Subang - Konten penyiaran di televisi dan radio harus memberikan manfaat dan maslahat bagi masyarakat, untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan sesama warga negara. Untuk itu muatan siaran tidak hanya sekedar benar saja, tanpa memberikan manfaat,  sama saja mubazir. Hal ini disampaikan Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi I DPR RI saat memberi kuliah umum dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Subang, (29/10). 

Pada kesempatan ini, Tb Hasanuddin mengungkap bagaimana dunia penyiaran ikut memainkan peran penting dalam setiap dinamika yang terjadi pada sejarah peradaban manusia. Ketika perang dunia pertama terjadi, dunia penyiaran belum terdengar. Namun ketika perang dunia kedua, mulai ada siaran-siaran ketika Jepang memulai serangan bersama negara-negara yang menjadi aliansinya. Bahkan, saat Jepang menyerang, siaranlah yang paling utama sebagai saluran komunikasi. “Sehingga saat Jepang kalah, informasi ini langsung diketahui oleh masyarakat Indonesia dan mendorong adanya proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia. “Berkat penyiaran juga, saya melihat ketika Pak Harto jauh!” ujarnya. 

Berangkat dari fakta sejarah ini juga, dirinya menilai, bukan kontrol yang harus dilakukan pada dunia penyiaran tapi dikendalikan agar memiliki manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Untuk mewujudkan itu semua, Tb Hasanuddin menilai masyarakat harus dididik untuk memahami pentingnya siaran yang sehat dan berkualitas. “Masyarakat berhak mendapat siaran yang sehat dan berkualitas. Rakyat harus dilibatkan dan juga disadarkan akan haknya untuk mendapatkan siaran sehat dan berkualitas itu,” terang anggota dewan yang merampungkan pendidikan doktoral di Universitas Padjajaran Bandung ini. 

Terkait rancangan undang-undang penyiaran, TB Hasanuddin mengungkap dirinya sudah dua kali ikut serta dalam pembentukan undang-undang ini. Dia mengaku ada nuansa politik yang sangat tinggi dalam penyusunan regulasi penyiaran. “Jika sekarang, misalnya, ada youtuber yang membuat konten negatif melalui saluran youtube, tentu tidak terjangkau oleh KPI saat ini. Insya Allah dalam RUU, sudah ada aturannya,” ujar Tb Hasanuddin. Termasuk juga, pengaturan hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah serta pola penganggarannya agar memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat dan lembaga penyiaran di setiap daerah.

Bimtek Sekolah P3SPS ini juga dihadiri oleh Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah, dan juga Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet. 

Terkait agenda Pemilu di tahun 2024, Tb Hasanuddin menyampaikan bahwa demokrasi memang memberi ruang yang lebar utuk setiap orang menyampaikan pendapatnya yang baik dan benar. Dirinya mengingatkan, perbedaan pendapat jangan sampai menyulut pertentangan apalagi persengketaan ataupun konflik. Kita punya hak masing-masing untuk memilih termasuk argumennya. “Jangan mau diadu domba,” pungkasnya. (Foto: KPI Pusat/ Agung R)

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta lembaga penyiaran khususnya Trans TV lebih selektif menampilkan isi konten acara infotainment maupun variety show yang kecenderungannya mengarah pada konflik. Isu-isu negatif dari public figure atau selebriti sebaiknya tak usah ditampilkan dan lebih bijak diganti hal-hal berprestasi.

Harapan tersebut disampaikan Anggota KPI Pusat Tulus Santoso di sela-sela acara pembinaan untuk dua program acara (Pagi-pagi Ambyaaar dan Insert Pagi) Trans TV yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Kamis (2/11/2023) lalu. 

“Dari pada menampilkan konflik, lebih baik menampilkan tokoh-tokoh atau artis yang berprestasi yang juga menarik untuk diangkat. Jadi ketika penonton menyaksikan bisa mendapatkan sesuatu yang baik. Jadi ada unsur edukasinya,” tambah Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat.

Tulus menyampaikan, dari pantauan KPI Pusat isi program infotainment lebih sering memuat konten tentang konflik pribadi para selebriti. Terkadang konflik yang terjadi tidak besar, lantas kemudian dibesar-besar dalam konten tersebut. Bahkan, para selebriti kurang dikenal juga masuk bahasan di program.

