Cikarang -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap digitalisasi penyiaran tidak sekedar alih teknologi, namun harus dapat membawa kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui penyiaran digital diharapkan masyarakat dari Sabang sampai Merauke bisa mendapatkan informasi yang berkualitas dan hiburan yang sehat, dengan beragam pilihan saluran siaran secara gratis. Oleh sebab itu masyarakat harus paham apa itu siaran digital dan Analog Switch Off (ASO). 

Pendapat itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, pada diskusi di arena Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) yang diselenggarakan di Cikarang, Jawa Barat, Kamis (12/11/2020).

“Kami ingin pelaksanaan siaran digital harus sepenuhnya bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, baik untuk ketersediaan informasinya maupun untuk kemudahan mengakses informasi tersebut, terutama yang menjadi perhatian kami yakni wilayah yang selama ini termasuk area blankspot. Kami meminta komitmen pemerintah agar dapat mendorong para pengelola siaran digital untuk dapat membangun infrastruktur siaran yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Apalagi, dengan sistem siaran digital, dapat dilakukan cost sharing dalam membangun infrastuktur," tambahnya.

Di sisi lain, menurut Hardly pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan konverter berupa Set Top Box (STB) yang dapat mengubah perangkat TV analog menjadi digital. Harus ada standarisasi STB, juga perlu ada upaya pembagian STB gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.

"Selain itu, publik juga harus diberi kesempatan terlibat dalam proses perpindahan sistem tersebut. Masyarakat harus diberi pemahaman tentang konsep siaran digital, terlibat dalam proses perumusan regulasi teknis, serta ikut mengawasi implementasi siaran digital. Perlu ada public sphere untuk seluruh tahapan ASO,” ujar Hardly.

Selain itu, lanjut Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini, digitalisasi penyiaran harus memikirkan bagaimana membangun ekosistem penyiaran digital yang sehat, agar dapat menghasilkan program siaran yang berkualitas. Terkait ini, KPI telah melakukan berbagai upaya. Antara lain kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, maupun kajian tentang dinamika industri penyiaran secara berkala. 

Dalam kesempatan ini, Hardly mengaitkan penyiaran digital dengan penguatan dan kapasitas masyarakat melalui literasi. Hal ini penting karena pelaksanaan siaran digital akan membuka peluang lahirnya TV-TV baru yang berdampak terhadap pertumbuhan konten siaran. 

“Harus ada penguatan dan dorongan untuk mengapresiasi program siaran yang berkualitas. Untuk itu KPI telah memiliki agenda Bicara Siaran Baik.  Dalam dinamika industri penyiaran free to air (FTA), produksi konten siaran sangat dipengaruhi dengan berapa banyak orang yang menonton. Pasalnya, pemasang iklan memiliki kecenderungan untuk memasang iklan pada siaran dengan jumlah penonton yang banyak. Oleh sebab itu, selain bersikap kritis pada konten siaran yang buruk, masyarakat juga harus didorong untuk memberi apresiasi dan menviralkan program siaran yang baik. Agenda ini telah dijalankan untuk berbagai program siaran televisi analog, dan nantinya juga akan dilakukan untuk program siaran yang diproduksi oleh TV digital. Kapasitas masyarakat dalam literasi media, akan turut membangun ekosistem penyiaran digital yang sehat,” jelas Hardly.

Hardly juga menegaskan komitmen KPI untuk terus melakukan sosialisasi siaran digital ke masyarakat.Hal ini untuk memastikan agar sebelum seluruh proses migrasi siaran digital dituntaskan pada tahun 2022, seluruh masyarakat Indonesia telah memahami dan mengetahui secara detail tentang penyiaran digital.

“KPI akan bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan agar proses migrasi sistem penyiaran ini menjadi agenda bersama, dan benar-benar membawa kemanfaatan bagi seluruh rakyat,” tandas Hardly.

Usai diskusi yang disiarkan secara langsung oleh jaringan TV di bawah bendera ATSDI, ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman antara KPI dengan ATSDI tentang sosialisasi siaran digital. ***

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerjasama dengan BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) dan Kementrian Kominfo menyelenggarakan Digital Movie Awards 2020 dengan tema besar “Menjaga Indonesia”. Kompetisi memperebutkan hadiah dengan total uang berjumlah 120 juta rupiah. Batas akhir pengumpulan karya pada tanggal 30 November 2020.

