Pertengahan tahun 2016 menjadi hari-hari yang panjang bagi Komisioner KPI Pusat Periode 2013-2016 dan Periode 2016-2019. Bagaimana tidak, hampir tiap pekan KPI dipanggil Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh Komisi I DPR RI perihal evaluasi 10 tahunan 10 televisi berjaringan yang akan memperpanjang Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)-nya. Penilaian DPR hampir seragam bahwa televisi masih belum mampu menjalankan amanahnya sebagai pengguna frekuensi milik publik. Hal itu gamblang terlihat dari keberpihakan televisi dalam event politik, baik Pemilu Legislatif (Pileg), Pemilukada maupun Pemilu Presiden (Pilpres). DPR menilai, layar kaca keruh oleh adu kepentingan pemiliknya yang partisan.

Belajar dari sengkarut itu, maka DPR meminta KPI melaporkan evaluasi tahunan kinerja televisi berjaringan. Laporan tahunan ini diharapkan akan menjadi metode evaluasi baru yang lebih rigid dan bisa diketahui perkembangannya tahun ke tahun. Keinginan Dewan itu diakomodir oleh Kementrian Kominfo melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 18 tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran. Gayung pun bersambut, terhitung sejak 2017, saban tahun KPI melakukan evaluasi tahunan televisi berjaringan.

Dalam evaluasi kinerja televisi, KPI menggunakan parameter meliputi kepatuhan atas UU, P3SPS dan Komitmen Televisi yang dibuat jelang perpanjangan IPP. Regulasi dan komitmen itu kemudian diturunkan menjadi beberapa variabel penilaian antara lain; penegakan internal P3SPS, konsistensi format siaran, prinsip independensi netralitas dan keberimbangan, kaitan siaran program iklan politik dengan kepemilikan, pemenuhan presentase waktu siaran iklan Layanan Masyarakat (ILM), sanksi KPI, apresiasi KPI dan pemenuhan atas ketentuan sistem siaran berjaringan (SSJ).

Tiga Unsur Penilaian Utama
Dari variabel tersebut  ada 3 unsur yang menjadi penilaian utama; yakni. Satu, televisi harus mempunyai standar dan prosedur (S&P) dalam menjalankan kegiatan siarannya. S&P itu meliputi standar dalam produksi program, baik program jurnalistik maupun non jurnalistik. Di negara negara maju, S&P ini lazim jadi pedoman dasar yang harus dijalankan oleh segenap awak media dalam kegiatannya. Dengan pedoman yang rinci, setiap awak media akan dipandu membuat program yang bagus dan benar. Dengan begitu kualitas program dan jurnalistik sebuah televisi tidak bergantung pada orang per orang namun pada prosedur baku yang dimilikinya. Ini akan menjamin konsistensi media dalam jangka panjang. Dua, prinsip independensi, netralitas dan keberimbangan. Parameter ini menjadi isu utama dalam perpanjangan izin penyiaran. Sebuah televisi selain diharapkan mempunyai S&P yang mengatur perihal independensi dan netralitas, juga harus mempunyai gugus tugas yang mengawasi pelaksanannya. Dalam media modern, gugus tugas itu idealnya berbentuk ombudsman media yang susunan pengurusnya terdiri dari internal dan eksternal perusahaan. Tiga, Implementasi sistem siaran berjaringan (SSJ). Sesuai amanat UU Penyiaran, hanya ada 2 sistem penyiaran nasional di Indonesia, yaitu LP jaringan dan LP Lokal. Pada LP jaringan mereka diwajibkan minimal bersiaran lokal 10 persen dari waktu siaran pada anak jaringannya. Dengan kata lain, anak jaringan tidak sepenuhnya boleh hanya menjadi stasiun relay dari induknya. Selain pemenuhan minimal 10% konten lokal, penilaian sistem siaran jaringan (SSJ) juga meliputi jam tayang konten lokal, lokalitas konten dan SDM lokal.

Sistem penilaian KPI dalam evaluasi ini didasarkan pada hasil pemantauan KPI, dokumen yang diserahkan oleh televisi dan kroscek pemantauan yang dilakukan oleh KPID seluruh Indonesia. Obyek yang dinilai adalah 14 televisi jaringan yang secara rutin dipantau oleh KPI Pusat, yaitu RCTI, SCTV, ANTV, Indosiar, MNC TV, GTV, TV One, Metro TV, Trans TV, Trans 7, INews TV, Kompas TV, Net TV dan RTV.

