Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Angkatan LII (lima puluh dua) di Kantor KPI Pusat selama 3 hari, mulai Senin (4/11/2024) hingga Rabu(6/11/2024). Program peningkatan sumber daya manusia (SDM) penyiaran ini diikuti oleh 42 orang perwakilan dari 20 Lembaga Penyiaran, baik televisi maupun radio, dan internal KPI. 

Kepala Sekolah P3SPS sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso menyampaikan, alasan pemilihan tema “Mengawal Pilkada 2024 Melalui Siaran yang Berimbang dan Informatif” menjadi penting dan relevan karena bertepatan dengan pelaksanaan tahap Pilkada yang saat ini memasuki pelaksanaan kampanye pasangan calon. 

“Kenapa mesti berimbang? Karena kami berharap informasi yang disajikan, ruang untuk memberi gagasan dan pemberitaan, benar bisa diberikan untuk semua paslon. Lembaga penyiaran bisa netral, apa yang disajikan haruslah informatif karena masyarakat membutuhkan berita yang komprehensif,” demikian kata Tulus Santoso. 

Pihaknya juga mengharapkan lembaga penyiaran untuk bisa menyampaikan apa yang menjadi program, kekurangan dan kelebihannya dengan baik, agar pemilih bisa memutuskan secara rasional pada tanggal 27 November mendatang.

Sebagaimana juga disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, pada Wisuda Diploma Akademi Komunikasi Media Radio dan TV Jakarta bulan lalu, Sekolah P3SPS merupakan salah satu upaya pengembangan SDM penyiaran dalam rangka menciptakan keberagaman di LP. Sekolah P3SPS juga menjadi upaya internalisasi regulasi penyiaran Indonesia.

“Pemahaman komprehensif regulasi penyiaran oleh lembaga penyiaran akan menjadi jangka terciptanya karya berkualitas, bukan sekedar dari tampilan layar, melainkan pesan substansi yang menghibur dan mengedukasi.”

Ubaidillah menyebutkan KPI sudah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) bersama dengan Dewan Pers, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta masuk dalam gugus tugas pengawasan penyelenggaraan pilkada. Melalui SE Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024, KPI Pusat menyesuaikan regulasi penyelenggara, khususnya KPID, agar dipedomani dan diterapkan di LP untuk mencegah kesalahpahaman dan pelanggaran tentang penyelenggaraan kampanye, dengan spot sebagaimana sudah disampaikan.

Pihaknya juga menekankan keterlibatan LP, terutama LPB untuk ikut menyiarkan sehingga masyarakat di lokasi 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) menerima informasi dengan baik dan benar.

Anggota DPR RI Komisi I, Sukamta, melalui zoom meeting menyampaikan, penyelenggaraan Pilkada 2024 sebagai momentum krusial bagi demokrasi Indonesia yang membutuhkan perak aktif seluruh stakeholder, terutama LP yang masih menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar masyarakat dalam mengambil Keputusan politik. Era digital menuntut LP menjadi penetralisir hoaks dan polarisasi politik di media sosial, dengan menyajikan informasi yang terverifikasi dan berimbang.

“Disinilah peran P3SPS sebagai panduan menjaga netralitas, objektivitas, dan keberimbangan siaran politk, sekaligus melindungi publik dari manipulasi informasi selama Pilkada,” kata politisi dari Partai PKS ini.

Lembaga penyiaran memiliki peran menjaga keberimbangan informasi, konten informatif, pengawasan konten, dan mengedukasi pemilih. Pemahaman dan implementasi P3SPS yang baik akan memberikan kontribusi signifikan dalam menciptakan politik sehat dan konstruktif melalui siaran berimbang dan informatif.

Sementara itu, legislatif memberikan dukungan melalui penguatan regulasi penyiaran yang mendukung demokratisasi, pengawasan terhadap implementasi P3SPS, melakukan fasilitasi dialog antara regulator, lembaga penyiaran dan pemangku kepentingan, serta mendorong peningkatan kapasitas SDM penyiaran.

Senada dengan Sukamta, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI), Wayan Toni Supriyanto, menyampaikan fakta bahwa masyarakat masih bergantung pada televisi dan radio untuk validasi konten dan isu yang beredar. “Oleh karena itu, kita bertanggungjawab menjaga peran dalam menyebarkan informasi yang sesuai fakta dan dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.

