Solo -- Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berjanji akan menyelesaikan revisi UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 pada tahun ini. Penguatan kelembagaan KPI dan keadilan berusaha bagi industri penyiaran menjadi prioritas utama dalam revisi UU yang telah lama mandek tersebut.

Kepastian ini disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, saat menjadi narasumber acara Diskusi Kelompok Terarah (atau FGD) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Monumen Pers, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (29/1/2022).

Kabar gembira ini tentunya telah ditunggu sejak lama oleh seluruh elemen penyiaran di tanah air. Hadirnya UU baru ini diharapkan dapat memberi keadilan berusaha bagi seluruh pelaku industri siaran termasuk mengisi kekosongan regulasi yang tegas untuk media berbasis internet dan media sosial.

“Memang perlu ada keadilan. Soal penyiaran diatur dan yang satu tidak. Insya Allah tahun ini kita selesaikan. Kami inginnya hal ini jalan bareng-bareng agar ada kesetaraan dan equilibrium,” kata Kharis.

Pembahasan mengenai aturan penyiaran dan media baru dilakukan secara bersamaan karena pokok masalahnya yang sama yakni soal isi siaran. Hal ini juga terkait dengan pendapatan yang diperoleh dari konten meskipun distribusi beda platform. Artinya, penerimaan negara tidak hanya berasal dari TV tapi juga dari media baru atau platform lainnya.

Lantas seperti apa penguatan terhadap regulatornya, Kharis mengatakan akan masih terbuka seperti apa terutama perlakuan kepada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). “Oleh karena itu, silahkan memberikan masukan kepada Komisi I,” pintanya. 

Rencananya, Komisi I DPR akan membuat naskah akademis dan mulai menampung masukan dari publik. Untuk itu, berbagai upaya sudah dilakukan dengan terjun ke sejumlah daerah seperti Yogyakarta dan Padang. “Kita akan ke Bandung, Bogor dan Serang. Berikutnya ke Sulawesi. Menggali masukan dari masyarakat akan kami lakukan hingga awal Maret nanti. RUU ini kita harapkan selesai dalam satu dua masa sidang,” kata Kharis.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam sambutan acara mengatakan, kebutuhan sebuah regulasi baru yang memayungi penyiaran termasuk media terbaru sebuah keniscayaan. Banyak negara telah melakukan hal ini karena berbagai pertimbangan yang kuat dan sangat beralasan. 

Contoh yang bisa dipetik seperti kebijakan yang dikeluarkan Uni Eropa yang meminta Netflik memproduksi kontennya di Eropa. Alasan yang menjadi dasar kebijakan ini adalah untuk memberdayakan budaya Eropa melalui TV streaming. 

“Ini menarik karena kita akan melihat film di Netflik yang ada di sana ada yang berbahasa Jerman, Perancis dan lainnya. Ada proteksi budaya bangsa dan upaya mempromosikannya ke luar negeri. Turki juga mengadopsi aturan ini. Mereka harus berbadan hukum Turki dan ini menarik untuk dibuat. Australia juga demikian yang mewajibkan Netflix, Youtube, dan Facebook berbadan hukum Australia. Aturan ini memang membuat gaduh Amerika Serikat,” ungkap Agung.

Agung menilai apa yang dilakukan negara-negara tersebut sangat realistis. Adanya refresentasi dari Netflix, Youtube maupun Facebook adalah bagian dari tanggungjawab dan keharusan ketika terjadi sebuah masalah di negara tersebut. “Jika kontennya bermasalah seperti rasialis dan tidak segera di take down, maka direktur utamanya bisa dikenakan sanksi hukum,” ujarnya.

Selain itu, kekosongan regulasi yang mengatur media baru tersebut menimbulkan ketimpangan perlakuan terhadap media yang sudah eksis atau mainstream. “Jika ada masalah di TV maka  KPI akan beri sanksi dan ketika media baru tersebut bermasalah tidak ada sanksi yang juga menerima iklan,” kata Agung.