Hasil Evaluasi Jauh Dari Ideal
Hasil evaluasi KPI, hampir semua televisi sudah mempunyai S&P sebagai panduan internal dalam pembuatan dan penayangan program. Bentuk S&P masih beragam dan secara umum belum detail mengatur tata cara produksi dan standar kualitas yang ditetapkan oleh televisi. Ada yang sudah relatif bagus membuat S&P menjadi buku paket praktis yang detail namun ada juga yang hanya membuatnya dalam beberapa lembar dokumen yang berisi instruksi umum. Idealnya sebuah S&P berisikan petunjuk detail mengenai visi program sebuah televisi hingga detail standar dan teknis pembuatan hingga penayangan programnya. Ia adalah hasil kristalisasi semua regulasi yang ada sekaligus mengawinkannya dengan cita ideal program di televisi tersebut.

Terkait pedoman penyiaran politik hampir semua televisi belum mempunyai pedoman dan belum membentuk gugus tugas (task force), sejenis ombudsman media, yang menjadi pengawas pelaksanaan pedoman itu. Hampir semua televisi juga belum memiliki kebijakan internal yang melarang siaran iklan politik yang berkaitan dengan pemilik dan kelompoknya. Bahkan hingga kini beberapa televisi masih saja menyiarkan iklan politik pemilik dan kelompoknya. Hal ini tentu menjadi rapor merah bagi televisi terkait dengan komitmen perpanjangan IPP setahun lalu.

Dalam pelaksanan SSJ pun televisi masih compang-camping dalam melaksanakannya. Dari 14 televisi yang dinilai, hanya 4 televisi yang memenuhi durasi minimal 10% jam tayang siaran lokal tiap harinya. Selain itu hanya 7 televisi yang memenuhi alokasi jam tayang di waktu produktif alias bukan di jam “hantu”. Secara umum tafsir “lokalitas”nya pun masih beragam. Ada televisi yang menyiarkan program yang sebenarnya nasional, tapi di klaim lokal dengan dalih “cross culture”.

Secara keseluruhan, kepatuhan atas regulasi dan komitmen yang mereka buat, ke-14 televisi memang masih jauh dari ideal. Evaluasi tahunan ini setidaknya menjadi lampu kuning bagi televisi untuk terus berbenah sebelum jatuh tempo perpanjangan izin agar tak lagi memantik kegaduhan seperti tahun kemarin. Televisi harus makin menyadari bahwa sebagai industri padat modal mereka harus melindungi investasinya dengan cara sepatuh mungkin dalam melaksanakan regulasi. Disisi lain, amanah frekuensi dari publik harus didayagunakan buat mendorong arah peradaban bangsa kita menuju lebih baik. Lantas jika medianya sendiri malas berbenah, karakter masyarakat seperti apa yang hendak kita ciptakan?


Layaklah jika antologi puisi Hamdi Akhsan ini kita jadikan renungan di akhir tulisan ini;

Tuhan Tuhan baru bermunculan di bumi
Atas nama sihir peradaban
Wajah wajah tanpa dosa terpaku
Dengan layar televisi di depan
Dimana engkau wahai ayah bunda, yang miskin keteladanan
Yang ada hanya harta telah dipertuhankan.......

Oleh: S Rahmat M Arifin

Wakil Ketua KPI Pusat

Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Airifin, menyampaikan kata pengantar acara Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran di KPI Pusat, Selasa (1/9/2018).

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai melakukan penyampaian hasil evaluasi tahunan penyelenggaraan penyiaran untuk 14 (empat belas) stasiun televisi berjaringan.  Wakil Ketua KPI Pusat Rahmat Arifin menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 18 tahun 2016 mengatur tentang evaluasi tahunan yang meliputi tiga aspek, yaitu: aspek administratif, aspek teknis dan aspek isi siaran.  Hal tersebut disampaikan Rahmat sebelum pelaksanaan menyampaikan hasil evaluasi tahunan kepada SCTV, di kantor KPI, (9/1).

Evaluasi tahunan ini juga menjadi mandat dari Komisi I DPR RI pada tahun 2016 saat 10 (sepuluh) televisi berjaringan melakukan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran. “Atas mandat tersebut, KPI melakukan evaluasi tahunan dan sudah melaporkan hasilnya pada DPR,” ujarnya.

