Nusa Dua – Proses penyusunan P3 dan SPS KPI khusus lembaga penyiaran berlangganan (LPB) akan melibatkan para pemangku kepentingan yang terkait dengan industri penyiaran ini. Namun demikian, KPI akan mengodok secara berkelanjutan aturan tersebut oleh tim khusus penyusunan P3 dan SPS LPB yang dibentuk KPI Pusat sampai berbentuk draft P3 dan SPS LPB.
Hal itu terungkap dalam Rapat bidang Isi Siaran Rakornas KPI tahun 2013 di Hotel Ayodya, Nusa Dua, Bali, Selasa, 2 April 2013.
Rapat bidang Isi Siaran yang dipimpin Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, dan Koordintor bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah, merekomendasikan aspek pembahasan P3 dan SPS LPB agar di koordinasikan dengan bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan KPI.
Rencananya, rekomendasi bidang Isi Siaran ini akan disampaikan dalam rapat paripurna Rakornas KPI usai rapat bidang kelembagaan yang sampai dengan berita ini diturunkan masih berlangsung. Red
Nusa Dua – Implementasi digitalisasi ternyata tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu persiapan matang dan panjang berikut regulasi yang sepadan. Amerika sampai harus dua kali merubah UU-nya untuk program tersebut. Demikian juga dengan beberapa negara di benua Eropa. Di Indonesia, pelaksanaan program migrasi dari analog ke digital hanya dipayungi oleh sebuah peraturan menteri.
Rapat bidang Perizinan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2013, Selasa, 2 April 2013, membahas blue print rekomendasi sementara bidang Perizinan mendesak pelaksanaan migrasi dari analog ke digital harus berdasarkan aturan hukum dalam bentuk Undang-undang.
Komisioner bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan sekaligus PIC Digitalisasi KPI Pusat, Judhariksawan, menjelaskan perlunya aturan setingkat UU dikarena migrasi ini telah mengubah tatanan sistem penyiaran serta berdampak terutama kepada publik.
Kemudian, lanjut Judha, terkait revisi UU Penyiaran seyogyanya disusun berbasis disusun berbasis pada system penyiaran digital. Penekanan utama terletak pada struktur lembaga penyiaran, system kerjasama, masalah pentarifan, masalah pemerataan pembangunan di wilayah ekonomi kurang maju, durasi perizinan, perlindungan publik, dan pembagian format isi siaran.
“Jika tidak berbasis pada sistem digital, maka nomenklatur lembaga penyiaran, izin penyelenggaraan penyiaran, serta penggunaan spektrum frekuensi harus dibuat secara umum agar memiliki keberdayaan hukum yang lentur sehingga bisa diatribusikan pada sistem digital,” jelas Judha.
Sementara menyangkut pemerintah, Judha menekankan pentingnya rekomendasi kepada pemerintah untuk transparan serta membuat perencanaan yang matang dalam menyusun master plan frekuensi untuk penyiaran digital teresterial. Terdapat banyak hal yang perlu dikaji terutama terkait dengan rasio kebutuhan frekuensi pada saat ini dan kebutuhan di masa datang, termasuk perkembangan teknologi.
Dalam pengaturan tentang penyelenggaraan multipleksing pada revisi UU Penyiaran, daerah melalui BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) diberi kesempatan untuk ikut berperan serta ekonomi penyiaran juga dapat dinikmati daerah. Kesempatan sama bagi BUMN sesuai dengan UU Telekomunikasi.
Judha menyampaikan perlunya moratorium perizinan lembaga penyiaran televisi hingga seluruh perangkat regulasi selesai dibuat. “Hal ini diperlukan agar para pelaku usaha memperoleh kejelasan sebelum memulai aktivitas usahanya. Kejelasan tersebut juga dibutuhkan untuk melakukan kalkulasi bisnis dengan baik agar industri penyiaran Indonesia tidak terlalu merugi akibat keharusan migrasi dari analog ke digital,” paparnya.
Apa yang disampaikan Judha merupakan hasil pembahasan oleh tim kecil yang dibentuk KPI Pusat khusus membahas persoalan digitalisasi, beberapa waktu lalu. Red
Nusa Dua – Rapat bidang Perizinan Rakornas KPI 2013 mendesak pelaksanaan sistem stasiun jaringan atau lebih dikenal SSJ, segera dilaksanakan serempak di seluruh daerah. Salah satu upaya yang dilakukan rapat tersebut adalah akan meminta penetapan tanggal eksekusi pelaksanaan dalam rapat pleno usai rapat perbidang.
Nantinya, surat pemberitahuan pelaksanaan SSJ akan dikirim oleh KPI Pusat dan KPID sekaligus ke seluruh stasiun televisi yang berjaringan untuk menyiarkan konten lokal minimal 10% .
Selain menetapkan tanggal pelaksanaan, Rapat yang dipimpin Komisioner KPI Pusat, Yazirwan Uyun, mendesak Dalam waktu tiga bulan setelah surat tersebut disampaikan, tim evaluasi pelaksanaan SSJ akan melakukan pengawasan di lapangan implementasi 10% konten lokal tersebut.
Pelaksanaan konten lokal 10% diharapkan sudah terlaksana di seluruh Indonesia paling lama dalam waktu setahun sejak dikeluarkannya surat pemberitahuan oleh KPI Pusat dan KPID kepada seluruh televisi yang berjaringan.
