Seoul -- Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) perlu membangun kerjasama yang lebih intensif melalui kolaborasi pembuatan konten. Upaya bersama ini dinilai akan membantu mengkampanyekan nilai dan budaya yang ada di kedua negara.

Usulan itu disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah, dalam acara Internasional Broadcasting Co-production Conference (IBCC) 2023 yang berlangsung di Seoul, Korsel, pekan ini. IBCC merupakan forum konferensi yang diselenggarakan Komisi Komunikasi Korea atau KCC (Korean Communication Commision) untuk mendengarkan secara langsung pengalaman sejumlah negara di Asia tentang perkembangan penyiaran di negaranya. Indonesia ikut diundang dalam konferensi tersebut.

Ia menyatakan penyiaran di Indonesia sangat terbuka dengan nilai-nilai yang saling menguatkan dari masing-masing budaya. Kerjasama pembuatan konten ini akan memperkuat citra baik antar negara tanpa mengurangi nilai-nilai fundamental di masing-masing negara. Selain juga membuka potensi menciptakan peluang yang besar di bidang kreativitas. 

“Ini adalah kesempatan kita, kesempatan antara Indonesia, Korea Selatan, dan negara-negara lain untuk mengkampanyekan budaya bersama-sama melalui kerja sama produksi konten,” kata Ubaidillah. 

Dia juga menceritakan jika Indonesia telah melakukan transisi dari penyiaran analog ke digital. Pelaksanaan siaran digital telah membawa perubahan signifikan pada lanskap penyiaran dan konten. 

“Penghematan alokasi frekuensi melalui digitalisasi telah membuka peluang usaha baru yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha baru. Hal ini telah menyebabkan keterbukaan yang lebih besar dalam perekonomian, menarik pemilik bisnis televisi baru dan usaha lain di bidang telekomunikasi,” jelas Ubaidillah.  

Ubaidillah menyampaikan bahwa kolaborasi memegang peranan penting dalam menjaga keharmonisan di Indonesia. Filosofi hidup ini berakar kuat dari silsilah Pancasila. “Ini adalah salah satu filosofi dan nilai agung yang diturunkan dari kearifan masyarakat Indonesia. Pancasila mendorong inklusivitas dan keterbukaan dalam segala aspek kehidupan,” tuturnya. 

Selain itu, filosofi penyiaran tercermin dalam undang-undang dan peraturan untuk menjamin hal tersebut setiap orang diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan pandangan dan pendapatnya. Melalui informasi Dengan pengelolaan yang baik, kita dapat mencapai keharmonisan dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia,” ujarnya.

Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, menjelaskan tugas dan fungsi KPI berdasarkan UU Penyiaran yang hanya mengawasi penyiaran di platform TV dan radio. Dia juga menyampaikan porsi untuk siaran asing berdasarkan aturan yang berlaku. Tentunya tayangan tersebut harus selaras dengan budaya dan nilai yang ada di Indonesia. 

“Berdasarkan data nielsen, penonton televisi di Indonesia ada sekitar 135 juta orang dari 278 juta total jumlah penduduk. Adapun jumlah lembaga penyiaran ada 1217 TV dan 1975 radio. Tayangan sinetron menjadi tontonan paling favorit ketimbang film, olahraga atau berita,” kata Reza di forum yang sama. ***

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi teguran tertulis pertama untuk Program Siaran Jurnalistik “Apa Kabar Indonesia Pagi” di TV One. Program ini dinilai melanggar ketentuan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI 2012. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran untuk TV One yang sudah disampaikan beberapa waktu lalu.

Dalam surat itu dituliskan, pelanggaran ditemukan KPI Pusat pada tayangan “Apa Kabar Indonesia Pagi” tanggal 30 Agustus 2023 pukul 06.39 WIB dengan judul pemberitaan “Biadab, Ayah Gauli Anak Kandung Sejak SD” yang terjadi di Tangerang, Banten. Bentuk pelanggaran berupa muatan identitas (wajah) ayah kandung yang merupakan pelaku dari kejahatan seksual tersebut.