Rahmat mengatakan, dalam evaluasi kinerja televisi, KPI menggunakan parameter meliputi kepatuhan atas Undang-Undang, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), dan Komitmen televisi yang dibuat jelang perpanjangan IPP pada tahun 2016 lalu. Regulasi dan komitmen tersebut, tambah Rahmat, diturunkan menjadi beberapa variabel diantaranya, aturan internal tentang netralitas lembaga penyiaran dan konsistensi pemanfaatan frekuensi untuk kepentingan publik, standar dan prosedur dalam menjalankan program siaran, serta penegakan sistem stasiun jaringan (SSJ).

Hari ini, KPI mulai melakukan pertemuan dengan televisi berjaringan untuk menyampaikan hasil penilaian evaluasi tahunan. “Selama dua minggu ke depan, masing-masing televisi akan datang ke KPI untuk menerima hasil penilaian tersebut,” ucap Rahmat. Ke-empatbelas TV tersebut adalah RCTI, SCTV, MNC TV, Global TV, ANTV, Indosiar, TV One, Metro TV, Trans TV, Trans 7, RTV, Kompas TV, I News dan NET. Rahmat berharap, dengan adanya evaluasi tiap tahun, muncul perbaikan-perbaikan signifikan atas kualitas isi siaran. Sehingga, amanah frekuensi dari publik dapat didayagunakan untuk mendorong arah bangsa ini  menuju lebih baik.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, didampingi Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Kabag Huma, Hukum dan Perencanaan KPI Pusat, Umri, menyampaikan presentasi tentang KPI pada Mahasiswa UIC di Kantor KPI Pusat.

 

Jakarta – Penyiaran sehat akan terealisasi jika penempatannya dilakukan secara proporsional yakni dengan menyajikan tontonan yang baik sekaligus bermanfaat untuk publik. Pendapat tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menerima kunjungan mahasiswa Univesitas Ibnu Chaldun di kantor KPI Pusat, Kamis (4/1/2018).

Hardly mengatakan untuk mewujudkan siaran sehat yang sesuai dengan kondisi saat ini tidak bisa lagi dengan bentuk formal dalam penyajiannya karena hal itu akan menimbulkan kebosanan. Konten siaran sekarang harus menarik tapi juga punya nilai atau value. “Harus ada keseimbangan dalam penyajian konten agar banyak orang yang menonton,” katanya.

Menurut Hardly, sebuah siaran yang berkualitas akan berdampak terhadap cara berpikir dan perilaku penonton. Siaran berkualitas secara otomatis membentuk penontonnya menjadi baik dan cerdas. Jadi ketika ada pilihan mana yang harus didahului, penonton cerdas atau tontonan berkualitas, pilihannya jatuh pada yang terakhir.



“Literasi media harus terus ada supaya masyarakat dapat mengikuti arah yang sesuai dengan tujuan tersebut. Kita pun juga mendorong melalui regulasi agar penonton lebih cerdas. Masyarakat harus bisa selektif, kritis dan berpartisipasi agar penyiaran kita menjadi sehat, berkualitas dan penuh manfaat,” jelas Hardly.

Dalam kesempatan itu, Hardly menegaskan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mengupayakan berbagai cara supaya penyiaran sehat dapat terwujud. “Kami berusaha menyeimbangkan hal itu yakni siaran itu sebagai tontonan sekaligus juga tuntunan,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, KPI merupakan lembaga negara yang mempunyai misi mengawasi dan menjaga kualitas isi siaran. Persoalan di luar penyiaran bukan menjadi kewenangan KPI. “Kita masih melakukan kontrol dengan mengacu kepada UU Penyiaran No.32 tahun 2002,” katanya saat menjawab pertanyaan dari Mahasiswa soal kewenangan KPI dalam mengawasi siaran. ***

Ankara - Dewan Tinggi Pengawas Radio dan Televisi Turki (Radyo ve Televizion Ust Kurulu - RTUK)  menjatuhkan denda pada saluran TV8 sebesar 1 juta lira atau setara dengan Rp 3,5 miliar, karena mempertontonkan gadis muda dengan pakaian minim dalam lomba bakat. Keputusan tersebut juga diambil setelah masuk keluhan dari pemirsa tentang pelecezhan anak pada program tersebut.

