- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 10493
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai kepedulian lembaga penyiaran pada khalayak anak dalam siaran masih sangat kurang. Hal ini ditandai dengan masih sedikitnya tayangan atau program siaran khususnya anak di televisi terlebih pada jam-jam anak menonton.
“Kami prihatin dengan kondisi penyiaran sekarang yang masih kurang memperhatikan khalayak anak, khususnya terkait program untuk anak dan program yang tayang pada jam anak,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, terkait peringatan Hari Anak Nasionak (HAN) yang jatuh pada hari ini, Jumat (23/7/2021).
Menurut Mulyo, jika diperhatikan, program khusus untuk anak relatif sedikit. Berdasarkan pantauan KPI Pusat, hanya ada beberapa lembaga penyiaran (TV) yang menyiarkan tayangan ini. Karena itu, dia berharap momentum Hari Anak ini dapat membuka dan menyadarkan semua elemen penyiaran untuk peduli pada kebutuhan anak di dalam isi siaran.
Untuk membangun kesadaran tersebut, Mulyo membutuhkan orang-orang kreatif yang peduli terhadap khalayak anak. Memang ada keluhan dari lembaga penyiaran bahwa konten anak seperti animasi produksi dalam negeri relatif mahal dari pada program impor khusus anak. Karenanya, dukungan pemerintah diperlukan khususnya untuk kreator dan lembaga penyiaran.
“Di sinilah kita butuh uluran tangan pemerintah agar kreator-kreator kita bisa terpacu dan lembaga penyiaran bisa terbantu dalam pengadaan program anak. Selain animasi, sebetulnya masih ada alternatif program anak lain yang bisa dibuat. Keberhasilan tayangan Bolang (Bocah Petualang), Laptop Si Unyil bisa menjadi contoh. Tinggal sekarang kemauan dari lembaga penyiarannya,” kata Mulyo Hadi.
KPI berharap lembaga penyiaran mau memperhatikan perihal jam tayang khususnya di waktu anak sedang menonton. Menurut Mulyo, ketidakmampuan lembaga penyiaran membuat konten anak semestinya diganti dengan tayanganyang ramah terhadap mereka.
“Menjadi lebih memprihatinkan ketika lembaga penyiaran tak mau memproduksi program anak, namun program-program yang ditayangkan pada jam-jam yang mestinya ramah terhadap anak justru menyuguhkan hal-hal yang kurang pantas bagi mereka. Misalnya, variety show yang membahas konflik rumah tangga, sinetron yang mengangkat tema perselingkuhan, reality show dengan candaan bernuansa perundungan atau pamer kekayaan, film dengan adegan kekerasan, dan pemberitaan tentang pembunuhan,” tegas Mulyo.
Mulyo menilai minimnya tayangan anak di TV dipengaruhi oleh adanya rating kuantitas. Beberapa tahun lalu ada TV yang dianggap ideal dan ramah bagi anak meski tidak banyak menyuguhkan program khusus anak. Sayangnya, karena fakta rating yang tidak mendukung hal ini menyebabkan mereka menyeberang dan mengikuti selera masyarakat pada umumnya.
Dia merasa semua pihak perlu mengedepankan paradigma bahwa TV adalah lembaga sosial yang mampu memberi perubahan sosial. Jikapun tak sanggup menyediakan program bagi anak, setidaknya program mereka mestinya ramah anak dan memperhatikan tumbuh kembang anak. “Karena kita semua berharap, ke depan Indonesia semakin hebat,” kata Mulyo.
Selain itu, dalam kondisi pandemi sekarang, sensitivitas program siaran terhadap anak mestinya lebih ditingkatkan. Hal ini dikarenanya anak harus ada di rumah dan mereka akan lebih banyak menyaksikan TV. “Akan lebih ideal jika program siaran itu dikemas dengan variasi informasi dan pengetahuan yang membuat anak semakin mendapat "pelajaran",” tandasnya kepada kpi.go.id. ***/Editor:MR