- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 3904
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sepakat memperbarui perjanjian kerjasama atau MoU (memorandum of understanding) yang pernah ditandatangani kedua lembaga pada 2015 lalu. Keinginan itu mengemuka pada saat pertemuan keduanya di Kantor BNPT, Selasa (4/8/2020).
Dalam pertemuan jelang sore itu, hadir Kepala BNPT, Boy Rafli Amar, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza dan Nuning Rodiyah. Turut mendampingi Kabag Perencanaan, Hukum dan Humas, Umri.
Terkait perpanjangan dan peningkatan kerjasama antara KPI dan BNPT, Kepala BNPT, Boy Rafli Amar, menyatakan pihaknya siap. Jika perlu, dalam waktu satu bulan, rencananya itu sudah terwujud. “Paling lama satu bulan perpanjangan kerjasama sudah dilakukan,” katanya pada pertemuan itu.
Dalam kesempatan itu, Boy menyoroti minimnya pengawasan terhadap media sosial. Pasalnya, kata dia, penyebaran paham-paham radikalisme atau ekstrimisme banyak melalui online.
“Bentuk barunya terorisme sekarang individual lonely wolf terrorism. Jaringan terorisnya online. Makanya kadang pelakunya individu. Tapi yang individu ini tetap dibantu jaringan. Yang pelaku murni tunggal juga ada,” ungkap Boy.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyambut baik percepatan MoU pihaknya dengan BNPT. Namun, lanjut dia, perpanjangan MoU tersebut harus penyesuaian dengan kondisi sekarang, misalnya mencakup pengawasan TV satelit dan media baru. “Nanti kita juga bisa libatkan Kemen Kominfo,” katanya.
Agung mengatakan, kekhawatiran pihaknya saat ini pada lembaga penyiaran yang tidak memiliki izin resmi seperti radio AM. “Kalau radio FM bisa diawasi karena berizin. Sedangkan AM tidak masuk izin dan jangkauannya seluruh Indonesia,” katanya kepada Kepala BNPT.
Menyangkut media sosial, Agung mengusulkan adanya payung regulasi seperti yang diterapkan Australia. Di negara kanguru itu, semua media sosial diatur. “Kita baru mengincar pajak lewat subscriber. Kita bisa seperti Australia. Meski Australia liberal tapi medsosnya diawasi,” ujarnya.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menjelaskan salah satu peran KPI yakni mencegah tumbuhnya embrio-embrio ekstrimisme melalui konten-konten di media penyiaran yang berpotensi mengancam integritas dan integrasi Bangsa. Berbagai upaya dilakukan KPI agar isi siaran lembaga penyiaran tidak mengarah ke penyebaran paham-paham tersebut.
“Kami mengawasi ketat konten-konten yang diindikasi bisa menyebarkan tentang kebencian dan paham tersebut. Kami juga tidak segan-segan meminta lembaga penyiaran untuk menjadi bagian yang turut serta menangkap gerakan terprisme dan radikalisme. Berkaitan pemberitaan tentang aksi terorisme, kita jaga betul agar tidak menampilkan aksi kekerasannya karena mungkin jadi inspirasi bagi khalayak pemirsa,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat.
Nuning juga menyoroti kebijakan open sky policy yang menyebabkan terbukanya wilayah udara Indonesia dari siaran-siaran luar melalui satelit. Menurutnya, siaran melalui satelit ini ada kemungkinan konten yang masuk dan diterima masyarakat kita tidak sesuai dengan norma dan memungkinkan mengandung paham radikal. ***