Dengan menyebutkan tentang bahaya kejiwaan bagi anak-anak, RTUK memutuskan program Yetenek Sizsiniz (Kamu Punya Bakat) telah melanggar peraturan siaran etisnya dan mendenda saluran televisi tersebut dua persen dari pendapatan iklannya, yang hampir mencapai 1 juta lira.

Peraturan negara tersebut menyatakan bahwa "program yang mengandung konten yang dapat membahayakan perkembangan fisik, mental dan moral anak-anak dan remaja tidak dapat disiarkan."

RTUK mengatakan dalam sebuah laporan, mereka telah menerima keluhan bahwa saluran tersebut telah mengeksploitasi anak-anak dalam sebuah pertunjukan "tidak bermoral". "Terdapat reaksi dari masyarakat karena membuat anak kecil, berusia 7-8, menari setengah telanjang demi penilaian, yang merupakan pelecehan anak-anak," demikian laporan tersebut.

Kementerian Kebijakan Keluarga dan Sosial Turki mengatakan bahwa anak-anak tersebut "menari dengan pakaian yang tidak sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan mereka."

Surat kabar "Hurriyet"melaporkan, RTUK juga mendenda beberapa saluran musik untuk menyiarkan video musik yang digambarkannya sebagai "satu tingkat di bawah film erotis."

Video lagu "Sifir Tolerans" (Tiada Tenggang Rasa) oleh penyanyi kelahiran Belgia, Hadise, menampilkan artis tersebut dalam adegan intim dengan lawan main pria. Video tersebut mencakup adegan penyanyi di tempat tidur dengan aktor pria dan di bak mandi. Red dari antara

UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran mengamanahkan terbentuknya sebuah Komisi dengan nama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Komisi ini memiliki tugas dan fungsi mengatur segala urusan penyiaran di tanah air. Selain tahu soal KPI, kita sebaiknya perlu mengetahui komisi penyiaran di negara lain. Bagaimana kewenangan dan tugas mereka dalam menjalan pengaturan penyiaran di negaranya. Dimulai dari:

Amerika Serikat – Federal Communication Commission

Federal Communications Commission (FCC) adalah lembaga Negara independen di Amerika Serikat yang disebut juga dengan istilah “an independent United States government agency”. FCC dibentuk dan didirikan dengan berlandaskan Communications Act of 1934. FCC ini memiliki kewenangan untuk mengatur mengenai kegiatan telekomunikasi baik di dalam negeri (interstate) maupun juga kepentingan pertelekomunikasian internasional yang dilakukan oleh pihak – pihak di dalam negaranya, yang meliputi pengaturan kegiatan telekomunikasi melalui radio, televisi, satelit, dan kabel.

FCC terdiri atas staf – staf komisi yang terbagi atas tujuh biro pelaksana dan 10 staf kantor. Biro memiliki tanggung jawab untuk melayani proses permohonan ijin penyelenggaraan, menganalisa aduan, melakukan investigasi, membentuk dan menyosialisasikan program – program, serta mengambil bagian dalam pemeriksaan – pemeriksaan atas pelanggaran. Sementara itu staf kantor (Staff Offices) bertugas untuk memberikan dukungan bagi tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh operating Bureaus.

Kewenangan FCC yang sangat luas tersebut dilandasi pada undang – undang telekomunikasi yang mencakup tidak hanya pada persoalan penyiaran saja, tapi juga sampai pengaturan teknologi informasi. Kewenangan FCC tersebut termuat dalam Communications Act of 1934, yakni yang menyatakan bahwa :

“The FCC regulates conduct in broadcasting and other sectors of the communications industry by:
•    issuing licences, permits, certificates and other instruments of authorisation containing terms and conditions;
•    issuing rules and regulations; and
•    enforcing statutory provisions, FCC rules and regulations and licence conditions.