UU Penyiaran mengalami perkembangan dan tantangan. Pada Era Orde Baru, penyiaran diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 1997. Pada masa ini kendali penyiaran dipegang oleh pemerintah dan peluang swasta sangat terbatas. Namun, Era Reformasi melahirkan UU Nomor 32 Tahun 2002, yang mengalihkan kendali penyiaran kepada KPI, yang merupakan perwakilan masyarakat. Saat ini, pada Era Transformasi Digital yang kemudian memunculkan UU Cipta Kerja, perizinan (dalam bentuk rekomendasi kelayakan) yang sebelumnya masuk kewenangan KPI, sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah; berkolaborasi dengan pihak swasta, demi mengejar ketertinggalan digitalisasi. 

“Penyelesaian migrasi siaran TV terestrial analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) merupakan awal keberhasilan transformasi digital penyiaran. Kualitas tayangan yang lebih jernih, peningkatan coverage siaran, infrastruktur sharing televisi yang menghemat biaya operasional hingga 60% dan membantu keuangan LP meningkatkan mutu produksi acara, serta frekuensi digital dividend merupakan manfaat yang dirasakan siaran TV digital”, ungkapnya. 

Peluang dan tantangan kelanjutan Transformasi Digital yang dihadapi saat ini mencakup kelanjutan digitalisasi (multiplatform), formulasi kebijakan teknologi digital, TV data casting, integrated broadcast, radio digital, serta penyiaran 5G.

Pada masa kepemiluan, Kementerian Komunikasi dan Digital berkoordinasi dengan KPI, KPU, dan Bawaslu untuk mengawasi ruang LP dan internet. Diharapkan peserta Sekolah P3SPS memberikan informasi Pilkada yang sejuk sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat.

Turut hadir dalam acara yaitu Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, Koordinator Bidang Kelembagaan, I Made Sunarsa, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP), Muhammad Hasrul Hasan, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah, Komisioner Bidang Kelembagaan, Mimah Susanti serta Amin Shabana, yang juga menjadi narasumber sekolah. Anggita/Foto: Agung R

 

 

 

 

Bekasi – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) Tahap II Tahun 2024 di Bekasi, Sabtu (2/11/2024). Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menuturkan pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam penyelenggaraan IKPSTV ini. Menurutnya, kegiatan rutin seperti FGD ini bukan sekadar formalitas, tetapi juga berdampak secara logis karena harus mengikuti evaluasi dan koreksi, baik dari internal maupun eksternal KPI. 

Oleh karenanya, sambung Ubaidillah, sangat penting agar program siaran televisi di Indonesia tetap berkualitas dan sesuai dengan prinsip dasar KPI. "Kegiatan ini kami laksanakan secara rutin, namun tidak boleh menjadi rutinitas tanpa makna. Kami harus tetap terbuka terhadap kritik dan masukan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar KPI. Semua ini bertujuan untuk memastikan bahwa IKPSTV menjadi cerminan kualitas siaran televisi yang ada di Indonesia," ujarnya.

KPI mengedepankan pendekatan transparan dalam metodologi penilaian serta partisipatif dengan melibatkan akademisi dalam menilai program siaran. Pendekatan ini diharapkan dapat memberdayakan program-program siaran televisi yang berkualitas dan mampu menjawab tantangan dunia penyiaran saat ini. "Dengan pendekatan yang transparan, partisipatif, dan pemberdayaan ini, kami berharap IKPSTV dapat menjadi pijakan yang komprehensif dalam menjawab kebutuhan dunia penyiaran yang terus berkembang," tambah Ubaidillah.

Pada kesempatan yang sama, Penanggung Jawab Program IKPSTV KPI Pusat, Amin Shabana menyampaikan apresiasinya kepada 12 perguruan tinggi atas komitmennya membersamai kegiatan ini sampai sekarang. KPI melanjutkan proses penghitungan untuk periode ke-dua tahun 2024. Meski begitu, kata Amin, terdapat dua kategori program siaran yang masih menjadi perhatian utama KPI, yaitu Infotainment dan Sinetron. 

Amin mengungkapkan pihaknya akan mengembangkan program indeks dengan cakupan lebih luas, yang akan diberi nama Indeks Penyiaran Indonesia (IPI). Program baru ini dijadwalkan mulai dilaksanakan pada 2025, dengan harapan dapat menjadi acuan yang lebih komprehensif bagi lembaga penyiaran dan stakeholder di tanah air. 

“Dengan cakupan yang begitu luas, kedepannya saya berharap Indeks Penyiaran Indonesia (IPI) memberikan manfaat dan hasilnya bisa diperhatikan oleh semua pemangku kepentingan penyiaran di Indonesia,” kata Amin. 

Di tempat yang sama, Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas RI, Nuzula Anggeraini mengatakan, KPI terus menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk menjamin masyarakat mendapatkan informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia.  