Berbagai desakan agar lahir UU yang memberi kesetaraan perlakuan ini juga disampaikan Anggota Mastel (Masyarakat Telematika), Neil Tobing. Pasalnya, koor bisnis yang dilakukan  kedua media ini adalah memproduksi konten dan mendapatkan uang atas usahanya dari iklan. 

“Keduanya juga memperebutkan viewers yang sama. Tapi, tidak ada aturan untuk media OTT dan mereka bebas,” tutur Neil dalam acara tersebut. 

Dia menyampaikan bahwa nilai dari industri digital di Indonesia mencapai 70 milyar dollar. Sayangnya, sebanyak 6,3 milyar dollar diambil oleh global capital. Ini terjadi karena mereka  tidak disyaratkan memiliki badan hukum Indonesia dan mereka tidak dikenai pajak. 

“Padahal, Google dan Youtube itu mendapat pendapatan terbesar keduanya dari Indonesia, tapi sayang tidak ada devidennya ke kita. Oleh karena itu, kita berharap UU Penyiaran ini disahkan dengan memasukan aturan OTT di dalamnya,” ujar Neil seraya berharap.

Berbagai masukan dan permintaan soal pengaturan media baru ini turut dilontarkan berbagai asosiasi seperti ATVNI (Asosiasi Televisi Nasional Indonesia), ATSDI (Asosiasi Televisi Swasta Digital Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), hingga JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia). Alasannya, agar media ini diatur adalah memberi keseimbangan dan pembelaan terhadap media yang sudah ada.

Dalam diskusi tersebut, turut hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, Mimah Susanti, Irsal Ambia, Mohamad Reza. Adapun moderator diskusi dikawal Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano. ***/Editor: MR

 

Bekasi -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan sosialisasi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) Tahun 2021 dan penyusunan SKP untuk tahun 2022. Kegiatan ini diadakan guna mencapai tujuan kinerja baik individu maupun organisasi. Dalam sambutannya, Sekertaris KPI Pusat, Umri, mengungkapkan sasaran dari kegiatan ini untuk mengukur sejauh mana pencapaian hasil kerja setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada di lingkungan KPI Pusat. Evaluasi kinerja PNS harus dilakukan dalam kerangka Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan dan pengembangan kinerja, evaluasi kinerja, pelacakan dan sistem informasi kinerja.

“Kegiatan ini semata-mata untuk mengukur dan menyepakati komitmen pegawai dan atasan. Kemudian ASN diwajibkan menyusun SKP bedasarkan rencana tahunan kegiatan dan target yang akan dituju,” kata Umri saat membuka kegiatan “Rapat Penilaian Sasaran Kinerja Pegawai Tahun 2021 dan Penyusunan SKP Tahun 2022” di Bekasi, Jawa Barat (28/1).

Umri menambahkan tujuan evaluasi kinerja ini adalah untuk memastikan objektivitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan sistem prestasi dan sistem karir. Penilaian kinerja sendiri merupakan suatu proses dalam rangkaian sistem manajemen kinerja. 

Kegiatan yang dihadiri oleh seluruh pegawai negeri sipil di lingkungan KPI Pusat, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 30 Keputusan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. 

Di kesempatan itu juga, Analis Kepegawaian Muda Direktorat Kinerja ASN Badan Kepegawaian Negara, Eka Situmorang, menuturkan sistem manajemen kinerja yang terbarukan ada empat diantaranya, rencana kerja yang disusun untuk memetakan setiap pekerjaan, pelaksanaan, penilaian kinerja dan tindak lanjut dari apa yang telah dikerjakan. 

Eka menilai sebuah perencanaan dari setiap kebutuhan pegawai bedasarkan sistem merit hingga terlaksana penetapan kenaikan pangkat tepat waktu. Eka menekankan kepada setiap PNS yang ada sekiranya mulai memikirkan gagasan kreatif pegawai atau sekelompok pegawai yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.