In addition to its regulatory functions, the FCC is also responsible for:
•    development of policy, particularly relating to the development of wireline and domestic wireless communication;
•    coordination of telecommunications policy efforts with industry and with other governmental agencies — federal, tribal, state and local — in serving the public interest;
•    educating and informing consumers about telecommunications goods and services;
•    engaging with consumers and obtaining input; and
•    conducting studies and analyses relating to the communications sector”[2]
 
Inggris – The Office of Communication

Dalam Office of Communications Act 2002 CHAPTER 11, The Office of Communication (OFCOM) dibentuk sebagai lembaga yang mengatur mengenai telekomunikasi.[3] OFCOM merupakan gabungan dari Radio Authority (RA) dan Independent Television Commision (ITC), dan dibentuk pada tahun 2003. Secretary of State menentukan anggota OFCOM minimal 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) orang. Seorang ketua OFCOM ditentukan oleh Secretary of State, serta memimpin sejumlah anggota OFCOM, dan anggota eksekutif (the executive members). Anggota eksekutif  terdiri atas pimpinan dan beberapa staff yang diangkat sebagai anggota untuk yang membantunya.[4] Jumlah dan keanggotaan OFCOM (pejabat), meskipun telah ditentukan oleh The Secretary of State harus mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari House of Parliement. Selain itu, setiap anggota akan diperlakukan sama, tanpa memandang status kepegawaiannya di dalam OFCOM.

OFCOM memiliki fungsi, yakni “to do such things as they consider appropriate for facilitating the implementation of, or for securing the modification of, any relevant proposals about the regulation of communications”, yang berarti OFCOM melaksanakan, mengimplementasikan, dan menyebarkan segala hal yang berkaitan dengan peraturan telekomunikasi (dalam hal ini adalah Office of Communications Act 2002 CHAPTER 11, dan peraturan-peraturan lain yang terkait).

Kewenangan OFCOM di Inggris meliputi (OFCOM’s specific duties fall into six areas)[5] :

•    Ensuring the optimal use of the electro-magnetic spectrum
•    Ensuring that a wide range of electronic communications services – including high speed data services – is available throughout the UK
•    Ensuring a wide range of TV and radio services of high quality and wide appeal
•    Maintaining plurality in the provision of broadcasting
•    Applying adequate protection for audiences against offensive or harmful material
•    Applying adequate protection for audiences against unfairness or the infringement of privacy
•    OFCOM will regulate with a clearly articulated and publicly reviewed annual plan, with stated policy objectives.
•    OFCOM will intervene where there is a specific statutory duty to work towards a public policy goal which markets alone cannot achieve.
•    OFCOM will operate with a bias against intervention, but with a willingness to intervene firmly, promptly and effectively where required.
•    OFCOM will strive to ensure its interventions will be evidence-based, proportionate, consistent, accountable and transparent in both deliberation and outcome.
•    OFCOM will always seek the least intrusive regulatory mechanisms to achieve its policy objectives.
•    OFCOM will research markets constantly and will aim to remain at the forefront of technological understanding.
•    OFCOM will consult widely with all relevant stakeholders and assess the impact of regulatory action before imposing regulation upon a market.

Selain itu, OFCOM sebagai lembaga independen di Inggris memiliki prinsip-prinsip dalam menjalankan kewenangannya, yang dikenal dengan OFCOM’s Regulatory Principles, diantaranya:

•    OFCOM will regulate with a clearly articulated and publicly reviewed annual plan, with stated policy objectives.
•    OFCOM will intervene where there is a specific statutory duty to work towards a public policy goal which markets alone cannot achieve.
•    OFCOM will operate with a bias against intervention, but with a willingness to intervene firmly, promptly and effectively where required.
•    OFCOM will strive to ensure its interventions will be evidence-based, proportionate, consistent, accountable and transparent in both deliberation and outcome.
•    OFCOM will always seek the least intrusive regulatory mechanisms to achieve its policy objectives.
•    OFCOM will research markets constantly and will aim to remain at the forefront of technological understanding.
•    OFCOM will consult widely with all relevant stakeholders and assess the impact of regulatory action before imposing regulation upon a market.
 
Australia – Australian Communication and Media Authority

Australian Communication and Media Authority (ACMA) di Australia, adalah lembaga yang dibentuk untuk mengatur mengenai jaringan pita lebar, komunikasi, dan perekonomian digital. Oleh karena itu ACMA bertanggung jawab melaksanakan pengaturan yang meliputi penyiaran, internet, komunikasi radio dan pertelekumunikasian. ACMA memiliki kantor pusat di Canberra, Melbourne dan Sydney, serta memiliki perwakilan di seluruh wilayah Australia, dimana memperkerjakan hampir 500 orang lebih. ACMA didirikan pada 1 Juli 2005, yang merupakan penggabungan dari the Australian Broadcasting Authority dan the Australian Communications Authority.