Dalam lomba bertajuk kompetisi film pendek ini, para juri akan memilih juara 1, 2 dan 3 serta 1 karya terbaik khusus pelajar dan 2 pemenang nomine terbaik. Hadiah pertama akan memperoleh hadiah senilai 45 juta rupiah, hadiah kedua 30 juta rupiah dan hadiah ketiga 20 juta rupiah. Adapun pemenang khusus pelajar memperoleh hadiah sebesar Rp. 15 juta rupiah dan dua (2) pemenang nominee terbaik masing-masing sebesar 5 juta rupiah.

Ketua Pelaksana sekaligus Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan kegiatan ini untuk mengajak partisipasi masyarakat dalam pembuatan konten video yang kreatif dalam bentuk film pendek serta meningkatkan pertumbuhan industri kreatif. Adapun tujuannya memacu dan memberi wadah kreativitas masyarakat melalui karya film pendek.

“Melalui kompetsisi film pendek ini, kita ingin mengajak masyarakat turut serta mengkampanyekan spirit menjaga Indonesia termasuk daerah perbatasan. Kami pun berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya cerdas dan kritis dalam bermedia melalui kompetisi film ini. Diharapkan kegiatan ini dapat mendorong hadirnya konten-konten kreator dan industri kreatif baru dari kalangan pelajar dan umum,” jelas Mulyo Hadi, Selasa (10/11/2020).

Ditambahkannya, konten media seperti film-film pendek merupakan produk kreatif yang dapat menyampaikan ideologi dan juga budaya. Karenanya, cara yang sama harus dilakukan melalui kompetisi film pendek ini.

“Film sebagai produk kreatif adalah salah satu cara yang mudah diterima dan mudah mempengaruhi perilaku masyarakat. Film harus dimanfaatkan untuk membangun kesadaran Indonesia yang Maju dalam Kepribadian Indonesia,” katanya.

Sedangkan untuk sub tema atau tema turunan dari kompetisi bertema besar “Menjaga Indonesia” adalah Siaran digital untuk kemajuan daerah perbatasan, Digital media untuk Indonesia maju, Literasi Media; Kritis dan Peduli Bermedia (TV/Media Baru), dan Dua sisi Media. 

Para peserta yang ingin terlibat dan mengirimkan karyanya dapat terlebih dahulu membaca semua persyaratan lomba yang ada di link berikut ini, https://drive.google.com/file/d/1QpZ1NbCOx6j_DxX7nDPO3apG8RToyqEI/view. ***

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mencari rumusan terbaik tentang pengaturan konten lokal dalam penyiaran digital ke depan. Dengan terpenuhinya ruang-ruang publik lewat penyiaran digital, harus dipikirkan konten seperti apa yang akan mengisinya. Lebih jauh lagi, akan menjadi seperti apa masyarakat Indonesia saat ruang publik dipenuhi beragam konten siaran saat diterapkannya penyiaran digital dua tahun lagi. Hal disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, dalam Diskusi Kelompok Terpumpun mengenai Evaluasi Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) yang digelar secara virtual di kantor KPI, (9/11). 

Menurut Reza, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak sekarang, seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi dalam siaran konten lokal.”Pilkada adalah contoh konkret bahwa konten lokal masih menjadi kebutuhan bagi  masyarakat yang ada di daerahnya masing-masing,” ujarnya. Dalam siaran konten lokal, Pilkada langsung ini dapat menjadi sebuah muatan lokal yang sangat strategis dan memiliki manfaat besar bagi masyarakat lokal. Jika dikelola dengan optimal, siaran konten lokal tentang Pilkada ini dapat memberikan kontribusi atas peningkatan kualitas demokrasi di masing-masing daerah lewat penyampaian informasi akurat terkait kompetisi politik lokal. 

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Yan Parmenas Mendenas yang hadir sebagai narasumber diskusi menekankan bahwa lembaga penyiaran lokal harus dijadikan sebagai agen dalam mendistribusikan informasi lokal ke pusat. Dengan demikian konten siaran juga menjadi beragam dan mendapatkan nilai positif bagi masyarakat lokal itu sendiri. Yan kemudian menyinggung rencana migrasi siaran dari sistem analog ke sistem digital atau Analog Switch Off (ASO). Menurutnya dengan ASO tersebut, akan memberikan kesempatan pemerataan informasi ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya daerah 3T. “Dengan adanya ASO, kita harus mengatur format siaran yang baik, agar tidak membunuh televisi yang sudah eksis,”ujar Yan. Secara tegas politisi Partai Gerindra ini menyatakan sangat mendukung pelaksanaan ASO di tahun 2022 nanti. Era digitalisasi ini, ujarnya, harus segera disiapkan dengan infrastruktur dan sumber daya manusia yang berkualitas. 