“Penyusunan atau persiapan tujuan kinerja pegawai (SKP) dilakukan dengan benar dan tepat, maka semua perencanaan untuk mencapai beberapa tujuan yang telah ditetapkan dapat dilakukan dengan tertib dan pekerjaan dapat dilakukan secara kompetitif,” jelasnya. Maman/Editor: MR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di awal 2022 ini kembali menggelar Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran Swasta TV Induk Jaringan. Evaluasi yang rutin dilakukan tiap tahun ini menilai seluruh program TV yang ditayangkan rentang Januari hingga Desember 2021. Penilaian berkisar pada implementasi sistem stasiun jaringan (SSJ) mencakup alokasi konten lokal 10%, kepatuhan pada aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI hingga kualitas konten yang berdampak pada apresiasi dan sanksi. 

Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan ada beberapa poin yang menjadi pokok bahasan terkait dengan program siaran di tingkat pusat, anugerah dan sistem jaringan di daerah. Sebelumnya, pada tahun 2016 evaluasi dilakukan 10 tahun sekali, namun dengan melihat dinamika yang ada di lingkup penyiaran akhirnya evaluasi ini dilakukan setiap tahunnya. 

“Forum ini diadakan setiap setahun sekali karena beberapa hal. Di tahun 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengamanahkan agar evaluasi ini dilakukan setiap tahun untuk meningkatkan kualitas siaran. Semoga kegiatan ini memajukan bobot siaran di masa mendatang,” kata Agung saat membuka acara Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran di Ruang Rapat Utama Kantor KPI Pusat, Jakarta (27/1/2022).

Pada kesempatan awal evaluasi, KPI melakukan penilaian terhadap dua stasiun televisi di bawah bendera Viva Group yakni  ANTV dan Tv0ne. 

Mengawali evaluasi, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyampaikan jumlah aduan masyarakat terhadap program ANTV yang diterima KPI sepanjang 2021 sebesar 113 aduan. Angka ini mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yakni sebesar 303 aduan. “Mudah-mudahan ini menjadi penanda evaluasi yang dilakukan KPI bisa dipahami dan dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.

Namun disayangkan, sepanjang 2021, ANTV masih menerima 7 teguran tertulis perihal promo program, Jejak Waktu ANTV, Pesbukers, Jodoh Wasiat Bapak, dan Program Garis Tangan. Mulyo berharap, adanya peningkatan kualitas tayangan dengan merujuk P3SPS dapat meningkatkan tayangan berbasis Iklan Layanan Masyarakat (ILM). KPI menilai ANTV minim menyajikan konten siaran tersebut ke masyarakat.

Terkait siaran lokal, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menyampaikan komposisi alokasi tayangan lokal 10 persen pada setiap produksi konten siaran telah terlaksana dengan baik. Namun dalam prespektif lain, Reza yang merupakan Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) ini berpesan agar ANTV lebih memperhatikan kualitas konten lokal. 

Dia minta ANTV memberdayakan sumber daya manusia yang ada di daerah agar dapat berkontribusi. Hal ini dinilai penting mengingat kebermanfaatan lembaga penyiaran menjadi luar biasa untuk kemajuan suatu daerah, mengingat tahun ini pelaksanaan siaran digital sehingga ANTV, kata Reza, bisa menambah program konten siaran di tiap daerah.  

“Pernah ada suatu kejadian tayangan yang justu mengalami pengulangan. Setelah kami cek konten tersebut ternyata telah diproduksi 5 tahun yang lalu,” tutur Reza.

Dalam kesempatan itu, Komisioner bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah, mengatakan masih menemukan komposisi terkait jam tayang program siaran yang tidak seimbang. Dia melihat adanya temuan dari 13 jam siaran program acara asing dan 11 jam siaran lokal. 

Nuning berharap pada 2022 ini, ANTV dapat berbenah melihat secara jeli kandungan jam siaran. Lain hal, Nuning menyatakan apresiasinya untuk ANTV yang dirasa memiliki progres yang sangat baik dari sisi program berita diantaranya, program Merah Putih, Peristiwa dan Kriminal. Menurutnya, hal ini merupakan langkah baik karena menghadirkan program jurnalistik sangat penting karena berkenaan pemberian informasi kepada masyarakat.