“Kami berharap hal ini bisa diperbaiki. Perlu pertimbangan dari lembaga penyiaran untuk mengangkat tokoh yang tidak akan menimbulkan kesulitan bagi lembaga penyiaran. Tidak semua hal patut difasilitasi,” ujar Tulus. 

Hal senada soal kehati-hatian penayangan konten konflik pribadi dalam tayangan infotainment turut disampaikan Anggota KPI Pusat Aliyah. Menurutnya, ada ketidakpatutan yang mesti dipahami ketika hal itu menyangkut persoalan privasi. Jangan sampai ketika itu ditayangkan justru membuat konfliknya makin berlarut.

“Pertengkaran saling menyaut tidak seharusnya ditayangkan. Jangan sampai hal-hal seperti ini ditonton oleh anak-anak,” kata Aliyah.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan menyayangkan prinsip-prinsip jurnalistik dalam program infotainment dalam membuat produk jurnalistik cenderung diabaikan. Menurutnya, untuk sebuah produksi jurnalistik harus ada etiknya seperti soal keberimbangan. 

Hasrul juga menyoroti fenomena yang terjadi sekarang bagaimana televisi justru menjadikan media sosial sebagai sumber informasi. Padahal sebelumnya, informasi televisilah yang menjadi rujukan media sosial. 

“Kita tidak harus buru-buru menayangkan di televisi. Ada P3SPS (pedoman perilaku penyiaran dan standari program siaran) KPI yang harus kita pahami. Kualitas program juga harus diperbaiki. Jangan hanya kita mengejar rating dan share,” pintanya.

Dalam pembinaan itu, hadir perwakilan Trans TV dan tim produksi di dua program acara tersebut. Mereka mengatakan seluruh masukan KPI Pusat akan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan internal. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kedatangan mahasiswa Program Studi (Prodi) Produksi Media Politeknik Tempo Jakarta, Senin, (30/10/2023). Dalam kunjungan ini, KPI menjelaskan dinamika dan regulasi penyiaran di tanah air kepada mahasiswa .

Anggota KPI Pusat Amin, yang menemui langsung mahasiswa menyampaikan substansi dari Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 adalah menjadikan sebuah program siaran mengandung hal-hal yang informatif, mendidik, hiburan sekaligus bermanfaat untuk masyarakat. 

“KPI tentunya tidak berdiri dengan tanpa adanya peraturan-peraturan yang tertulis seperti Undang-Undang. KPI harus berdiri dengan berlandaskan peraturan-peraturan yang tertulis dalam Undang-Undang yang tertuang pada Pasal 36 Ayat 1,” kata Amin. 

Dia juga menjelaskan, saat ini KPI mempunyai kebijakan mengembangkan ekosistem penyiaran yang lebih adaptif terhadap dunia digital. Bahkan, ungkap dia, pihaknya saat ini sedang berusaha untuk mengatur siaran Netflix. “Selama KPI berusaha, KPI meminta teman-teman Politeknik Tempo dan masyarakat untuk melakukan screening tayangan sendiri,” ujar Amin sekaligus menambahkan jika KPI memiliki tim pengawasan langsung untuk memantau jalannya program televisi sesuai undang-undang. 

Amin mengklaim, pihaknya selalu berkolaborasi dengan pemerintah, LSM, dan industri terkait untuk melancarkan kegiatannya. “KPI tentunya akan selalu melakukan kolaborasi-kolaborasi yang tujuannya untuk melancarkan kegiatan penyiaran di Indonesia seperti LSM, dengan industri-industri terkait tentang penyiaran agar terciptanya penyiaran yang kondusif,” katanya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Pemantauan Isi Siaran, R. Guntur Karyapati juga menjelaskan tentang upaya KPI dalam melakukan proses pengawasan. Ia menyebut, KPI berupaya untuk menaikkan jam tayang sehingga anak-anak di bawah umur tidak dapat menyaksikan tayangan yang dinilai bisa berdampak negatif.

“KPI tentunya selalu memperhatikan prime time untuk mencegah terjadinya anak-anak menyaksikan langsung apa yang sedang ditonton. Bisa saja dalam tontonan tersebut terdapat adegan-adegan negatif seperti adegan kekerasan, kissing, minum alkohol, merokok, dan lain-lain sebagainya,” kata Guntur.

