- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 363
Malang – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, M. Hasanuddin Wahid mengatakan, kewenangan pengawasan KPI perlu ditambah termasuk mengawasi media berbasis internet. Pasalnya, mandat pengawasan yang diberikan UU (Undang-undang) Penyiaran No.32 tahun 2002 hanya mencakup siaran di media penyiaran.
“Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan penguatan regulasi yang mencakup perluasan kewenangan KPI agar dapat mengawasi media digital secara menyeluruh,” kata Hasanuddin secara daring di kegiatan “Student Vaganza dan Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran Televisi dan Radio” di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Kamis (10/10/2024).
Kebutuhan ini, terang Hasanuddin, berkaca dari konsep regulasi dan pengawasan media baru yang diterapkan Australia. Menurutnya, cara ini dapat didasarkan pada konsep legislatif konvergen, yang mengintegrasikan aturan penyiaran, telekomunikasi, dan layanan digital ke dalam satu kerangka hukum.
“Ini mirip dengan pendekatan di Australia, di mana Australian Communications and Media Authority (ACMA) memiliki kewenangan untuk mengawasi penyiaran di seluruh platform, baik konvensional maupun digital,” jelasnya.
Kebijakan serupa juga dilakukan Jerman melalui lembaga bernama Network Enforcement Act (NetzDG). Regulasi pengawasan ini telah dilakukan Jerman asejak 2018. NetzDG bertujuan untuk mengatasi kejahatan kebencian, berita palsu, dan konten ilegal di platform media sosial.
“Undang-undang ini mengharuskan platform menyediakan mekanisme pengaduan yang transparan dan menghapus konten melanggar dalam 24-48 jam. Platform juga diwajibkan melaporkan penanganan keluhan. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, platform dapat dikenai denda hingga 50 juta euro,” urai Hasanuddin.
Selain menyoroti perlunya regulasi di media baru, Hasanuddin mendorong KPI memperkuat regulasi terkait standar kualitas konten. Menurutnya, ini agar stasiun televisi tetap memprioritaskan konten berkualitas dan mendidik meski berada di bawah tekanan persaingan rating.
Dia juga memandang perlu keterlibatan pemerintah dan lembaga penyiaran agar memberikan subsidi atau insentif kepada produsen konten edukatif untuk meningkatkan proporsi program yang mendidik. “Meningkatkan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan media juga dapat untuk menciptakan program-program edukasi yang menarik dan informatif. Bahkan, perlu ada peningkatan investasi dalam pengembangan program-program lokal yang berkualitas melalui kerja sama antara pemerintah, produser, dan lembaga penyiaran,” paparnya.
Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Aliyah, berharap para mahasiswa mendapatkan pemahaman langsung mengenai tugas dan tanggung jawab KPI dalam mengawasi siaran. Dia juga mengajak mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengawasi konten siaran yang tayang di berbagai media, serta memberikan kritik konstruktif agar siaran tetap mencerminkan integritas, keberagaman, dan nilai-nilai luhur bangsa.
Aliyah turut menyampaikan tugas dan fungsi lembaga yang harus diketahui publik diantaranya menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. KPI ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran dan membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait.
“Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Dan, menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran,” papar Aliyah di depan ratusan peserta forum tersebut.
Di tempat yang sama, Akademisi UIN Maulana Malik Ibrahim, Mundi Rahayu, membahas relasi ideal antara KPI, media, dan masyarakat. Dia menekankan pentingnya kolaborasi yang solid antara ketiga elemen ini agar siaran media dapat menjadi instrumen edukasi yang efektif dan menginspirasi, alih-alih hanya berfungsi sebagai hiburan semata.
Dalam kegiatan ini, pula dalam kegiatan turut hadir Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Malang, Prof. Dr. H. Nur Ali, Dekan Fakultas Humaniora UIN Malang, Prof. Dr. M. Faisol, serta Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, dan Anggota KPID Jatim, M. Afif Amrullah, Royin Fauziana dan Dian Ika Riani. ***/Foto: Alifianti