“Saya tetap optimis walaupun program asing, tapi ANTV mengambil segmen program anak–anak. Hal ini memang menjadi komitmen dari ANTV tidak hanya menghadirkan tayangan untuk dewasa tapi juga untuk anak-anak,” ucapnya.

Soroti program berita TvOne

Sementara itu, saat sesi evaluasi Tv0ne, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, melontarkan kritiknya terkait banyak temuan minimnya penyamaran identitas korban kejahatan. Menurutnya, ini bertentangan dengan apa yang telah termaktub dalam pasal 43 poin f dan g tentang Standar Program Siaran (SPS). 

Dalam pasal tersebut, di poin f dijelaskan, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. Pada poin g disebutkan menyamarkan gambar wajah identitas pelaku, korban, dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya adalah anak dibawah umur. 

“Contohnya wajah anak sebagai korban kejahatan sudah diblur tapi orang tua korban tidak diblur. Ini jelas ada kelalaian dan kurangnya pembekalan pada kontributor terhadap P3SPS,” tegas Hardly. 

Secara umum, tambah Hardly, Tv0ne telah menjadi rujukan bagi masyarakat sebagai media arus utama dalam konteks tayangan berita. Namun dia menekankan bahwa sejauh ini pihaknya melihat bahwa apa yang sedang viral di media sosial kemudian di blow up ke media mainstream juga wajib mengedepankan sumber informasi yang akurat dan paling penting tentu memberikan kebermanfaatan kepada masyarakat. 

“Dalam mengemas berita apapun tetap menjadi kontrol dan perekat sosial. Pemberitaan muncul karena polemik, perlu dipahami juga kebermanfaatan terhadap masyarakat yang utama,” tutup Hardly.

Evaluasi Indosiar dan SCTV

Usai mengevaluasi ANTV dan TvOne, KPI melanjutkan evaluasi terhadap Indosiar dan SCTV. Pada evaluasi Indosiar, KPI menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada Indosiar atas penyelenggaraan Anugerah KPI 2021. KPI berharap kerjasama tersebut dapat berkelanjutan dan menjadi contoh bagi upaya peningkatan kualitas siaran di tanah air.

KPI juga mengapresiasi upaya cepat Indosiar menyikapi surat sanksi yang diberikan dengan langsung melakukan perbaikan secara internal. “Salah sedikit langsung berbenah. Kami juga berterimakasih pada Indosiar atas kerjasamanya menggaungkan gerakan literasi sejuta pemirsa. Keterpaparannya menjadi luar biasa berkat bantuan Indosiar,” kata Nuning Rodiyah.

Namun begitu, KPI memberi sorotan terkait pengaduan masyarakat terhadap program acara di Indosiar. Tahun ini, untuk Indosiar, KPI menerima aduan masyarakat sebanyak 369 lebih banyak dari tahun sebelumnya yang hanya 100 aduan. 

“Tapi aduan ini lebih banyak didominasi soal program sinetron Zahra. Kami apresiasi langkah indosiar menyikapi aduan tersebut dan kami berharap tidak terjadi lagi di kemudian hari. Kami berharap indosiar dapat meningkatkan paradigma sinteron sekarang. Sedikit banyak ada perubahan,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo.

Menanggapi hal itu, Direktur Programing Indosiar, Harsiwi Achmad, justru menyampaikan  terimakasih atas masukan KPI agar program TV di Indosiar makin berkualitas. “Selama ini, berpatner dengan KPI sangat baik termasuk menyelesaikan kasus Zahra yang begitu fenomenal dan juga tanggapan masyarakat. Dengan bantuan KPI, kami cepat memutuskan segera untuk kasus tersebut,” tukasnya.

