- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 1207
Subang - Konten penyiaran di televisi dan radio harus memberikan manfaat dan maslahat bagi masyarakat, untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan sesama warga negara. Untuk itu muatan siaran tidak hanya sekedar benar saja, tanpa memberikan manfaat, sama saja mubazir. Hal ini disampaikan Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi I DPR RI saat memberi kuliah umum dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Subang, (29/10).
Pada kesempatan ini, Tb Hasanuddin mengungkap bagaimana dunia penyiaran ikut memainkan peran penting dalam setiap dinamika yang terjadi pada sejarah peradaban manusia. Ketika perang dunia pertama terjadi, dunia penyiaran belum terdengar. Namun ketika perang dunia kedua, mulai ada siaran-siaran ketika Jepang memulai serangan bersama negara-negara yang menjadi aliansinya. Bahkan, saat Jepang menyerang, siaranlah yang paling utama sebagai saluran komunikasi. “Sehingga saat Jepang kalah, informasi ini langsung diketahui oleh masyarakat Indonesia dan mendorong adanya proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia. “Berkat penyiaran juga, saya melihat ketika Pak Harto jauh!” ujarnya.
Berangkat dari fakta sejarah ini juga, dirinya menilai, bukan kontrol yang harus dilakukan pada dunia penyiaran tapi dikendalikan agar memiliki manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Untuk mewujudkan itu semua, Tb Hasanuddin menilai masyarakat harus dididik untuk memahami pentingnya siaran yang sehat dan berkualitas. “Masyarakat berhak mendapat siaran yang sehat dan berkualitas. Rakyat harus dilibatkan dan juga disadarkan akan haknya untuk mendapatkan siaran sehat dan berkualitas itu,” terang anggota dewan yang merampungkan pendidikan doktoral di Universitas Padjajaran Bandung ini.
Terkait rancangan undang-undang penyiaran, TB Hasanuddin mengungkap dirinya sudah dua kali ikut serta dalam pembentukan undang-undang ini. Dia mengaku ada nuansa politik yang sangat tinggi dalam penyusunan regulasi penyiaran. “Jika sekarang, misalnya, ada youtuber yang membuat konten negatif melalui saluran youtube, tentu tidak terjangkau oleh KPI saat ini. Insya Allah dalam RUU, sudah ada aturannya,” ujar Tb Hasanuddin. Termasuk juga, pengaturan hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah serta pola penganggarannya agar memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat dan lembaga penyiaran di setiap daerah.
Bimtek Sekolah P3SPS ini juga dihadiri oleh Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah, dan juga Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet.
Terkait agenda Pemilu di tahun 2024, Tb Hasanuddin menyampaikan bahwa demokrasi memang memberi ruang yang lebar utuk setiap orang menyampaikan pendapatnya yang baik dan benar. Dirinya mengingatkan, perbedaan pendapat jangan sampai menyulut pertentangan apalagi persengketaan ataupun konflik. Kita punya hak masing-masing untuk memilih termasuk argumennya. “Jangan mau diadu domba,” pungkasnya. (Foto: KPI Pusat/ Agung R)