Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, menyesalkan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Utara terkait pembatalan larangan iklan politik di luar masa kampanye. PTUN mengabulkan gugatan terhadap surat edaran Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) nomor 225/K/KPI/31.2/04/2017. Menurut Meutya, keputusan tersebut dapat mencederai kewenangan KPI sebagai lembaga pengawas penyiaran.

"Hal ini memberikan preseden buruk bagi penegakan aturan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) yang dibuat oleh KPI," ujar Meutya melalui keterangan tertulis, Kamis (5/10/2017). Keputusan PTUN salah satunya meminta KPI mengeluarkan surat edaran lintas sektor, yakni dengan Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Meutya menganggap poin tersebut aneh, karena tugas dan fungsi KPI adalah mengawasi tanpa terikat. Penyelenggara pemilu pun tidak bisa menindak isi siaran yang dianggap melanggar P3SPS.

"Bagaimana mungkin KPI yang mempunyai wewenang mengawasi televisi, harus berkoordinasi dengan lembaga negara lain sebelum membuat keputusan?" kata Meutya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, iklan politik yang diputar secara masif dan berulang-ulang di luar masa kampanye merupakan bentuk pelanggaran. Menurut dia, iklan di televisi harus menguntungkan publik dan negara yang mendapat manfaat dari frekuensi yang disewakan kepada lembaga penyiaran.

Sebelumnya, hakim PTUN yang mengadili perkara menilai surat edaran KPI tersebut tidak tepat. Surat edaran KPI nomor 225 itu isinya mendorong agar lembaga penyiaran menciptakan iklim penyiaran yang independen, berimbang, dan netral sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI, Hardly Stefano mengatakan, pihaknya masih mempelajari putusan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Namun, ia memastikan KPI akan mengajukan banding.

Belum juga mengajukan banding, pada Selasa (3/10/2017) malam, Hardly mengaku mendapat laporan sejumlah stasiun televisi milik MNC Group sudah ada yang menayangkan iklan politik dari Partai Perindo. Partai Perindo memang diketuai oleh CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Padahal, dalam pemahaman KPI, seharusnya iklan itu tidak dulu tayang lantaran putusan hakim PTUN belum berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pihaknya masih mengajukan banding.

"Kami masih menunggu (salinan putusan) itu untuk kami mengambil sikap terhadap tayang-tayangan yang muncul itu. Walaupun dalam pemahaman kami kalau itu belum berkekuatan hukum tetap, maka seharusnya edaran itu masih berlaku dan dipatuhi," ujar Hardly. (KOMPAS.COM)

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugatan atas keluarnya Surat Edaran Larangan Siaran Iklan Partai Politik. Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Hardly Stefano Pariela mengatakan KPI telah bersepakat untuk mengajukan banding. Hal tersebut disampaikan Hardly usai rapat penjatuhan sanksi di kantor KPI Pusat (4/10).

“KPI menyayangkan putusan PTUN meski tetap menghormati keputusan hakim tersebut”, ujar Hardly. Hal ini dikarenakan keberadaan surat edaran tersebut merupakan upaya KPI dalam rangka melindungi publik dari penggunaan frekuensi siaran untuk kepentingan kelompok  dan kepentingan partai politik tertentu.

Surat edaran KPI yang melarang siaran iklan partai politik digugat oleh Partai Berkarya dan Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia di PTUN. Hasil sidang PTUN yang diselengarakan pada 3 Oktober lalu itu, mengabulkan gugatan dan menyatakan surat edaran tidak berlaku sampai ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap.

Padahal, ujar Hardly, surat edaran KPI ini pada dasarnya bertujuan mendorong lembaga penyiaran menciptakan iklim penyiaran yang independen, berimbang dan netral, sebagaimana  yang diperintahkan oleh Undang-Undang.  Apalagi, KPI sebagai perwakilan publik juga harus mendengarkan aspirasi dari masyarakat yang menyampaikan keluhan dan keberatan atas siaran-siaran iklan politik di luar tahapan kampanye.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat peringatan untuk tiga program acara yakni “Series Komedi Keluarga: Warkop DKI The Series” di Global TV, “Jodoh Wasiat Bapak” di ANTV dan “Rezeki 7 Turunan” di Trans TV. Surat peringatan itu dikeluarkan KPI Pusat, Kamis (28/9/2017), pekan lalu.

Dalam surat peringatan untuk Global TV dijelaskan bahwa program siaran “Series Komedi Keluarga: Warkop DKI The Series” yang tayangan tanggal 19 September 2017 mulai pukul 12.00 WIB dinilai tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan anak, pembatasan program siaran horor, dan klasifikasi program siaran sebagaimana diatur dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012.

Program tersebut tersebut menampilkan beberapa adegan saat sesosok hantu wanita muncul dan meneror orang-orang di sekitarnya hingga ketakutan. KPI Pusat menilai hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 15 Ayat (1), Pasal 32, dan Pasal 37 Ayat (4) huruf c SPS KPI Tahun 2012 tentang perlindungan anak-anak dan remaja, pembatasan program siaran horor, dan larangan program siaran klasifikasi R menampilkan materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti horor.