Dia mengklaim pihaknya mendukung KPI dalam upaya mengembangkan Indeks Penyiaran Indonesia (IPI) sebagai alat ukur baru yang akan mencakup lebih banyak aspek dalam dunia penyiaran, termasuk dari segi kewilayahan. IPI diharapkan mulai diterapkan pada tahun 2025 dan menjadi alat ukur yang dapat membantu meningkatkan kualitas penyiaran nasional secara lebih merata dan berkelanjutan.

“Dengan adanya IPI, diharapkan potret kondisi penyiaran di Indonesia menjadi lebih komprehensif dan dapat menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan yang lebih tepat sasaran. Pembangunan indikator penyiaran yang tepat untuk seluruh wilayah Indonesia bukanlah perkara mudah, mengingat karakteristik yang beragam. Oleh karena itu, kami mendorong KPI untuk melibatkan pihak-pihak berkompeten dalam menyusun rancangan IPI ini sehingga indikator yang dihasilkan kuat dan relevan," ujar Nuzula. Syahrullah

 

 

Yogyakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerjasama dengan KPI Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) Goes to Campus di Universitas Anggota Keluarga Pejuang Republik Indonesia (AKRPIND), Yogyakarta, dengan tema “Seminar Wawasan Kebangsaan dan Etika Penyiaran” (02/11). Kegiatan ini masih dalam rangkaian Pekan Anugerah Penyiaran KPID DIY 2024 yang diselenggarakan mulai 31 Oktober hingga 9 November 2024. Pada waktu yang bersamaan, diadakan Lomba Kreativitas Elektroteknik yang diikuti oleh pelajar SMA/K di wilayah DIY.

Dalam sambutannya, Rektor Universitas AKPRIND, Edhy Sutanta, menekankan pentingnya untuk cermat dalam pemanfaatan teknologi dan memperhatikan aspek etika. Sementara Hazwan Iskandar Jaya, Ketua KPID DIY, menekankan tentang bagaimana seharusnya berkontribusi terhadap masyarakat melalui media penyiaran, khususnya dengan adanya standar norma dan nilai yang khas di suatu daerah sehingga bisa diinternalisasi oleh masyarakatnya. 

Mewakili Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, Wasidi, Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan, memberi dukungan pada pentingnya kolaborasi untuk menguatkan karakter daerah.

“Untuk Lembaga Penyiaran Lokal (LPL), konten lokal harus bisa menjadi raja di daerahnya sendiri, jadi perlu ditampilkan di jam tayang yang banyak ditonton pemirsa, karena ini menjadi suatu upaya untuk menjaga jati diri bangsa,” demikian disampaikan Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Evri Rizqi Monarshi, dalam paparannya dengan materi tentang Peran Lembaga Penyiaran dalam Menjaga Etika Penyiaran. 

Lembaga penyiaran atau media konvensional diharap bisa menjaga identitas bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa melalui tayangan. Evri memberikan gambaran tayangan pemberitaan pada masa pilkada yang sedang berlangsung. Penting sekali bagi media menyajikan pemberitaan yang berimbang atau tidak berat sebelah pada satu calon saja. 

Di sela paparan, Evri menyampaikan bagaimana KPI melaksanakan fungsi tugas dan kewenangan pengawasannya terhadap media konvensional. “Bagaimana dengan media konvensional? Apakah sudah sesuai dengan wawasan kebangsaan?”, tanya Evri memancing diskusi dengan peserta seminar. 

Dia berharap media bisa menjaga etika kebangsaan sesuai martabat dan tradisi bangsa agar masyarakat mencintai budaya sendiri. Media juga harus bisa menyeimbangkan kepentingan nasional, kedaulatan dan integritas bangsa. Kehadiran media baru yang lebih mudah diakses dan menyajikan informasi tanpa verifikasi juga menuntut audiens untuk lebih aktif melakukan validasi atas informasi yang diperoleh. Karenanya, Evri menekankan urgensi pengesahan Revisi UU Penyiaran.

Sementara itu, narasumber lain yaitu Ipda Artarina, Ketua Tim Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 AT menyampaikan materi “Pentingnya Wawasan Kebangsaan Kehidupan Kampus dan Dunia Penyiaran dalam Kehidupan Masyarakat Bernegara”. Adapun Ledil Izzah, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID DIY menyampaikan tentang “Pengawasan Isi Siaran sebagai Tanggung Jawab Bersama”. 

Selain jajaran KPID DIY, turut hadir sivitas akademika Universitas AKPRIND dan perwakilan lembaga penyiaran dalam seminar yaitu Enik Sarjumanah, Kepala Balai Monitor DIY, Gandang Hardjananta, Ketua Paguyuban Nayantaka DIY, serta Mardiyono; Ketua Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta. Anggita/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.