas kali ini juga sebagai bentuk ucapan terima kasih kami kepada tokoh, instansi, atau lembaga yang sudah berkontribusi mendidik dan menyebarkan nilai-nilai penyiaran yang sehat kepada masyarakat," kata Judhariksawan di Makassar, Rabu, 1 April 2015.

Adapun penghargaan KPI pada puncak peringatan Harsiarnas 2015 diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumah Sinema, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan Din Syamsuddin. 

Menurut Judhariksawan, Rumah Sinema dari Yogyakarta dalam kiprahnya adalah lembaga yang konsisten dalam mengembangkan dan mendidik masyakat melalui literasi media agar kritis terhadap tayangan media. Pemprov Sulawesi Selatan oleh KPI dinilai sukses dalam pembentukan Forum Masyarakat Peduli Penyiaran di 18 kabupaten/kota atas inisiasi Gubernur. Din Syamsuddin yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam perannya mendukung dan perbaikan penyiaran Ramadhan yang lebih baik.

Acara puncak Harsiarnas 2015 juga dimeriahkan dengan Penampilan dari UKM Seni Universitas Negeri Makassar, Mangara Jazz, Fadli Padi, Ivony Arty, dan sejumlah artis ibu kota lainnya. 

Jakarta - Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo mengunjungi kantor KPI Pusat. Kunjungan didampingi oleh Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Noval S. Talani. 

Menurut Noval kunjungan itu dalam rangka mengenalkan KPI kepada mahasiswanya dan ajakan kerjasama kampanye tontonan sehat kepada masyarakat di Gorontalo. "Selain itu juga ingin membuka pemahaman teman-teman mahasiswa tentang kajian komunikasi dalam penyiaran untuk kajian skripsi," kata Noval di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu, 8 April 2014.

Kunjungan diterima oleh Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho dan Asisten Komisioner Muhammad Yusuf. Fajar menjelaskan, KPI adalah bentuk representasi dari publik dalam pengawasan penyiaran. Selain itu, menurut Fajar, KPI juga memiliki wewenang dalam ranah perizinan Lembaga Penyiaran televisi dan radio.

"KPI tidak sepenuhnya menjadi regulator penyiaran, dalam hal perizinan, KPI bersama pemerintah, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bagian yang menjadi fokus KPI adalah dalam pengawasan isi siaran Lembaga Penyiaran," ujar Fajar.

Dalam pengawasan isi siaran, menurut Fajar, KPI tidak melakukan sensor sebelum tayang. Namun pengawasan setelah program acara ditayangkan. Fajar menjelaskan, banyak yang mengira selama ini KPI bertugas sebagai lembaga sensor.

Dalam mengawasi program siaran, KPI berpedoman pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Menurut Fajar, tayangan yang mendapat sanksi dari KPI adalah Lembaga Penyiaran yang menayangkan atau program acara yang keluar dari acuan P3SPS.

"Jadi sekali lagi saya tekankan KPI bukan lembaga sensor, tapi pengawasan setelah ditayangkan. Memang itu wewenang KPI dalam UU Penyiaran dan ini juga mengacu pada aturan tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi," ujar Fajar.

Terkait pemahaman penyiaran untuk mahasiswa komunikasi, menurut Fajar, mahasiswa komunikasi yang ingin meneliti penyiaran dan komunikasi dan media massa, tidak hanya mengetahui seputar konten dalam media. Selain itu perlu memahami Undang-undang Penyiaran, P3SPS, UU Pers, UU Keterbukaan Informasi, dan peraturan terkait dan aturan turunan lainnya.

"Jadi teman-teman dari ilmu komunikasi, juga perlu tahu tentang regulasinya, selain mempelajari unsur-unsur penting dalam komunikasi itu sendiri," kata Fajar.

Untuk kerjasama kampanye tontonan sehat, Fajar menyambut baik inisiatif dari Universitas Negeri Gorontalo. Menurut Fajar, tugas lain KPI adalah mengajak serta masyarakat, khususnya perguruan tinggi, tokoh masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang media dan penyiaran melalui literasi media. 

Fajar berharap, kerjasama itu segera terlaksana. "Pengawasan penyiaran bukan hanya tugas KPI semata, tapi tugas kita bersama. KPI sebagai representasi publik memiliki kewajiban dalam menyertakan publik terkait aturan hingga kegiatan terkait penyiaran lainnya," ujar Fajar.

Makassar - Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak pemerintah mengkaji ulang peraturan tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terkait tarif dan biaya hak pengunaan spektrum frekuensi radio yang digunakan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK). Mengingat LPK merupakan entitas penyiaran non komersil dengan wilayah layanan yang hanya mencapai 2,5 kilometer, yang berbeda dengan entitas penyiaran lainnya, terutama lembaga penyiaran swasta. KPI berharap, biaya yang dibebankan pada LPK harus lebih sedikit dibanding biaya pada LPS. Hal tersebut merupakan salah satu rekomendasi Rakornas KPI 2015, yang ditetapkan bersama seluruh anggota KPI dan KPI Daerah se-Indonesia.

Rekomendasi lain yang ditetapkan dalam Rakornas di Makassar kali ini adalah peraturan KPI tentang persyaratan program siaran dalam perizinan dan penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). Aturan ini dirumuskan KPI guna menjamin kepentingan publik tidak dirugikan oleh penyelenggaraan penyiaran. Aturan tentang LPB ini bersifat teknis dan operasional, dan diharapkan mampu mendorong pengurusan izin, mengingat hingga saat ini masih banyak LPB yang  digelar tanpa izin. Selain itu, dengan peraturan ini, LPB diharapkan lebih selektif dalam menyalurkan program yang sesuai dengan budaya ketimuran di Indonesia. Sehingga siaran di LPB ini bebas dari muatan kekerasan, pornografi dan pelanggaran terhadap perlindungan anak.

Sedangkan terkait penyiaran digital, Rakornas KPI juga mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memberi kepastian hukum terhadap kelanjutan proses pelayanan perizinan bagi pemohon Izin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) TV Digital yang sudah sesuai dengan peluang penyelenggaraan penyiaran.

Rakornas KPI merekomendasikan perubahan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) pada hal-hal sebagai berikut:

  1. Perlindungan kepentingan publik
  2. Penghormatan terhadap hak privacy
  3. Perlindungan kepada anak
  4. Pelarangan dan pembatasan seks
  5. Pelarangan dan pembatasan kekerasan
  6. Pelarangan dan pembatasan program siaran bermuatan mistik, horor, dan supranatural
  7. Penggolongan program siaran
  8. Program siaran jurnalistik
  9. P3 dan SPS Lembaga Penyiaran Berlangganan (konten)
  10. Siaran Iklan
  11. Hukum Acara

KPI juga menegaskan bahwa penyiaran merupakan ranah publik, sehingga pengaturan dan penegakan hukumnya tetap berada pada lembaga negara yang mewakili publik, yakni KPI Pusat dan KPI Daerah. Terkait revisi undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, Rakornas KPI menetapkan untuk melakukan penguatan kelembagaan KPI dengan mengawal perubahan undang-undang tersebut. Diantaranya dengan menguatkan kewenangan KPI untuk penyelenggaraan penyiaran, membentuk tim khusus terdiri atas KPI Pusat dan perwakilan seluruh KPI daerah untuk menyusun draf usulan KPI terhadap rancangan undang-undang penyiaran, serta menambah jumlah wilayah penelitian “Rating Publik: Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi” , menjadi 18 (delapan belas) provinsi di tahun 2016.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.