- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 8800
Jakarta -- Cepat atau lambat, perspektif penyiaran nasional akan beralih dari penyiaran konvensional ke penyiaran berbasis internet. Masa depan penyiaran, baik global maupun nasional, ada di saluran tersebut. Pada akhirnya penyiaran melalui kanal frekuensi tergusur.
Pendapat tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, ketika menerima kunjungan dari Komisi I DPR Aceh, Jumat (11/3/2022) di Kantor KPI Pusat, Jakarta.
Menurut Irsal, perubahan tersebut harus diantisipasi melalui pendekatan regulasi. Perlu dibuat regulasi anyar yang pengaturnya menjangkau platform secara lebih luas atau multimedia.
“Penyiaran itu scope-nya makin kecil karena tertekan disrupsi digital. Oleh karenanya, KPI mendorong konsep pengaturannya multi media ini karena dimensi penyiaran sudah ada yang melalui internet,” katanya.
Terkait hal itu, Irsal menyampaikan rencana perubahan atau revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran oleh Komisi I DPR RI. Salah satu isu besar atas perubahan ini soal akan dicantolkannya pengaturan penyiaran berbasis internet.
“Ini akan menjadi tantangan terberat karena mengatur wilayah yang selama ini tidak tersentuh. Internet ini kan game of changer. Efeknya terhadap publik luar biasa tapi sampai sekarang tidak ada aturannya. Mudah-mudahan ini bisa berjalan dengan baik dan bisa menjangkau wilayah tersebut,” ujar Irsal penuh harap.
Irsal juga menyatakan pentingnya keberadaan KPID dengan berbagai penguatan yang disokong secara tegas dalam RUU tersebut. “Ke depan KPID akan dibiayai APBN. Karena kesulitan di daerah adalah soal angaran ini. Ini menjadi isu utama kita. Dengan adanya UU Penyiaran baru ini kita harap bisa membantu kinerja KPID ke depannya,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan ini.
Anggota Komisi I DPR Aceh, Bardan Sahidi, diawal pertemuan itu menyampaikan persoalan dana hibah untuk pembiayaan KPID. Menurutnya, mekanisme hibah ini justru makin menyulitkan KPID dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Bardan juga berharap adanya perhatian lembaga penyiaran soal penghormatan kearifan budaya lokal dalam konten siaran. Pasalnya, nilai-nilai kelokalan ini sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat daerah khususnya di Aceh.
“Peringatan soal bencana tsunami setiap 24 Desember sudah mulai dilupakan. Padahal ini penting disiarkan oleh lembaga penyiaran,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota DPR Aceh lain, Darwati A Gani, mendukung upaya DPR RI melakukan perubahan terhadap UU Penyiaran. “Kita berharap ini segera diselesaikan,” katanya di tempat yang sama.
Menutup pertemuan, Irsal meminta DPR dan Pemerintah Provinsi Aceh untuk terus mendukung program dan isu strategis penyiaran dengan mendukung keberadaan KPI Aceh. “Sehingga ini bisa berjalan efektif dan melahirkan gagasan penyiaran yang lebih baik untuk Aceh,” tandasnya yang dalam pertemuan itu, didampingi Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri. ***