Berdasarkan rapat pleno penjatuhan sanksi KPI Pusat, tayangan tersebut melanggar dua pasal dalam P3SPS KPI yakni Pasal 22 ayat (3) P3 dan Pasal 43 huruf F SPS. Pasal 22 Ayat (3) P3 menyatakan lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta P3 dan SPS. 

Kemudian di Pasal 43 huruf f mengatakan bahwa program siaran bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik wajib mengikuti ketentuan menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran sekaligus Anggota KPI Pusat Tulus Santoso mengatakan, ketentuan tentang penyamaran identitas pelaku sudah diatur jelas dalam P3SPS KPI. Menurutnya, pelanggaran ini semestinya tidak terjadi jika lembaga penyiaran memahami dan mengikuti aturan tersebut.

“Ini jadi pelajaran bagi lembaga penyiaran lain agar lebih jeli dan berhati-hati ketika akan menayangkan pemberitaan tentang kasus seperti ini. Jadikan P3SPS sebagai acuan untuk meminimalisir adanya pelanggaran,” katanya. ***

 

 

 

 

 

Jakarta - Konektivitas antarnegara ASEAN (Asociation South East of Asian Nation) yang menjadi amanat Presiden Joko Widodo dalam KTT ASEAN 2023 di Jakarta, ditindaklanjuti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan melakukan kolaborasi penanganan isu strategis di bidang penyiaran dengan negara-negara anggota ASEAN. Hal ini dikarenakan, ada banyak permasalahan penyiaran yang mengharuskan adanya koordinasi dan kolaborasi baik dalam kebijakan atau pun tindakan dengan negara-negara lain, terutama yang bersebelahan batas dengan Indonesia. 

Hal ini disampaikan Amin Shabana, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan saat bertemu dengan Pusat Kelembagaan Internasional Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, di Jakarta, (12/9). Diantara isu penyiaran yang dimaksud Amin adalah luberan siaran asing di wilayah perbatasan antarnegara, regulasi konten siaran, peningkatan sumber daya manusia (SDM) penyiaran dan daya saing konten, serta pembajakan konten-konten siaran. 

Dalam pertemuan tersebut, Amin menyampaikan inisiatif KPI untuk membentuk forum regulator penyiaran antarnegara ASEAN. Hal ini, menurut Amin, juga tindak lanjut dari Indeks Kualitas Siaran Televisi yang sudah digelar KPI selama 8 tahun. “Responden ahli dari Indeks yang merupakan kalangan akademisi merekomendasikan penguatan ekosistem digital pasca ASO, hingga ke tingkat regional,” ujarnya. Dengan demikian ini juga menjadi usaha penguatan konten siaran di Indonesia secara komprehensif, dari hulu hingga ke hilir. 

Sambutan positif atas inisiatif KPI ini disampaikan oleh Kepala Pusat Kelembagaan Internasional, Ichwan Makmur Nasution. Dia menjelaskan bahwa posisi Pusat Kelembagaan Internasional merupakan focal point Indonesia di bidang Komunikasi dan Informatika pada fora Internasional. Sedangkan Kemenkominfo sendiri merupakan focal point atas dua organisasi di ASEAN, yaitu ASEAN Digital Senior Officials Meeting (ADGSOM) untuk sektor digital dan Senior Officials Meeting Responsible for Information (SOMRI) untuk sektor informasi. 

Ichwan juga memaparkan tentang keberadaan ASEAN Ministers Responsible for Information (AMRI) sebagai badan sektoral utama di sektor informasi dan media ASEAN yang dibantu SOMRI.  Organisasi ini bertujuan untuk menciptakan rasa memiliki kawasan serta mendorong dan mempromosikan ASEAN Identity serta kerja sama sektor informasi dan media. SOMRI bermitra dengan ASEAN Committee on Culture and Information (ASEAN COCI)  melalui Sub-Committee on Information (SCI) untuk implementasi inisiatif dan penanganan isu terkait penyiaran digital, informasi, media,  pelatihan, dan produksi konten.

