Jakarta – Lembaga Sensor Film (LSF) yang berwenang melakukan sensor terhadap seluruh film, sinetron maupun iklan sebelum tayang di televisi berdasarkan UU Perfilman No.33 tahun 2009, ternyata menerima banyak materi tayangan sinetron dari rumah produksi. Materi cerita yang paling banyak diterima terkait tema keluarga.
Hal ini disampaikan Anggota LSF pada saat rapat koordinas antara KPI, LSF, Lembaga Penyiaran dan Rumah Produksi yang berlangsung pekan lalu.
Anggota LSF, Nasrullah mengungkapkan, materi sensor yang banyak diterima pihaknya adalah sinetron bertemakan keluarga dan akan disiarkan stasiun TV. “Di LSF ini gelombang materi sensor yang tayang di TV bertema keluarga cukup banyak. Ada yang disiarkan oleh lembaga penyiaran dan ada yang didaftarkan oleh PH. Kebanyakan yang kita terima untuk TV. Setelah mengamati untuk TV sinetron bertemakan keluarga cukup banyak. Kalau disebut satu-persatu cukup banyak. Semuanya dilayani dan disensor,” jelas Nasrullah.
LSF kemudian menyikapi sinetron bertema rumah tangga dengan konfirmasi afirmatif dengan pembuat dan biasanya melalui dialog. “Ketika dikonfirmasi bahwa alasan PH rata-rata mereka sering melakukan permohonan penurunan penggolongan usia ke 13 dari 17 karena mereka tidak suka stigma 17 pada produk mereka. Kalau ada hasil sensor LSF 17 mereka meminta untuk dialog,” ungkap Nasrullah.
Meskipun begitu, Nasrullah memastikan pihaknya tetap konsisten mengkategorikan semua tema sinetron berlatar rumah tangga dengan klasifikasi 17. “Dalam menyensor, hasil sensor ada penggolongan usia yang biasa kami temukan bertema keluarga pasti LSF secara konsisten menggolongkan usia 17 tahun ke atas,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota LSF, Ahmad Yani, menyampaikan masih ditemukannya beberapa hal yang tidak konsisten dari hasil penyensoran. Memang secara sifat masih dapat dipahami tapi sedikit merepotkan misalnya dalam perubahan judul sinetron.
Antara aturan dan rating
Dalam pandangan industri penyiaran, kualitas sinetron dinilai sudah lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang disampaikan perwakilan SCTV, Banardi Rachmat, bahwa perubahan ini dikarenakan adanya dua lembaga yakni KPI dan LSF.
“Sebenarnya kalau melihat sinetron dari dulu dan sekarang menjadi sangat baik karena adanya dua lembaga ini, KPI dan LSF. Saya sangat apresiasi pada LSF yang proporsional melihat konten. Kalau boleh disampaikan ada di sosial media 17+ atau 13+, LSF bisa menjawab sangat baik. KPI juga melakukan pembinaan tidak hanya pada hukuman atau dialog. Itu wujud dari LSF dan KPI membuat tayangan ini menjadi lebih bagus,” ujarnya.
Secara internal, perbaikan juga dilakukan lembaga penyiaran dengan membenahi sistem penyensoran mandirinya. Bahkan, ketika mereka mendapatkan surat sanksi hal itu akan membuat mereka khawatir dan berupaya meningkatkan konten sesuai aturan. “Kalau sudah ada surat kami deg-degan, kami akan tingkatkan konten sesuai aturan,” kata Banar.
Sementara itu, Suharto dari ANTV menilai ada permasalahan soal aturan yang terdapat dalam P3SPS yakni Pasal 50 yang berbenturan dengan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) yang dikeluarkan LSF. Menurutnya, aturan penyiaran tersebut membuat lembaga seperti LSF jadi tak diakui izinnya. “Saya prihatin suatu lembaga negara tidak diakusi izinnya. Saya pikir untuk saling hormati saja,” ujar Harto.
Adapun Ekin Gabriel dari Indosiar mengatakan pihaknya memproduksi sebuah sinetron berdasarkan perilaku di masyarakat. Karenanya, tambah dia, konten soal PIL dan WIL bukan pembenaran dari pihaknya.
Menurut Ekin, setiap TV memiliki brand dan target pemirsa yang beda. Karenanya, tidak bisa ada pemaksaan tema di dalamnya. “Dalam penayangan kami punya acuan P3SPS dan LSF yang mengikuti UU Perfilman. LSF pra melihat sebuah film sebagai sesuatu yang utuh, KPI pascanya,” tuturnya.
Wakil dari rumah produksi Sinemart, Dani Sapawi, menyatakan pihaknya berusaha untuk ikut aturan yang ada, baik KPI maupun LSF. Karenanya, aturan penayangan itu ada di dua lembaga tersebut.
Dalam kesempatan itu, Dani menyoroti pengaruh rating terhadap tayangan sinetron di tanah air. Rating ini membuat rumah-rumah produksi harus mau tidak mau menyesuaikan. “Ketika rating turun tanggung jawab kami karya sendiri harus utuh, ending harus jelas, tidak bisa putus begitu saja,” tandasnya. ***/Editor:MR