- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 6437
Samarinda -- Salah satu poin krusial revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012 adalah penguatan nilai Pancasila dan anti Radikalisme. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai isu ini penting dimasukkan dalam regulasi untuk meminimalisir potensi penyebaran paham radikalisme melalui media penyiaran.
“Kelompok radikal ini biasanya akan memakai cara mengakuisisi atau pengambilalihan saham radio yang sudah kolaps,” ujar Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo pada kegiatan literasi media dengan tema “Peran Strategi Penyiaran dalam Menangkal Radikal dan Terorisme" di Kantor Gubernur Kalimantan Timur (26/10/2021).
Mulyo juga menyebutkan beberapa cara lain yang dipakai oleh kelompok yang menyebarkan paham radikal dan intoleran, antara lain dengan menyusup dalam konten dakwah dengan cara blocking time di radio dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). "Harus berhati-hati juga TV lokal yang sekarang sedang mengalami kesulitan biaya operasional. Jangan asal menerima jika tidak ingin bermasalah dengan KPI dan penegak hukum," katanya. Adapun modus lain yakni melalui kegiatan off air yakni “pengajian” atau bakti sosial yang bertujuan menarik simpati publik, tambahnya.
Upaya yang dilakukan KPI untuk mencegah paham ini marak di media penyiaran adalah dengan mewajibkan lembaga penyiaran menghiasi dirinya dengan konten-konten yang terkait dengan tema kebangsaan dan cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KPI juga meminta lembaga penyiaran untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan Majelis Ulama Indonesia dalam menyajikan pendakwah di media penyiaran. Sebab kecenderungan stasiun TV saat ini adalah menampilkan pendakwah yang memiliki performance menghibur (meng- entertain). Menurut Mulyo, tidak ada salahnya pendakwah menghibur, tapi yang paling utama menyampaikan ajaran yang benar, punya kedalaman ilmu agama yang mumpuni, berisi, tidak menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat.
Terkait maraknya paham radikal dan intoleran yang juga tersebar di media baru atau media sosial, Mulyo menjelaskan, belum ada pengaturan yang menugaskan KPI mengawasi media tersebut. Namun begitu, KPI tetap konsen menyuarakan masifnya ajaran radikalisme yang memanfaatkan media baru.
Untuk pengawasan siaran program agama di wilayah kabupaten, KPI mengharapkan Kementerian Agama membantu pengawasan tersebut untuk kemudian melaporkan kepada KPID yang ada di setiap provinsi.
Literasi media Kerjasama antara KPID Provinsi Kalimantan Timur dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda juga menghadirkan pembicara lainnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Timur, KH. Muhammad Rasyid, S.Pd.I dan Wakil Rektor UIN Sultan Aji Muhammad Idris, Dr.H.Muhammad Abzar D.M.Ag. (Intan)