Sebelum kunjungan ini selesai, mahasiswa Politeknik Tempo melihat langsung proses bagaimana KPI bekerja dalam memantau penyiaran-penyiaran yang sedang tayang melalui televisi. **

 

Jakarta – Penandatanganan keputusan bersama antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Pers tentang pembentukan Gugus Tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye iklan dan pemberitaan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 jauh hari telah dilakukan. Namun demikian, keputusan bersama tersebut belum diterapkan di banyak daerah termasuk di Bali. 

Dalam kunjungan ke KPI Pusat, Senin (30/10/2023), Ketua KPID Provinsi Bali I Gede Agus Astapa menyampaikan, hingga saat ini KPID Bali belum melakukan kerjasama pembentukan gugus tugas pengawasan siaran kepemiluan dengan instansi terkait penyelenggara pemilu di Bali. Dia beranggapan inisiasi kerjasama ini semestinya datang dari KPUD setempat. 

“Persoalannya inisiasi ada di KPU. Jadi, hingga sekarang kami belum ada gugus tugas pengawasan kepemiluan, padahal pemilu makin dekat,” katanya kepada Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa yang menerima langsung kunjungan tersebut. 

Terkait hal itu, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, meminta KPID tetap melakukan pemantauan siaran kepemiluan meskipun gugus tugas belum terbentuk. Menurutnya, pemantauan siaran tetap mengacu pada aturan yang berlaku yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

“Kita masih pakai pasal 71 tentang siaran pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Soal keberimbangan, tidak mendominasi, tidak boleh dibiayai peserta pemilu dan hal lainnya dijelaskan dalam pasal tersebut,” kata I Made Sunarsa.

Kendati demikian, pembentukan gugus tugas di pengawasan siaran iklan dan politik di lembaga penyiaran sangat penting. Menurut I Made Sunarsa, keberadaan gugus tugas di daerah ini akan menguatkan koordinasi dan pemahaman antar stakeholder terkait tentang bagaimana mekanisme pengawasan penyiaran politik di masa-masa pemilu. 

I Made Sunarsa juga mengungkap inisiatif pihaknya membuat Peraturan KPI tentang pengawasan siaran dan iklan kepemiluan di lembaga penyiaran. Peraturan baru ini telah diharmonisasi ke Kementerian Hukum dan HAM. “Kita tidak menunggu dibuatnya juknis untuk membuat peraturan ini,” tegasnya.

Hal lain yang disampaikannya tentang kebutuhan masyarakat memperoleh seluruh informasi tentang kepemiluan termasuk kontestan yang berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Hal inilah yang mendasari pentingnya keberimbangan, proposionalitas dan keadilan semua pihak dalam siaran. “Ini bagian dari pencerdasan bagi masyarakat. Karenanya perlu sosialisasi yang massif di TV dan radio,” tandas I Made Sunarsa yang juga Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat.

Di pertemuan itu, Anggota KPI Pusat Amin Shabana juga menyampaikan hal yang sama terkait pengawasan siaran kepemiluan di lembaga penyiaran. ***

 

 

Pandeglang -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara independen terus menggalang kekuatan masyarakat untuk mengawasi siaran pemilihan umum (pemilu). Penyiaran adalah tempat strategis yang memberi pengaruh kuat pada masyarakat. Jangan sampai penyiaran dikuasai oleh kelompok tertentu, terlebih dalam persaingan di pemilu. 

Terkait hal itu, KPI menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) yang ditujukan bagi masyarakat Pandeglang pada Kamis (26/10/2023). Bimtek yang digelar di Pendopo Kabupaten Pandeglang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, kelompok masyarakat, organisasi wartawan/media, hingga tokoh masyarakat. 

Narasumber dalam kegiatan ini antara lain Aliyah selaku Komisioner KPI Pusat, Subhan Nur Ulum  selaku Praktisi Penyiaran, Fery Hasnudin selaku Tokoh Masyarakat, A. Solahudin selaku Wakil Ketua KPID Banten, serta Rizki Natakusumah selaku Anggota Komisi I DPR RI.