Di sesi selanjutnya, KPI yang diwakili Komsioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menyampaikan hasil evaluasi tahunan SCTV terkait aspek pemenuhan konten lokal dan jam tayang pada waktu produktif dinilai telah mencukupi target. Namun, KPI meminta SCTV agar membedakan kategori programnya dengan Indosiar. 

“Kami melihat kategori wisata budaya paling banyak di SCTV untuk program lokalnya. Tapi banyak keluhan di daerah karena siaran wisata budaya yang sering diulang-ulang. Kemudian soal acara berita, soal aktualitas dan faktual maka pengulangan program lokal untuk diperhatikan karena masih ditemukan di KPID yang masih menayangkan berita lama,” kata Reza. 

Sementara itu, Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mimah Susanti, memuji peningkatan yang dialami SCTV dalam kaitan menurunnya jumlah sanksi program. Penurunannya dinilai cukup signifikan yakni 10 sanksi pada 2020 menjadi hanya 5 sanksi di 2021. 

“Capaian yang cukup baik. Walaupun angka ini tidak mempresentasikan hasil sanksi tetapi yang terpenting ada kepedulian SCTV untuk melakukan perbaikan. Sama dengan Indosiar terakhir mendapat sanksi pada April, ini artinya ada perbaikan dari sisi kualitas program siaran,” kata Santi, biasa disapa.

Dalam kesempatan  itu, Santi mengingatkan SCTV agar memberi perhatian besar pada acara atau adegan dewasa. Sebaiknya, untuk program seperti ini tayang di atas jam 9 malam. 

Menanggapi hasil penilaian tersebut, Deputy Director Program SCTV, Banardi Rachmat, menyampaikan terimakasih atas apresiasi dan sanksi yang diberikan karena hal itu dinilainya sebagai tantangan bagi SCTV untuk memperbaiki program siaran. 

“Terima kasih atas informasi sekian banyak taggingan dan verifkasi akhir kami hanya mendapat 5 sanksi. Kami mencatat adanya potensi yang masih ada di sinetron mungkin akan berefek pada teguran, disisi lain indeks akan kami tingkatkan di dua hal kategori program yakni sinetron dan infotainment,” tandasnya. Maman/RG/Foto:AR/Editor: MR

 

 

 

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta stasiun TV memberi ruang bagi kalangan disabilitas (tuna rungu) agar mudah menangkap dan memahami isi dari seluruh rangkaian acara di TV. Salah satu yang diminta KPI kepada lembaga penyiaran adalah menyediakan juru bahasa isyarat khususnya dalam program dakwah dan ilmu pengetahuan (iptek).

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, dalam evaluasi tahunan lembaga penyiaran TV induk jaringan hari kedua yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Jumat (28/1/2022).

“Fungsi juru bahasa isyarakat sangat penting dan diperlukan oleh saudara-saudara kita kalangan disabilitas. Hal ini bukan soal sebagai pelengkap saja, tapi ini bagian dari tanggungjawab bersama dan juga kepedulian kita memberi akses yang setara bagi mereka untuk memperoleh informasi termasuk soal acara keagamaan dan ilmu pengetahuan di televisi,” kata Irsal. 

Irsal mengingatkan, setiap warga negara, termasuk kalangan disabilitas, memiliki hak yang sama menyangkut kebutuhan mereka atas informasi dan hiburan melalui lembaga penyiaran. Kesetaraan hak akan informasi ini diatur dalam UU Penyiaran. 

“Kita harus melihat kebutuhan semua pihak dalam siaran itu sama dan tidak ada pembedaan. Artinya, saudara-saudara kita yang memiliki batasan secara fisik itu harus juga diperhatikan kebutuhannya. Mereka juga pasti mau mengetahui dan belajar tentang ilmu agama melalui tontonan yang mereka saksikan,” jelas Irsal.

Berdasarkan hasil pantauan KPI sepanjang tahun 2021 terhadap seluruh program acara di TV, tidak satu pun TV jaringan induk menempatkan juru bahasa isyarat dalam program acara dakwah dan iptek. Juru bahasa isyarat hanya terdapat dalam program acara berita dan beberapa talkshow. 