Adapun isi surat peringatan untuk ANTV menjelaskan bahwa program siaran “Jodoh Wasiat Bapak” yang ditayangkan pada tanggal 3 September 2017 mulai pukul 10.27 WIB dan 18 September 2017 mulai pukul 18.52 WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan anak-anak dan remaja serta pembatasan program siaran mistik, horor dan supranatural sebagaimana telah diatur dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012.

Program siaran tersebut menampilkan cukup banyak muatan horor (hantu) yang dapat menimbulkan kengerian khalayak. KPI Pusat menilai program siaran yang menampilkan muatan mistik, horor dan/atau supranatural yang menimbulkan ketakutan dan kengerian khalayak dikategorikan sebagai program siaran klasifikasi D (Dewasa) dan hanya dapat ditayangkan pada pukul 22.00-03.00 waktu setempat, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 SPS KPI Tahun 2017.

Sedangkan dalam surat peringatan untuk Trans TV dijelaskan bahwa program siaran “Rezeki 7 Turunan” yang ditayangkan pada tanggal 12 September 2017 pukul 19.31 WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan remaja serta pembatasan program siaran mistik, horor dan supranatural sebagaimana telah diatur dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012.

Program siaran tersebut menampilkan cukup banyak muatan horor (hantu) yang dapat menimbulkan kengerian khalayak. Selain itu, muatan horor serupa juga kami temukan pada tayangan “Rezeki 7 Turunan” tanggal 13, 14, 15, 18, 19 dan 20 September 2017. KPI Pusat menilai program siaran yang menampilkan muatan mistik, horor dan/atau supranatural yang menimbulkan ketakutan dan kengerian khalayak dikategorikan sebagai program siaran klasifikasi D (Dewasa) dan hanya dapat ditayangkan pada pukul 22.00-03.00 waktu setempat, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 SPS KPI Tahun 2017.

Wakit Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, yang menandatangani surat peringatan itu meminta ketiga stasiun televisi untuk lebih memperhatikan dan menjadikan P3 dan SPS KPI sebagai pedoman dalam penayangan program siaran. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) memutuskan memberi sanksi teguran untuk program siaran jurnalistik “Lensa Indonesia Malam” yang tayang di RTV. Program siaran jurnalistik tersebut kedapatan menampilkan adegan beberapa pasangan yang berciuman bibir.

Berdasarkan pemantauan dan hasil analisis, KPI Pusat menemukan pelanggaran tersebut pada tayangan “Lensa Indonesia Malam” RTV pada tanggal 19 September 2017 pukul 00.31 WIB.

“Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas pelarangan adegan ciuman bibir pada program siaran,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, dalam surat teguran KPI Pusat untuk RTV, Kamis (28/9/2017).

Menurut Rahmat, program tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 16 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 18 huruf g.

“Kami meminta RTV segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama, baik pada program sejenis maupun program lainnya. Kami juga minta RTV wajib menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran,” papar Rahmat dalam surat teguran tersebut. ***

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

 

Jakarta – Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, mengusulkan Undang-undang Penyiaran yang baru mengatur secara tegas pasal soal kepemilikan lembaga penyiaran dan pemanfaatan frekuensi milik publik oleh lembaga penyiaran. Penegasan itu diperlukan untuk menghapus adanya praktek monopoli atau kepemilikan tunggal serta penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Menurut Agung, aturan soal kepemilikan lembaga penyiaran dapat mengadopsi aturan kepemilikan saham dalam regulasi Bank Indonesia (BI). Dalam aturan BI itu dijelaskan kepemilikan Bank umum tidak boleh dikuasai oleh satu orang atau dimonopoli.

“Aturan BI mengenai kepemilikan sangat jelas dan tegas dan itu saya kira bisa diterapkan dalam aturan di UU Penyiaran,” kata Agung di depan peserta fokus grup diskusi (FGD) dengan tema “"Frekuensi Publik dalam Perspektif Fiqh", yang berlangsung di kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Senin (2/10/2017).

UU Penyiaran yang baru harus tegas menjelaskan bahwa frekuensi publik tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Frekuensi ini merupakan sumber daya terbatas dan karena itu harus dimanfaatkan dengan benar dan tepat untuk kepentingan masyarakat.

“Di dalam UU Penyiaran tahun 2002 pengaturan mengenai kepemilikan dan pemanfaatan frekuensi tidak tegas dan itu menjadi kelemahan UU Penyiaran sekarang,” jelas Agung yang diamini Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, yang hadir dalam diskusi tersebut.

Agung juga mengusulkan supaya UU Penyiaran baru dapat memasukan pasal soal sanksi denda terhadap pelanggar aturan P3 dan SPS. “Pasal soal denda akan memberi efek jera bagi lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran karena secara finansial mereka akan mengalami kerugian. Jika ini diterapkan besar kemungkinan kualitas konten di lembaga penyiaran akan membaik,” jelasnya.

Adapun soal pengawasan konten, lanjut Agung, hal itu merupakan kewenangan mutlak yang harus dimiliki KPI dalam UU Penyiaran baru. Karena itu, pengawasan konten ini harus selaras dengan adanya penguatan pada sanksi terhadap pelanggaran, kelembagaan serta anggaran.

Diskusi yang berlangsung dinamis dan hangat di ruang rapat lantai 4 Gedung PB NU itu juga dihadiri Dirjen Dirjen PPI Kemenkominfo, Ahmad M. Ramli, dan Dirjen SDPPI Kemenkominfo, Ismail. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.