- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 431
Makassar - Usaha Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mewujudkan adanya regulasi untuk media yang dipancarkan melalui platform internet semata karena negara harus hadir dalam memberikan perlindungan, baik untuk publik atau pun untuk ekosistem media penyiaran secara keseluruhan. KPI berhadap ada level playing field atau kesetaraan regulasi bagi semua platform media, baik di konvensional atau pun melaluii internet. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah saat membuka Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) dengan tema Kesetaraan Regulasi Penyiaran Berbasis Internet dan Konvensional, (21/9).
Saat ini, ujar Ubaidillah, terdapat aturan yang sangat ketat bagi penyiaran free to air. Misalnya rokok yang tidak boleh muncul di televisi, atau pun konten pornografi yang tegas aturan pembatasan atau pelarangannya. Namun podcast yang disiarkan lewat internet, orang dapat tampil leluasa sambil merokok, atau pun konten pornografi yang secara vulgar dapat diakses publik di setiap kesempatan. “Kesetaraan aturan ini tentu menjadi sebuah kebutuhan dalam rangka melindungi masyarakat atas konten negatif yang hadir lewat penyiaran yang berbasiskan internet,” ujarnya. Apalagi jika melihat data, meningkatnya konsumsi masyarakat atas media berbasiskan internet.
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Judhariksawan, yang juga merupakan Ketua KPI Pusat periode 2013-2016. Narasumber lainnya, pemerhati media Rusdin Tompo, Akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMKOP Makassar Bachtiar, Aktivis Masyarakat Anti Fitnah dan Anti Hoax Indonesia (MAFINDO) Fachruddin, dan juga Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Hasanuddin Alem Pebri Sonni.
Rusdin Tompo menjelaskan, pembicaraan mengenai Revisi Undang-Undang Penyiaran sudah dimulai sejak tahun 2008 di Makassar. Sebenarnya undang-undang yang ada sekarang pun sudah cukup antisipatif terhadap perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran. “Artinya, suasana kebatinan saat itu sudah sangat futuristik,” ujar Rusdin. Sudah membayangkan perkembangan penyiaran ke depan yang akan menggunakan internet. Namun ada kegagalan dalam sistematika di batang tubuh, sehingga pada prakteknya undang-undang tidak dapat menjangkau internet. “Yang jelas, saat ini kita butuh regulasi tentang konten penyiaran di internet, terlepas siapapun yang jadi lembaga pengawasnya,” tegas Rusdin.
Terkait ketiadaan regulasi, Alem Pebri Sonni menilai, butuh kemauan politik dari pemerintah untuk membuat pengaturan. Menurutnya, dampak informasi yang tersebar dengan salah, tidak dapat diantisipasi oleh negara karena bentuknya yang abstrak. “Juga dianggap bukan hal yang fundamental dan tidak berpengaruh pada kepentingan penguasa untuk diperhatikan. Makanya tidak jadi prioritas utama pemerintah,” ujarnya.
Karenanya Sonni mengharapkan KPI ikut memberi masukan dalam penyusunan regulasi ke depan. Ruang penyiaran ini, ujar Sonni, sengguhnya bukan hanya televisi dan radio tapi juga ruang yang diakses oleh banyak orang. Merujuk aturan di Inggris, jika kanal Youtube bersiaran sehari lebih dari tujuh jam, maka harus tunduk pada aturan yang ditetapkan bagi lembaga penyiaran.
Perspektif selanjutnya disampaikan oleh Judhariksawan yang mengungkap sebenarnya Undang-Undang Penyiaran saat ini dapat menjangkau penyiaran yang dipancarluaskan melalui internet. Namun demikian, Mahkamah Konstitusi sudah menetapkan bahwa makna kata lainnya dalam definisi penyiaran bukanlah merujuk pada internet.
Dengan demikian, jika penyiaran yang menggunakan medium internet tidak terkategorikan sebagai penyiaran, maka regulasi yang menjadi payung adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Yang jelas ada perbedaan penanganan kasus antara undang-undang Penyiaran dan undang-undang ITE,” ujarnya. Pelanggaran Undang-Undang Penyiaran ditangani oleh KPI dengan sanksi administratif. Sedangkan pelanggaran Undang-Undang ITE adalah pidana yang ditangani oleh kepolisian.
Turut hadir dalam diskusi ini, Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiarna (PKSP) KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Mimah Susanti dan Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah. *