- Detail
- Dilihat: 27574
Jakarta - Potensi siaran radio di Indonesia masih cukup menjanjikan, sekalipun tantangan teknologi informasi saat ini membuat radio juga harus bersaing dengan kemunculan berbagai media baru. Bahkan hingga saat ini, jumlah radio terus berkembang cukup hebat. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis menjelaskan bahwa dari data yang dihimpun KPI sampai bulan November 2016, ada 3056 radio yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) baik tetap ataupun prinsip, untuk radio swasta. Sedangkan untuk radio dengan bentuk lembaga penyiaran publik ada 211, dan 330 radio komunitas.
Sedangkan data dari Nielsen Indonesia menunjukkan bahwa radio masih dikonsumsi hingga 38% dari penduduk Indonesia. Jangkauan ini hanya berbeda sedikit dengan media internet yang dikonsumsi 40%, dan jauh diatas media cetak lainnya. Data yang disampaikan oleh Agus Nuruddin dari Nielsen Indonesia tadi juga diamini oleh Dudu Abdullah dari Mindshare Group. Menurut Dudu, jika pengiklan ingin produknya menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tidak bisa hanya beriklan di TV saja. “Ada lokasi yang tidak dapat dijangkau televisi, karenanya radio harus diperhatikan untuk memperluas daya jangkau iklan”, ujar Dudu. Selain itu, menurutnya, kontur wilayah Indonesia sebenarnya lebih menguntungkan untuk radio. Banyak tempat-tempat di Indonesia yang tidak dapat dijangkau televisi, seperti di wilayah blank spot, justru menjadi keuntungan sendiri bagi penyelenggara radio.
Terkait trend media baru yang mulai mendominasi di Indonesia, menurut Agus Sudibyo (pengamat media) harus disikapi dengan bijak. Pada beberapa negara seperti Korea, India, Argentina, Brasil dan Uni Eropa, negara kembali hadir untuk memproteksi industri media nasional. Semangatnya bukan untuk menolak google atau facebook, karena itu tidak mungkin ditolak. Namun ada kebijakan melindungi industri media konvensional nasional. Bagaimana pun juga, media masa konvensional ini tidak bisa digantikan fungsinya oleh sosial media.
Sebagai pilar ke empat demokrasi dan alat kontrol, media konvensional termasuk radio, belum bisa digantikan. Untuk itu negara harus hadir memberikan “proteksi”. Ekspansi raksasa media baru seperti Google, Facebook dan lain-lain memang memberikan banyak sekali manfaat. “Tapi mereka (Google, Facebook dan lain-lain) juga mengambil manfaat lebih banyak”, ujar Agus. Dalam konteks Indonesia, kita tidak bisa menolak facebook dan google. Tapi kita harus punya sikap sehingga industri informasi media nasional tetap eksis di tengah masyarakatnya sendiri. “Dan kita sebagai bangsa dengan pengguna internet paling besar, tidak hanya menjadi obyek dari ekspansi korporasi-korporasi global ini”, pungkasnya.
Pada diskusi yang diselenggarakan dalam rangka ulang tahun ke-42 Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Yuliandre menegaskan bahwa radio bukanlah alternatif, namun sudah merupakan bagian dari keutamaan masyarakat Indonesia. Bahkan dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sendiri, radio lah yang berperan penting untuk ikut menyiarkannya ke seluruh dunia. KPI Pusat sendiri, ujar Andre, masih melakukan pemantauan secara acak dan belum 24 jam. Meski demikian, selama tahun 2016 KPI sudah mengeluarkan sanksi untuk beberapa radio yang didapati melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Pemantauan radio secara real time dilakukan lebih dulu oleh KPI Daerah, mengingat jangkauan radio yang bersifat lokal dan terbatas. Dari data beberapa KPI Daerah (Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Nusa Tenggara Barat) bahkan punya kebijakan melarang pemutaran lagu-lagu dengan lirik vulgar dan cenderung porno. Hal ini semata karena KPID memahami peran vital radio di tengah masyarakat Indonesia dalam menyebarkan informasi, hiburan dan juga gaya hidup. Tindakan preventif seperti di atas menjadi perhatian KPID untuk melindungi masyarakat dari hal-hal negatif yang mungkin disebarkan lewat lembaga-lembaga penyiaran, baik televisi dan radio.
Tumbuhnya radio dengan pesat, menurut Andre, menunjukkan semangat masyarakat yang tinggi untuk mendapatkan informasi yang layak dan tepat. Radio sebagai lembaga penyiaran yang bersifat lokal juga menjadi gambaran keberagaman di masyarakat. Untuk itu, Andre berharap satu suara berjuta telinga yang digemakan melalui radio dapat menguatkan sebuah social movemen agar radio tetap konsisten dengan apa yang menjadi harapan publik, sehingga tidak ditinggalkan masyarakatnya. Selain itu, tambahnya, KPI berharap Revisi Undang-Undang Penyiaran memberikan penguatan kewenangan bagi KPI sehingga lembaga ini dapat menjalankan tugas pokok utama yang diamanatkan Undang-Undang, termasuk mengembangkan secara optimal potensi radio sebagai media informasi yang sehat, informatif, edukatif dan menghibur di tengah masyarakat.