Menurut P3 dan SPS KPI tahun 2012, program lokal atau konten lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual, dan program siaran non factual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat. Red
Nusa Dua –KPI mendesak dibentuknya Tim Digital Nasional (TDN) yang nantinya berfungsi mengawal secara menyeluruh proses migrasi penyiaran teresterial dari analog ke digital. Tim ini akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan antara lain Pemerintah, DPR, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), industri dan publik.
Pendapat tersebut disampaikan dalam Rapat bidang Perizinan Rakornas KPI 2013 yang dipimpin Koordinator bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan, Iswandi Syahputra, Komisioner KPI Pusat, Yazirwan Uyun, Dadang Rahmat Hidayat dan Judhariksawan.
Tim yang terdiri dari perwakilan semua pemangku kepentingan akan bertugas mengawal proses seperti soal penetapan tarif biaya penggunaan hak penggunaan frekuensi, pemilihan teknologi yang digunakan untuk pelaksanaan, proses pelaksanaan switch off, kemanfaatan terhadap ekonomi daerah dan kepentingan sosial masyarakat.
Dalam kesempatan itu, disampaikan mengenai rancangan rekomendasi agar KPI segera membentuk peraturan KPI yang mengatur hal-hal mengenai program siaran bagi lembaga penyiaran penyelenggara program siaran, namun tidak terbatas dalam hal perizinan.
Selain membahas rekomendasi tentang digitalisasi, rapat ini juga membahas rekomendasi tentang system stasiun jaringan (SSJ). Pembahasan mengenai SSJ, dipimpin langsung Komisioner KPI Pusat, Yazirwan Uyun. Red
Nusa Dua – Media seharusnya tidak tunduk kepada kepentingan kelompok tertentu tetapi kepada kepentingan yang lebih besar yakni kepetingan umum. Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, di depan tamu undangan peringatan puncak Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke 80 di Ball Room Hotel Ayodya Nusa Dua Bali, Senin, 1 April 2013, malam.
Terkait hal itu, Priyo mengungkapkan jika UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran didesain untuk melahirkan sebuah lembaga Negara yang independen yakni KPI. Amanah yang ada di dalam UU untuk KPI adalah mempertahankan prinsip keberagamannya yakni diversity of conten dan diversity of ownership.
“Pesan saya pertahankan prinsip keberagaman tersebut dan jangan digadaikan dengan apapun. Jangan biarkan kepemilikan media jatuh kepada satu kelompok tertentu,” katanya .
Keberadaan KPI, lanjut politisi dari Partai Golkar ini, dapat menjamin masyarakat mendapatkan informasi atau berita yang memang layak, terpercaya, baik dan mendidik. “KPI bukan kepanjangtanganan yang lain, KPI itu kepanjangtanganan publik,” katanya.
Menurut Priyo, KPI tidak perlu ragu-ragu memberikan teguran kepada lembaga penyiaran yang memang kedapatan melanggar. “KPI harus siap untuk tidak populer di media jika itu menyangkut harkat martabat, menyangkut NKRI, kemajemukan dan yang lainnya,” paparnya.
Priyo juga menekankan pentingnya perlindungan kepada anak-anak dan remaja dari dampak buruk media. “Anak-anak kita harus dilindungi dari dahsyatnya pengaruh siaran yang tidak bisa dihalangi,” tukasnya menutup sambutannya yang disiarkan langsung TVRI Bali serta di relay TVRI Pusat.
Puncak peringatan Harsiarnas ke 80 dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, Politisi sekaligus Anggota DPR RI dari Partai Demokrat, Mac Sopacua, perwakilan Pemprov Bali, dan Peserta Rakornas KPI 2013 dari 33 KPID. Red
Saya sebenarnya jarang sekali menonton televisi apalagi sinetron. Begitu saya lihat judul sinetron Awas Banyak Copet yang lokasi shooting di kota Bandung, awalnya saya tidak bermasalah. Karena saya orang Bandung dan sedang merantau, saya pikir oke mungkin ini bagus untuk memperlihatkan wajah kota Bandung yang baru.
Kemudian, tidak lama saya pergi ke salah satu bank tempat saya merantau untuk suatu keperluan. Dan saya berbicara dengan salah satu finance advisor di sana tentang asal saya dari mana dan sebagainya untuk menambah keakraban.
Ketika saya bilang saya berasal dari Bandung, finance advisornya berkata, "Oh, Bandung ya. Banyak copet dong seperti yang ada di tivi." Saya pikir awalnya hanya bercanda. Tapi kemudian saya berpikir, apa image Bandung jadi seperti itu di depan orang luar Bandukng karena sinetron yang ditayangkan itu???
Jujur saja saya tidak terlalu keberatan dengan hal itu, karena ya mungkin sinetronnya lucu dan hanya sekedar cerita fiksi.
Tapi apa yang ada di media sekarang berpengaruh terhadap pemikiran seseorang. Saya pikir KPI harus lebih bijak dalam memilih mana yang mendidik dan mana yang tidak. Atau mungkin dari segi judul sinetron pun bisa dilihat pengaruh kepada masyarakatbya nanti seperti apa. Jujur saja saya merasa tersinggung kota kelahiran saya jadi dipandang seperti itu. Mungkin bisa tolong ditinjau kembali segala sesuatunya karema ini berpengaruh pada pandangan orang lain. Terima kasih.
Pojok Apresiasi
Fahroni
Si pemeran utama (boy william) menggunakan ucapan islam, padah dia non-muslim, dan itu ddilarang dalam agama