- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 13276
Bekasi – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memiliki peran dan fungsi mengukur kualitas isi siaran lembaga penyiaran. Dalam salah poin di UU (Undang-Undang) Penyiaran No.32 Tahun 2002 disebutkan, penyiaran merupakan kegiatan komunikasi massa yang berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Menindaklanjuti itu, KPI menggandeng 12 Perguruan Tinggi Negeri di tanah air guna mengukur kualitas siaran tersebut.
Sekertaris Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Umri mengungkapkan, keberlimpahan informasi yang ada saat ini menjadi kekhawatiran yang tidak bisa tuntas hanya dengan sebuah pengamatan saja. Dalam prespektif lain, KPI mencoba melakukan sesuatu dalam menjaga tangggung jawab moral pubik melalui alat ukur dengan substansi berbasis akamedik.
Dengan mengajak para pakar dari 12 perguruan tinggi negeri diantaranya, Universitas Sumatera Utara, Univeristas Andalas (Padang), Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN) Jakarta, Universitas Padjadjaran (Bandung), Univeristas Dipenegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Negeri Surabaya, Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Hassanudin (Makassar) dan Universitas Pattirmura (Ambon), Umri berharap para pakar memberikan kontribusi dan pemikirannya dalam mengukur kualitas konten siaran TV di Indonesia.
“Saya menginginkan adanya peran dari rekan-rekan akademisi yang tentu memiliki rasa yang sama untuk melihat dan menakar sejauh mana kualitas tontonan tayangan kita,“ kata Umri saat membuka kegiatan Workshop Indeks Kualitas Siaran Televisi di Bekasi, Kamis (17/3/2022)
Kegiatan yang dihadiri oleh 12 delegasi/pengendali lapangan dari masing-masing universitas bertujuan untuk menentukan skema, proses penilaian melalui aplikasi Sirinkas (Sistem Informasi Indeks Kualitas) hingga didapatkan nilai dan argumentasi yang akan dibawa sebagai bahan dalam Focus Group Disscusion (FGD) di Bali pada Mei mendatang. Sebagai informasi topik penilaian yakni 8 kategori program terdiri atas, berita, infotaimen, variety show, religi, anak, wisata budaya, talkshow dan sinetron.
Umri juga menekankan bahwa proses penentuan tayangan berkualitas atau tidak, melalui porses yang panjang. Menurut hematnya dari setiap penilaian kategori yang ada nantinya dapat menghasilkan sebuah buku sebagai bukti adanya literatur baru dari perkembangan hasil pengamatan informan ahli di tiap daerah sehingga hasil penelitian ini guna manfaat bukan hanya untuk KPI.
“Hasil observasi teman-teman para informan ahli di tiap daerah itu kan beragam dan berdasar berbasis keilmuan. Saya ingin adanya sebuah karya atau buku yang bahanya diambil dari gagasan tiap kategori yang menjadi objek penilaian,” pintanya.
Pada kesempatan yang sama, salah satu konsultan ahli Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Univeristas Indonesia, Pinckey Triputra, mengatakan senada dengan Umri. Ia mengingatkan bahwa bentuk buku dari hasil penilaian ini berjenis antologi atau berisi berbagai essay terkait 8 kategori acara tersrbut. Perlu ditekankan, tambah Pinckey, konten-konten siaran juga berkaitan dengan pemirsa, dinamikanya dan ada interpretasi terhadap data yang ada di dalam buku tersebut.
Terkait teknis pelaksanaan FGD, Pinkey menuturkan, pentingnya merekam setiap argumentasi yang timbul dari hasil pengamatan setiap informan ahli. Dasar gagasan tersebut akan menjadi data verbatim, kemudian para pengendali lapangan harus selektif dalam memilih pendapat informan ahli yang berkolerasi dengan kategori yang telah dinilai. “Setiap individu yang ada di dalam diskusi argumennya wajib direkam. Rekaman ditranskrip menjadi data verbatim, dan data ini disebut sebagai open coding,” tukasnya. Maman/Editor: RG dan MR
]