Untuk pembentukan forum regulator sebagaimana yang diinisiasi KPI, Ichwan melihat ada dua pilihan realisasi. Forum ini dapat diusulkan lewat mekanisme yang ada dalam kesekjenan ASEAN. “Bisa juga KPI membentuk sendiri forumnya yang lepas dari ASEAN sebagai forum bilateral,” ujarnya.  Dia juga menilai perlu megidentifikasi kesamaan kewenangan antar regulator di masing-masing negara. “Karena bisa jadi, kewenangan regulator di Malaysia berbeda dengan KPI. Sebagaimana juga regulator di Singapura juga belum tentu sama dengan di Malaysia,” tambahnya.

Yang juga perlu diperkuat adalah isu-isu yang long lasting bagi seluruh anggota ASEAN, untuk urgensi pembentukan forum tersebut. Misalnya, apakah isu digitalisasi penyiaran akan tetap relevan untuk lima tahun ke depan? Di sisi lain, jika forum ini melekat pada ASEAN, berarti harus mendapat persetujuan dari seluruh anggota ASEAN yang biasanya harus meminta persetujuan dari lembaga legislatif di masing-masing negara. 

Pada kesempatan itu, Amin menyampaikan langkah-langkah yang sudah ditempuh KPI dalam realisasi gagasan forum regional. Termasuk melakukan pertemuan daring dengan MCMC (Malaysia Communication and Multimedia Commission) selaku regulator penyiaran di Malaysia sebagai penjajakan awal atas peluang kerja sama dua lembaga antarnegara ini ke depan. KPI sendiri mengagendakan pertemuan sejenis dengan regulator penyiaran dari negara anggota ASEAn lainnnya, sebagai bentuk penguatan hubungan dan percepatan realisasi pembentukan forum regulator penyiaran di ASEAN.  

 

 

SIARAN PERS 

AZAN MAGRIB DI RCTI DAN MNCTV

Nomor: 07/KPI/HM.02.02/09/2023

Dalam rangka menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait Azan Magrib yang ditayangkan oleh Lembaga Penyiaran RCTI dan MNCTV, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. KPI telah melakukan mekanisme penanganan pengaduan masyarakat terkait Azan Magrib yang ditayangkan di Lembaga Penyiaran RCTI dan MNCTV dengan melakukan pemanggilan terhadap Lembaga Penyiaran yang bersangkutan dalam forum klarifikasi;

2. Berdasarkan hasil forum klarifikasi dan rapat Pleno, KPI menilai bahwa siaran Azan Magrib yang menampilkan salah satu sosok atau figur publik tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS);

3. KPI mengimbau kepada seluruh Lembaga Penyiaran untuk tetap mengedepankan prinsip adil, tidak memihak, dan proporsional dalam menyiarkan program siaran demi menjaga penyelenggaraan Pemilu 2024 yang demokratis;

4. Adapun langkah selanjutnya terkait isi siaran kepemiluan yang berpotensi melanggar, KPI akan menindaklanjuti dengan berkoordinasi bersama Gugus Tugas yang terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), KPI dan Dewan Pers.

 

Dikeluarkan oleh KPI Pusat

Jakarta, 13 September 2023

 

 

Jakarta – Penguatan kelembagaan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan perlunya pengawasan media baru menjadi topik yang paling banyak dibicarakan dalam Diskusi Kelompok Terpumpun bertajuk “Penguatan Keragaman dan Kualitas Konten dalam RUU Penyiaran 2023” di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (10/9/2023). Penguatan KPI dalam RUU Penyiaran dinilai relevan dengan situasi penyiaran dan teknologi komunikasi saat ini, ditambah belum adanya pengawasan terhadap media baru. 

Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, revisi atas UU Penyiaran tahun 2002 merupakan tuntutan atas berkembangnya zaman. Menurutnya, usia UU Penyiaran saat ini sudah 21 tahun dan perlu perubahan di beberapa substansi. “Banyak pasal maupun konten di pasal UU Penyiaran tidak sesuai dengan perkembangan zaman,” katanya saat membuka diskusi kelompok terpumpun tersebut.  

Menyangkut perubahan substansi tersebut, lanjut Ubaidillah, salah satunya soal penguatan kelembagaan KPI. Penguatan ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi diantaranya pengawasan TV digital. 

