- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 1707
Tulung Agung - Adanya proses jurnalistik dan diskusi redaksi yang cukup panjang dalam proses produksi berita di televisi dan radio, menjadi salah satu jaminan bahwa informasi di lembaga penyiaran memiliki kualitas yang lebih baik dari pada media sosial. Selain itu, televisi dan radio juga memiliki kewajiban untuk mematuhi regulasi penyiaran dan juga kode etik jurnalistik, dalam setiap produksi berita. Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak publik menjadikan televisi dan radio sebagai rujukan dalam memperoleh informasi pemilu yang akan digelar pada tahun 2024 mendatang.
Hal ini disampaikan Amin Shabana selaku anggota KPI Pusat bidang kelembagaan pada seminar “Kajian Siaran Berita Dalam Mengawal Pemilu Demokratis dan Inspiratif” di Tulung Agung, Jawa Timur (7/7). Validitas informasi sudah menjadi isu krusial di publik pada era keberlimpahan informasi. Termasuk juga bahaya tsunami hoax di media sosial yang sangat luar biasa dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Di satu sisi, publik memerlukan informasi akurat terkait pemilu, baik soal tahapan atau pun peserta yang ikut berkontestasi. Hal ini untuk menjadi rujukan publik dalam menentukan pilihan politik dan juga masa depan demokrasi Indonesia.
Data dari KPI sendiri menunjukkan, sejak tahun 2023, ragam pemberitaan di televisi sudah didominasi oleh isu kepemiluan, baik itu dalam program berita, debat, atau pun talkshow. Sementara itu, jika menilik pada data KPI di tahun 2019, ada catatan publik tentang faktualitas, akurasi dan nilai kepentingan publik. “Di tahun ini, KPI ingin melihat apakah konten kepemiluan sekarang sudah mewakili aspek-aspek tersebut,” ujar Amin.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula Mochammad Arif selaku anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tulung Agung, Suyitno Arman selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tulung Agung dan Romel Masykuri selaku anggota KPI Daerah Jawa Timur. Sedangkan moderator untuk acara ini Fonda Rafael.
Catatan dari KPID Jawa Timur terkait siaran kepemiluan disampaikan oleh Romel Masykuri. Pada prinsipnya, ujar Romel, siaran kepemiluan harus mengedepankan prinsip keberimbangan, adil, dan obyektif. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang setara bagi semua peserta pemilu dalam menyampaikan pandangan, agenda, dan platform mereka kepada pemilih.
Secara khusus Romel berharap pada lembaga penyiaran agar tidak semata mengedepankan isu-isu elit semata, tapi memberitakan agenda yang lebih dekat dengan kepentingan publik. Misalnya, ketahanan pangan, isu stunting ataupun pembuatan regulasi untuk media baru. “Kita berharap isu kepentingan publik lebih dikedepankan oleh lembaga penyiaran,” ujar Romel.
Sedangkan terkait sosialisasi dan literasi kepemiluan, KPI berharap kerja sama yang dilakukan penyelenggara pemilu tidak hanya dengan media baru. “Tapi juga dengan televisi dan radio karena memiliki jangkauan yang lebih luas,” tambah Romel. Jika informasi yang diperoleh publik lebih akurat dan menyeluruh, tentu ikut membantu meningkatkan kualitas demokrasi. Karena merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas demokrasi. Harapannya, dengan informasi yang lebih lengkap, pilihan politik didasarkan pada program yang rasional, bukan lagi oleh faktor lain seperti money politic ataupun unsur lainnya.