Penyampai pertama sekaligus penanggungjawab kegiatan, Aliyah, mengatakan bahwa dunia penyiaran televisi dan radio masih menjadi ladang utama dalam pemberitaan pemilu. Ia menyatakan KPI berupaya terus menjamin informasi yang ada di televisi dan radio bebas dari hoaks mengingat pengawasannya yang ketat. KPI juga mengutamakan independensinya sekaligus mewakili masyarakat. 

“KPI merupakan wakil dari Aa dan Teteh semua terkait pengawasan penyiaran, itu adalah tugasnya KPI. Tugas wewenang KPI adalah memastikan informasi yang diberikan ke masyarakat adalah benar. Apalagi ini tahun politik, jelang pemilu 2024 yang tentunya banyak informasi di luar lembaga penyiaran yang disinformasi, misinformasi, dan sebagainya,” jelas Aliyah. 

Aliyah juga meminta lembaga penyiaran (LP) untuk melakukan edukasi kepada masyarakat. Lembaga penyiaran memiliki kewajiban menyiarkan informasi yang berimbang dengan acuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

“Lembaga penyiaran bisa mengedukasi masyarakat melalui informasi yang disampaikan. Untuk lembaga penyiaran pasti sudah familiar dengan P3SPS, utamanya pasal 71 yg terkait penyiaran kepemiluan (berimbang, netral, dan sebagainya),” tambah Aliyah. 

Penyampai kedua yakni Solahudin selaku Wakil Ketua KPID Banten menekankan agar peserta turut mengawasi dan melaporkan jika terjadi dugaan pelanggaran di isi siaran. Meskipun KPI telah tergabung dalam gugus tugas pemilu, partisipasi masyarakat masih sangat dibutuhkan untuk mendukung kinerja KPI. 

“Pemantauan kita adalah pemantauan langsung oleh analis KPID Banten. Yang terpenting adalah partisipasi masyarakat melalui aduan yang bisa menjadi salah satu instrumen kita. Partisipasi masyarakat dalam dunia penyairan menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai amanah Undang-Undang 32 tahun 2002. Jika hanya diamanahkan pada KPI tanpa masyarakat, maka akan sulit,” ujar Solahudin. 

Subhanul Ulum selaku penyampai ketiga meminta masyarakat untuk terus meningkatkan perannya dalam dunia penyiaran. Dia menjelaskan bahwa pengawasan masyarakat terhadap pemberitaan pemilu di TV dan radio adalah wujud nyata partisipasi.

“Saya ingin mengajak bapak ibu semua untuk menyimak dan mendengarkan TV dan Radio di Pandeglang karena hanya dengan itu kita bisa turut serta mengawasi penyiaran pemilu,” jelas Subhanul.

Subhanul juga menyebutkan bahwa pengawasan tersebut akan mendorong lembaga penyiaran memuat informasi yang berimbang terkait pemilu.

Peran tokoh masyarakat dalam menggerakkan pengawasan siaran pemilu tidak kalah penting. Fery Hasanudin selaku tokoh masyarakat di Pandeglang menyatakan tokoh masyarakat adalah penggerak pendidikan politik di masyarakat. Secara tidak langsung tokoh masyarakat turut memberi kontribusi dalam proses pemilu melalui edukasi. 

“Tugas tokoh masyarakat meningkatkan kualitas pemilu partisipasinya dan kualitasnya. Edukasi pemahaman dari tokoh masyarakat kepada warganya, pentingnya pemilihan, lalu adanya kesadaran, dan hal-hal ini bisa disugestikan kepada masyarakatnya,”  jelas Fery.

Terakhir yang menyampaikan paparan adalah Anggota Komisi I DPR RI, Rizki Natakusumah yang membidangi komunikasi dan informasi. Dia juga mendengarkan aspirasi langsung dari organisasi media yang fokus pada pengawasan KPI. 

Dalam kesempatan itu, Rizky menjelaskan bahwa KPI perlu diberi regulasi yang kuat. Terlebih menghadapi perubahan teknologi yang pesat salah satunya dengan revisi UU penyiaran yang ada saat ini. Dia mengaku perlu adanya kajian yang matang. 

“Terobosan yg menjadi pemikiran saat ini adalah agar semua bisa berjalan seiringan. Bagaimana memisahkan UU 32 yang didalamnya banyak pro dan kontra tidak hanya ada KPI. Tapi, disitu juga ada berbagai stakeholder sampai kominfo,” papar Rizki. Abidatu Lintang

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.