ACMA memiliki kewenangan untuk membuat peraturan yang terkait dengan industri (penyiaran, komunikasi, dan telekomunikasi), memberikan ijin penyelenggaraan, serta membuat kode etik. ACMA juga mengawasi pelaksanaan peraturan telekomunikasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
 
Perancis – Conseil Supérieur de l’Audiovisuel

Lembaga regulator ini dibentuk pada tahun 1984, dimana dibentuk dengan alasan merespon adanya liberalisasi penyiaran di Perancis. Liberalisasi tersebut dimulai dengan munculnya pemancar radio yang terus tumbuh dan hampir ada di semua daerah di wilayah Perancis. Dengan keadaan tersebut badan regulator penyiaran mutlak diperlukan untuk mengatur penggunaan gelombang radio dan siapa yang berwenang memberikan izin penggunaan frekuensi tersebut.

Conseil Supérieur de l’Audiovisuel (CSA) memiliki 9 (sembilan) anggota, dimana 3 (tiga) orang diangkat oleh Presiden Perancis, 3 (tiga) orang diangkat oleh Senat, dan 3 (tiga) orang lainnya diangkat oleh Parlemen. Semua anggota CSA tidak diperbolehkan untuk bekerja di tempat lain kecuali mengajar. Hal ini bertujuan untuk mencegah terpengaruhnya keputusan – keputusan yang diambil. Keanggotaan CSA selama 6 (enam) tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi.

CSA adalah lembaga negara yang independen dan bertanggung jawab kepada publik. Lembaga ini juga dibiayai oleh APBN Perancis dengan persetujuan parlemen. Kewenangan CSA meliputi kewenangan untuk mengambil keputusan yang bersfat yuridis, baik administratif maupun teknis. Kewenangan ini diantaranya : mengangkat dan memberhentikan direktur radio dan televisi, baik publik maupun swasta; membuat peraturan mengenai isi siaran dan periklanan; mengeluarkan izin dan izin siaran; dan memberikan sanksi mulai dari denda sampai dengan pencabutan izin, baik sementara maupun untuk selama-lamanya.[6] CSA juga dibantu oleh satu biro yang beranggotakan 150 sampai dengan 200 orang yang dipimpin oleh seorang kepala administrasi dan kepala bidang politik.
 
Afrika Selatan – Independent Communication Authority of South Africa

Independent Communication Authority of South Africa (ICASA) merupakan badan independen yang mengatur penyiaran di Afrika Selatan. Badan ini dibentuk berdasarkan UU Penyiaran tahun 1999 dan UU Otoritas Telekomunikasi tahun 1996. ICASA adalah gabungan dari Indepandent Broadcasting Authority (IBA), dan STATRA.

ICASA memberikan pengertian mengenai regulator independen, yakni adalah institusi dan badan yang tidak didominasi para pemilik penyiaran besar dan didominasi oleh pemerintah (not be dominated by the largest broadcasting operators or dominated by government). Anggota ICASA juga harus bebas dari jabatan politik yang ada di pemerintahan, badan legislatif, dan bebas dari kepentingan ekonomi-politik yang mempengaruhi keputusannya, sehingga dengan demikian anggota ICASA merupakan figure yang tepat untuk mewakili kepentingan publik. Untuk menjadi salah satu anggota dari ICASA, seseorang harus dipilih  lewat kompetisi yang terbuka dan berdasarkan latar belakang professional. Selain itu terpilihnya menjadi anggota ICASA juga harus melalui hasil dengar pendapat dengan publik (public hearings).

ICASA memiliki fungsi dan kewenangan yang diatur dalam peraturan perundangan yang membentuknya. Fungsi dan kewenangan ICASA ini mengacu pada peraturan yang berlaku secara internasional. Adapun fungsi dan kewenangan ICASA adalah :

•    membuat regulasi dan kebijakan yang mutlak bagi penyiaran dan telekomunikasi;
•    menyediakan izin pada penyedia layanan telekomunikasi dan penyiaran;
•    memonitor lingkungan penyiaran dan memperkuat melalui pengembangan regulasi dan kebijakan berkala;
•    mendengar dan memutuskan berbagai pengaduan dari kalangan industri serta publik penyiaran;
•    membuat rencana, mengontrol, dan mengelola spectrum frekuensi;
•    memproteksi konsumen dari perilaku tidak jujur, kualitas siaran yang rendah, dan produk yang menyesatkan. Red dari berbagai sumber

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.