- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 19827
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi teguran kepada dua program acara sinema elektronik (sinteron) di SCTV yakni “Buanglah Cinta di Hatiku” dan “Pesantren Rock N Dut”. Kedua tayangan ini ditemukan menayangkan adegan yang dinilai telah melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis untuk dua program tersebut yang telah dikirim ke SCTV, pekan lalu.
Berdasarkan laporan pengaduan masyarakat dan temuan tim pemantauan KPI Pusat, pelanggaran dalam sinetron “Buanglah Cinta di Hatiku” terjadi pada 12 Juni 2020 pukul 15.10 WIB. Terdapat visualisasi pemeran pria mengenakan pakaian sweater bergambar payudara wanita.
Hasil keputusan rapat pleno penjatuhan sanksi KPI Pusat menilai adegan tersebut telah melanggar 8 (delapan) pasal yang ada di P3SPS KPI antara lain Pasal 9 P3, Pasal 14 ayat (2) P3, Pasal 21 ayat (1) P3, Pasal 9 ayat (1) SPS, Pasal 15 ayat (1) SPS, Pasal 37 ayat (1) SPS, Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 3 ayat (4) SPS. Kedelapan pasal tersebut berkaitan dengan aturan tentang kewajiban menghormati nilai dan norma kesopanan serta kesusilaan dan perlindungan terhadap kepentingan remaja juga anak-anak.
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan pihaknya telah meminta klarifikasi dari SCTV mengenai adegan dalam sinetron tersebut sebelum sanksi ini diputuskan. Pada saat klarifikasi itu, pihak SCTV membenarkan jika ada tayangan gambar yang dimaksud dan menyatakan itu bukan kesengajaan. Meski tayangan tersebut rerun, mereka baru menyadari adanya temuan tersebut.
“Mereka telah meminta maaf atas ketidaksengajaan itu dan berupaya lebih jeli dan teliti agar tidak terjadi kesalahan serupa. Hasil klarifikasi tersebut kami bawa ke rapat penjatuhan sanksi dan memutuskan pelanggaran yang dilakukan program tersebut harus dikenakan sanksi teguran tertulis pertama,” jelasnya, Selasa (14/7/2020).
Mulyo menambahkan, tayangan sinetron “Buanglah Cinta di Hatiku” ini dilabeli klasifikasi R yang artinya harus aman untuk penonton remaja. Sayangnya, penayangan gambar tersebut justru bertolak belakang dengan tujuan utama sebuah tontonan berkategori R yang ada dalam aturan P3SPS KPI.
“Padahal ceritanya sudah relatif baik, tapi sayang diciderai oleh gambar di sweater pemainnya. Sebenarnya kejadian gambar tak layak ini dapat dihindari dengan proses editing dan sensor internal yang ketat dan teliti. Bahkan ketika proses produksi, tim wardrobe dan crew lainnya harus sadar jika sinetron ini akan tayang di media publik. Temuan ini harus menjadi pelajaran bagi SCTV dan lembaga penyiaran lain untuk lebih jeli serta cermat dalam memproduksi dan melakukan sensor internal sebelum penayangan,” jelas Mulyo.
Sementara pelanggaran pada program siaran sinetron “Pesantren Rock N Dut” terjadi pada 1 Juni 2020 pukul 19.56 WIB. Terdapat adegan seorang pria yang melecehkan simbol agama yakni melakukan panggilan sholat dengan cara yang tidak semestinya.
Ada 6 (enam) Pasal P3SPS yang dilanggar antara lain Pasal 9 P3, Pasal 14 ayat (2) P3, Pasal 21 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (4). Keseluruhan pasal terkait penghormatan nilai dan norma kesusilaan serta kesopanan dan juga perlindungan terhadap anak dan remaja dalam isi siaran.
Menanggapi kasus ini, Mulyo mengatakan, teriakan yang dilakukan pria di dalam cerita itu dinilai tidak mencerminkan penghormatan terhadap rumah ibadah (musala). Hal ini jelas berbenturan dengan aturan yang ada dalam P3SPS tentang kewajiban lembaga penyiaran menghormati nilai dan norma agama.
“Meski ini hanya cerita dalam sinetron, tapi harus ada pemahaman tentang penghormatan terhadap nilai-nilai agama, termasuk bagaimana perilaku dan etika kita berada di rumah ibadah. Hati-hati dengan muatan-muatan sensitif. Jangan sampai bermain-main dengan kreativitas yang justru bisa menyinggung nilai-nilai agama apa pun", jelas Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran ini.
Selain itu, lanjut Mulyo, elemen lain yang harus diperhatikan SCTV dan juga lembaga penyiaran lain adalah menepatkan kepentingan anak dan remaja sebagai salah satu kelompok rentan yang patut dilindungi dari isi siaran yang negatif. “Jangan sampai mereka menganggap kejadian tak pantas tadi sebagai hal yang lumrah atau biasa dalam kehidupan sehari-hari. Ingat, televisi bisa diakses dengan mudah oleh siapa pun termasuk anak-anak. Karena itu sensor internal harus berlaku dan mengacu pada P3SPS KPI,” tandasnya. ***