“Pengawasan siaran yang KPI Pusat lakukan sampai saat ini ada 20 lembaga penyiaran digital, 15 radio dan 5 lembaga penyiaran berlangganan. Penguatan kelembagaan penting bagi KPI. Ketika migrasi, kami jadi memantau banyak siaran TV. Tetapi kondisi kami secara kelembagaan dan dukungan belum maksimal,” ujarnya.  

Pandangan serupa turut dikemukakan Anggota KPI Pusat Amin Shabana. Menurutnya, penguatan konten harus diikuti dengan penguatan aturannya (UU Penyiaran) yakni menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Saat ini, masyarakat mengakses informasi maupun hiburan tidak hanya lewat media penyiaran (TV dan radio) tapi juga melalui gawai. 

“Berbicara keragaman konten kita mengacu pada undang-undang penyiaran nomor 32 yang perlu penyesuaian dengan berkembangnya zaman. Fakta tersebut merupakan hal yang harus disikapi,” jelasnya.

Amin lalu mengaitkan perkembangan teknologi dengan munculnya penyiaran lain di platform  baru seperti over the top (OTT). Hal ini kemudian memunculkan keluhan dari media konvensional karena merasa tidak diperlakukan secara adil. 

“Teman-teman lembaga penyiaran mengeluh pada KPI, mereka diawasi sementara OTT tidak diawasi. Kantornya pun tidak ada di Indonesia. Ini penyebab kita melakukan perkembangan dalam revisi RUU penyiaran,” kata Amin.

Anggota Komisi I DPR RI Helmy Faishal Zaini menyatakan, RUU Penyiaran bertujuan agar lalu lintas informasi berjalan dengan baik. Sehingga informasi yang diterima masyarakat tidak menimbulkan dampak buruk. Terlebih dengan terjadinya pergeseran ke era digital. 

“Terjadi perubahan luar biasa. Era digital menggantikan berbagai macam fungsi informasi kepada publik. Saya kira media mainstream harus bercermin kepada citizen journalis, banyak kejadian yang viral di masyarakat, sekarang ini justru berangkat dari informasi yang dihadirkan oleh masyarakat,” kata Helmy. 

Dalam kesempatan itu, Helny meminta masyarakat menggunakan media sosialnya dengan baik. Kehati-hati memanfaatkan media ini penting karena akan membatasi terjadinya peredaran informasi yang tidak baik atau berdampak buruk. 

“Kesempatan hari ini, kita akan mendengar lebih banyak dari narasumber terutama sisi penyiaran. Masyarakat harus mendapatkan informasi yang edukatif dan informatif,” urainya melalui daring.

Ketua KPID NTB Ajeng Roslinda Motimori mengatakan, penghentian siaran TV analog merupakan langkah penting dalam perkembangan industri penyiaran di tanah air. Perubahan ini memberi banyak manfaat khususnya bagi masyarakat.

Kendati demikian, perubahan ini harus diikuti dengan makin beragamnya konten yang disuguhkan. “Keragaman konten adalah salah satu pilar utama dalam penyiaran yang sehat dan berbudaya. Ini tidak hanya mencakup berbagai genre dan tipe program, tetapi juga merepresentasikan beragam sudut pandang, latar belakang budaya, dan nilai-nilai yang berbeda. Keberagaman konten juga menciptakan ruang bagi informasi, hiburan, pendidikan, dan wacana publik yang seimbang,” jelas Ajeng.

Terkait itu, Ajeng mendorong lembaga penyiaran untuk lebih banyak memproduksi program-program yang inovatif dan kreatif. Sekaligus melakukan pengembangan konten lokal dan sumber daya manusianya. “Kami juga mendorong lembaga penyiaran untuk menghasilkan program yang mendukung budaya lokal dan nasional, serta melindungi nilai-nilai kultural,” katanya dalam diskusi yang dihadiri Prof. Hendri Subiakto dan Sahri Halim serta Anggota KPI Pusat,  I Made Sunarsa, Evri Rizqi Monarshi dan Mimah Susanti. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.