Jakarta - Kasus teror dan peledakan yang terjadi di kawasan Thamrin, pagi tadi (14/1), sungguh melukai masyarakat Indonesia khususnya Jakarta. Tragedi ini telah mengganggu dan merusak ketenangan masyarakat. Kita semua termasuk media massa tentu mengutuk perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. Media massa baik televisi maupun radio di Indonesia mempunyai peran yang sangat besar dalam menyampaikan informasi, kronologi dan jumlah korban akibat tragedi ini. Melalui media massa, masyarakat mendapatkan informasi sehingga dapat lebih berhati-hati dimanapun berada.
Namun demikian berdasarkan pemantauan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, telah ditemukan sejumlah pemberitaan yang tidak patut, tidak akurat bahkan dilebih-lebihkan sehingga menimbulkan kepanikan terkait tragedi ini. Hal tersebut mencakup:
1. Lokasi kejadian. Beberapa televisi dan radio memberitakan adanya teror susulan di Cikini, Slipi, Kuningan, Palmerah dan Tangerang. Padahal pihak kepolisian menyampaikan bahwa informasi tersebut tidak akurat dan berasal dari sumber yang tidak bertanggung jawab. 2. Pengambilan gambar korban dalam keadaan luka dan darah sehingga menimbulkan kengerian.
Lembaga penyiaran baik televisi maupun radio seharusnya memahami prinsip-prinsip jurnalistik dalam menyajikan berita yakni akurat, tidak membuat berita bohong, tidak mengeksploitasi korban dan tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi.
KPI memberikan apresiasi kepada media yang secara sungguh-sungguh melakukan proses verifikasi sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang tepat. Di tengah tragedi ini, media massa sepatutnya mengutamakan tanggung jawab sosial (social responsibility) agar dalam semua pemberitaannya bukan hanya mengejar aktualitas belaka melainkan melakukan proses verifikasi sehingga berita yang disajikan tidak menebarkan kepanikan di masyarakat.
Komisi Penyiaran Indonesia menyampaikan turut berduka sedalam-dalamnya atas terjadinya ledakan di kawasan Thamrin. KPI berharap agar media dapat mendukung pemerintah dalam upaya menindak para pelaku dan mengembalikan ketenangan seluruh masyarakat Indonesia dengan menyajikan berita yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. (Mega Ratna Juwita)
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat peringatan kepada program siaran jurnalistik “Target Operasi” Metro TV. Peringatan ini terkait tayangan tanggal 04 Januari 2016 pukul 21.06 WIB pada program tersebut. Demikian disampaikan dalam surat peringatan KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, Selasa, 12 Januari 2016.
Menurut KPI Pusat, dalam tayangan dalam program siaran tersebut terdapat adegan yang dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang prinsip-prinsip jurnalistik dan wawancara anak di bawah umur sebagai narasumber sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012.
Walaupun telah dilakukan penyamaran wajah sang anak, program tersebut beberapa kali menampilkan wawancara kepada seorang anak di bawah umur yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
KPI Pusat menilai adegan tersebut tidak dapat ditayangkan karena dapat menimbulkan dampak traumatik bagi anak yang menjadi korban kekerasan. Perlu diingat, dalam program siaran dilarang mewawancarai anak-anak dan/atau remaja berusia di bawah umur 18 tahun mengenai hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya seperti kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga, serta kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
Dalam surat tersebut KPI Pusat meminta Metro TV menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran tersebut sehingga sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan 250 sanksi sepanjang tahun 2015 untuk periode Januari-November. Dominasi sanksi tersebut didapat karena adanya pelanggaran terhadap perlindungan anak, pelanggaran kesopanan dan kesusilaan serta pelanggaran jurnalistik. Ke-250 sanksi tersebut tersebar pada 14 jenis program siaran dengan jumlah sanksi terbanyak diperoleh program siaran jurnalistik, program sinetron dan program variety show. Sedangkan sebaran sanksi yang dijatuhkan oleh KPI kepada lembaga penyiaran yakni Trans TV 49 sanksi, RCTI 25 sanksi, ANTV 25 sanksi, Global TV 21 sanksi, Metro TV 21 sanksi, Trans7 17 sanksi, Indosiar 16 sanksi, MNC 16 sanksi, SCTV 15 sanksi, TV One 15 sanksi, RTV 13 sanksi, Kompas TV 9 sanksi, TVRI 7 sanksi dan I News TV 6 sanksi. Sementara dari pengaduan masyarakat yang masuk ke KPI selama Januari-November 2015, terdapat 8137 pengaduan yang disampaikan melalui email, sms, twitter, facebook, telepon dan surat. Program siaran yang diadukan masyarakat paling banyak adalah sinetron dan variety show. Data ini disampaikan KPI dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2015, (16/12).
Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan, KPI juga telah memulai proses evaluasi perpanjangan izin terhadap 10 televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional. Penilaian yang dilakukan KPI berdasarkan aspek program siaran, implementasi sistem stasiun jaringan, dan manajemen SDM penyiaran. Untuk itu, KPI telah bertemu dengan para pemilik lembaga penyiaran untuk menyampaikan telah dimulainya proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran ini.
Terkait evaluasi, KPI telah melakukan penilaian terhadap implementasi sistem stasiun berjaringan (SSJ) pada lembaga penyiaran yang bersiaran jaringan secara nasional. Penilaian KPI terhadap implementasi SSJ ini didasarkan pada 5 hal, yakni: durasi tayang, jam tayang, kedekatan konten tayangan dengan isu lokal, keterlibatan sumber daya manusia lokal, dan relay induk jaringan. Atas kriteria tersebut, ke-sepuluh TV yang bersiaran jaringan ini belum memenuhi ketentuan konten lokal seperti yang diamanatkan oleh Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Adapun peringkat yang didapat dari hasil penilaian KPI atas kepatuhan implementasi SSJ yang dilakukan 10 stasiun televisi adalah; 1. PT Media Televisi Indonesia, 2. PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia, 3. PT Surya Citra Televisi, PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh, 5. PT Global Informasi Bermutu, 6. PT Cakrawala Andalas Televisi, PT Indosiar Visual Mandiri, PT Televisi Transformasi Indonesia, PT Lativi Mediakarya, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia.
Sepanjang tahun 2015 KPI melakukan Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 9 (sembilan) perguruan tinggi negeri di 9 (sembilan) kota besar di Indonesia. Survey yang dilaksanakan setiap dua bulan ini menghasilkan nilai indeks kualitas program siaran yang didapat dari 810 responden di 9 kota besar di Indonesia ini. Pada survey ke-lima ini didapat nilai indeks kualitas program siaran yang masih di bawah standar KPI. Penilaian paling rendah dari masyarakat, didapat pada program siaran sinetron dengan nilai yang stabil selama lima kali survey pada kisaran 2,51 hingga 3,02. Pada survey ke-lima ini program sinetron mendapatkan nilai indeks yang kembali turun, yakni 2,58. Dari indikator yang ditetapkan pada survey ini, program sinetron mendapatkan nilai rendah pada indikator memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, membangun mental mandiri, edukatif, hiburan yang sehat, perekat sosial, dan melindungi kepentingan pribadi. Terhadap program sinetron ini, KPI meminta lembaga penyiaran melakukan koreksi total atas program sinetron yang tayang dan hadir di tengah masyarakat. Judha menyatakan, dari rekapitulasi penjatuhan sanksi, pengaduan masyarakat dan hasil lima kali survey, program sinetron di televisi hanya mendapatkan apresiasi baik pada bulan Ramadhan. Sedangkan di luar bulan itu, muatan program sinetron justru banyak yang tidak sesuai dengan arah dan tujuan diselenggarakannya penyiaran.
Pada tahun 2015 ini, KPI juga sudah memulai pengawasan terhadap lembaga penyiaran radio dan lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Pada pengawasan muatan program siaran di LPB ini, KPI mendapatkan saluran-saluran pada LPB yang sarat dengan muatan yang melanggar P3 & SPS. Sebagai tindak lanjut pengawasan ini, KPI telah mengeluarkan surat edaran yang meminta seluruh LPB untuk melakukan sensor internal atau tidak menayangkan program siaran yang disiarkan oleh kanal TV5 Monde Asie yang menampilkan muatan persenggamaan, ketelanjangan dan alat kelamin seperti yang ditetapkan pada pasal 18 SPS KPI 2012.
Kepada masyarakat, Judha meminta partisipasi dalam proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sepuluh televisi yang bersiaran jaringan secara nasional (RCTI, TPI, Global TV, Trans TV, Trans 7, TV One, ANTV, Metro TV, SCTV, dan Indosiar). Partisipasi masyarakat dilakukan dengan memberikan masukan pada KPI terhadap 10 stasiun televisi tersebut, dan disampaikan melalui email Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.. Judha berharap, evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran ini dapat menjadi momentum yang tepat untuk memperbaiki kualitas penyiaran di Indonesia. Sehingga amanah frekwensi yang diberikan negara kepada stasiun televisi dapat dikelola sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas bangsa ini.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan sanksi kepada lembaga penyiaran sepanjang tahun 2015 mencapai 266. Jumlah tersebut terdiri atas 227 teguran tertulis, 34 teguran tertulis kedua dan 5 penghentian sementara. Sedangkan berdasarkan kategori pelanggaran, dominasi sanksi didapat karena terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja, pelanggaran kesopanan dan kesusilaan, serta pelanggaran prinsip jurnalistik.
Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad menjelaskan bahwa selama ini KPI sudah melakukan pembinaan kepada lembaga penyiaran, sebagai tindakan preventif agar program-program siaran yang hadir di tengah masyarakat tidak dipenuhi dengan muatan negatif. “Setidaknya KPI sudah mengeluarkan 131 surat peringatan dan 29 surat edaran kepada lembaga penyiaran terhadap muatan program siaran yang dikhawatirkan berpotensi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),” ujar Idy. Diantaranya peringatan tentang adanya unsur-unsur kekerasan pada program siaran jurnalistik dan edarah mengenai praktik astral projection dan penayangan film lepas komedi dewasa. “Astral projection adalah praktik pemisahan roh dari raga orang yang bersangkutan, sehingga orang tersebut dapat menceritakan pengalamannya saat jiwanya dipisah dari raga, muatan seperti ini jelas tidak dapat hadir di televisi” ujar Idy.
Secara umum, pada tahun ini terjadi peningkatan sanksi dari KPI kepada lembaga penyiaran, mengingat tahun 2014, KPI hanya mengeluarkan 184 sanksi. “Berarti tahun ini ada peningkatan sanksi sebanyak 44%, jika dibandingkan tahun lalu,” ujar Idy. Namun Idy melihat ada penurunan sanksi berat berupa pengurangan durasi dan penghentian sementara pada tahun ini. Jika di tahun 2014 terdapat 3 program yang mendapatkan sanksi pengurangan durasi, tahun 2015 sanksi tersebut tidak ada sama sekali. Sedangkan untuk sanksi penghentian sementara, tahun 2014 mencapai 7 program, sedangkan pada tahun ini sanksi tersebut hanya 5 program saja.
Idy mengingatkan agar lembaga penyiaran turut merasakan keresahan masyarakat atas kualitas program siaran yang masih rendah. Survey yang dilakukan KPI Pusat sepanjang tahun 2015 di sembilan kota besar ternyata sebangun dengan aduan masyarakat dan rekapitulasi sanksi dari KPI. Idy menegaskan bahwa dalam proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraaan penyiaran (IPP) lembaga penyiaran pada tahun 2016 nanti, akumulasi sanksi yang diterima lembaga penyiaran akan menjadi salah satu kriteria penting dalam menilai layak atau tidaknya IPP dari lembaga penyiaran tersebut diperpanjang lagi.
Gorontalo - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra, Elnino Mohi, meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus tegas terhadap televisi yang ingin memperpanjang izin penyiaran. "Oktober 2016 nanti cukup banyak TV yang habis masa berlaku izin penyiarannya. Menurut UU 32 Tahun 2009, stasiun-stasiun TV tersebut harus mengurus izin baru mulai Oktober 2015 atau setahun sebelum habis izinnya," kata legislator dapil Gorontalo itu, Sabtu.
Ia menjelaskan, KPI saat ini membentuk tim panel ahli yang menilai program-program dari stasiun-stasiun TV. Dalam proses itu, menurut dia, KPI maupun panel ahli bentukannya patut mengumumkan hasil penilaian dan rekomendasinya.
"Kalau perlu dan pantas, maka KPI harus berani untuk tidak memperpanjang izin TV yang jauh dari ideal. Ideal yang dimaksud adalah memenuhi kriteria-kriteria," ujarnya. Kriteria tersebut, menurut dia, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dari perusakan nilaii-nilai asing yang masuk melalui media TV.
Kriteria kemudian, dikemukakannya, menjaga nilai-nilai luhur Pancasila di hati publik dan tidak mempraktekkan penyiaran yang terlalu liberal. Selain itu, dikatakannya, mampu mencerdaskan bangsa dengan informasi yang bermanfaat untuk kemajuan kesejahteraan umum, bukan dengan informasi yang tendensius untuk kepentingan orang dan atau kelompok tertentu.
Ia menambahkan,program TV juga harus independen, netral dan berimbang ketika memberikan informasi yang berkaitan dengan hukum dan politik, serta jauh dari efek kekerasan melalui media dan pornografi "Secara sadar atau tidak, walaupun kini ada media sosial dan media interaktif lainnya, opini dan sikap publik hari ini secara makro masih disetir oleh media konvensional, terutama televisi," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, kini saatnya bagi KPI menunjukkan jati diri sebagai elemen penting penjaga bangsa dengan tidak memperpanjang izin penyiaran stasiun televisi yang tidak bermanfaat bagi bangsa dan negara. (ANTARA)
dalam tayangan tersebut terdapat konten kekerasan yaitu perkelahian antara Al dengan seorang preman pasar. dimana preman tersebut dibanting tubuhnya oleh Al ke meja dan meja tersebut patah. Dengan adegan yang tidak patut dicontoh dan ditayangkan pada jam tayang ini yaitu jam tayang remaja karena dapat memberikan efek atau dampak negatif bagi penontonnya terutama remaja dan anak-anak.