Evaluasi tahunan TV yang rutin dilakukan KPI ini menyampaikan hasil penilaian terhadap implementasi sistem stasiun jaringan (SSJ) TV induk jaringan mencakup alokasi konten lokal 10%, kepatuhan pada aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI hingga kualitas konten yang berdampak pada apresiasi dan sanksi. Kegiatan evaluasi akan berlangsung hingga minggu depan secara daring dan luring. ***/Foto: AR/Editor: MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyoroti implementasi lembaga penyiaran TV (induk jaringan) dalam memenuhi kuota siaran lokal di masing-masing anak jaringan yang ada di daerah. Pemenuhan kuota siaran lokal sebesar 10% dari total siaran dinilai sangat penting khususnya terkait kebutuhan masyarakat lokal akan siaran atau informasi daerahnya. Namun, yang jauh lebih penting dari siaran lokal tersebut adalah soal keaktualan, kualitas isi, jam tayang serta pemberdayaan sumber daya lokal. 

Pendapat tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, usai menjalani evaluasi tahunan 2022 untuk 4 stasiun TV antara lain SCTV, Indosiar, ANTV, dan TvOne yang berlangsung secara luring dan daring dari Kantor KPI Pusat, Jakarta, Kamis (27/1/2022).

“Penekanan adalah induk jaringan tidak hanya memenuhi alokasi 10% tersebut tapi juga bagaimana menghasilkan produksi konten lokal yang berkelanjutan dan baru sehingga materi siaran lokal yang ditayangkan tidak hanya itu-itu saja alias diputar berulang kali. Kami banyak menemukan tayangan yang diulang,” kata Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPI Pusat.

Soal jam tayang, KPI menekankan seluruh TV jaringan untuk menyiarkan konten lokal pada waktu-waktu produktif. Persoalan waktu tayang ini paling banyak dikeluhkan sejumlah KPID karena banyak didapati siaran lokal yang disiarkan induk jaringan hadir pada jam-jam dini hari atau di atas pukul 12 malam. “Kami banyak mendapati sejumlah TV belum memenuhi alokasi waktu ini,” ungkap Reza.

Tujuan besar lainnya dari pelaksanaan sistem siaran berjaringan ini adalah pemanfaatan tenaga-tenaga lokal dalam produksi siaran. Menurut Reza, keterlibatan sumber daya manusia setempat dalam penggarapan siaran lokal merupakan bagian penting dari kebermanfaatan lembaga penyiaran bagi kepentingan daerah. 

“Mengenai isu–isu lokal bisa disesuaikan formatnya, tetapi jika memungkinkan untuk bisa memasukkan siaran berita dan informasi lokal ke dalamnya. Juga soal komedi, Indosiar ada SUCA. Genre Komedi ini menarik dan bisa dimasukkan ke dalam program lokal karena di daerah banyak komunitas Stand up Comedy di daerah. Karena bercandaan di daerah bisa berbeda dengan yang ada di Jakarta,” usul Reza. 

Catatan MUI

Masih soal pemenuhan siaran lokal, Reza meminta lembaga penyiaran memperhatikan catatan tentang konten religi di daerah. Salah satu catatan ini berasal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ini berkaitan dengan Da’i yang akan mengisi acara. 

“Sudah ada Da’i yang sudah tersertifikasi MUI yang tersebar di beberapa daerah. Hal ini harus diperhatikan. Pasalnya, banyak kajian yang tidak update dan ada kecenderungan siaran ini hanya pemenuhan konten lokal dengan program religi. Oleh karenanya, Indosiar bisa kolaborasi dengan MUI untuk bisa update program religinya,” pinta Reza.

Dalam kesempatan itu, seiring akan masuk bulan Ramadan, Reza meminta pihak TV untuk memperhatikan tayangan di Ramadan dengan menjaga nuansa Ramadan agar membawa kesejukan dan kebaikan. ***/Foto:AR/Editor: MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.