Narasumber lain yang hadir dalam diskusi tersebut adalah perwakilan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Soekamto. Kepada peserta diskusi, Soekamto menegaskan bahwa digitalisasi penyiaran bukanlah penghalang bagi pelaksanaan sistem stasiun jaringan. Dia pun memaparkan secara rinci tentang peluang yang dapat ditimbulkan dalam penyiaran digital. Dalam satu wilayah layanan, ujar Soekamto, dapat tersedia hingga lima multiplekser yang masing-masingnya akan menyediakan ruang bagi banyak penyedia konten siaran. Selain itu, menyambut penyiaran digital ini, pemerintah akan terus membangun infrastruktur di berbagai daerah blankspot untuk mengatasi pemecahan masalah ketersediaan informasi bagi masyarakat. 

Sementara itu tanggapan disampaikan dari KPI Daerah Riau yang diwakilkan oleh Widdie Munadir. Dari pemantauan siaran lokal yang dilakukan KPID Riau, dapat dikatakan hanya dua lembaga penyiaran saja yang konsisten menyiarkan konten lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan. Selebihnya, ujar Widdie, konten lokal banyak yang hadir di jam-jam sepi penonton. Widdie juga mengungkap terlalu banyak konten lokal yang menyajikan program siaran ulangan atau re-run. Secara gamblang Widdie juga mengatakan bahwa televisi yang menunjukkan komitmennya atas SSJ ini adalah Kompas TV. Dari aspek administratif, aspek teknis hingga aspek program, ujar Widdie, Kompas TV konsisten menggunakan sumber daya manusia (SDM) lokal yang ada.  Dampak paling kecil tentang kebijakan SSJ ini adalah terserapnya tenaga kerja lokal. Dengan semangat penyebaran informasi di daerah, setidaknya melalui SSJ ini membuka peluang pekerjaan untuk masyarakat lokal. 

Terkait evaluasi SSJ ini Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia menegaskan bahwa SSJ adalah bagian dari usaha mengeksplorasi potensi dari daerah. Karenanya, ujar Irsal, konten lokal ini harus mampu menghidupi industri siaran lokal. Dia menilai, harus ada desain ulang format penyelenggaraan SSJ ini.  Dalam undang-undang Cipta Kerja, ujar Irsal, keberadaan siaran lokal sedikit diabaikan. KPI tentu berharap, dalam revisi undang-undang penyiaran, tetap mengakomodir siaran lokal. “Mungkin dengan disain yang berbeda,” ujarnya. Namun eksistensi siaran lokal ini harus tetap ada mengingat peran pentingnya dalam meningkatkan potensi daerah. 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) kembali menyelenggarakan Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV tahun 2020 untuk Periode Kedua. Padang menjadi kota pertama pelaksanaan riset indeks yang diagendakan dua kali dalam satu tahun ini. Riset indeks di Kota Padang bekerjasama dengan Universitas Andalas.

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat membuka pelaksanaan riset untuk kota Padang menyatakan, lembaganya berupaya membuka ruang diskusi dengan kalangan akademisi untuk menghasilkan masukan dan ide-ide kreatif. Melalui forum riset ini diharapkan pula hasil rekomendasi yang positif untuk pengembangan dan peningkatan kualitas isi siaran televisi.

“Semoga ada ide-ide baru juga seperti jurnal penyiaran serta metode-metode baru yang diciptakan. Mudah-mudahan ini dapat menjadi kolaborasi yang lebih jauh lagi,” kata Yuliandre, Selasa (10/11/2020).

Sampai saat ini, kata Andre, panggilan akrabnya, masih banyak program acara TV yang baik dan menurut KPI berkualitas justru sepi pengiklan. Minimnya pemasukan dari iklan di tayangan baik itu menyebabkan banyak program bagus tersebut harus dieliminasi. 

“Hal ini harus kita ubah yakni bagaimana menjadikan tayangan berkualitas dan bagus justru menjadi ladang iklan. Data riset ini dapat menjadi salah satu masukan atau rekomendasi bagi pengiklan untuk beriklan di TV,” ujar Andre.

Riset ini, tambah Andre, juga diperlukan mendampingi masyarakat memuat nilai gotong royong yang dapat diaktualisasikan dengan baik, serta menciptakan perspektif baru agar masyarakat dapat kritis dan memanfaatkan media untuk perubahan sosial yang lebih baik.

Di tempat yang sama, Rektor Universitas Andalas, Yuliandri, menyatakan pelaksanaan riset indeks kualitas program siaran TV ini sangat baik dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Riset ini akan mampu melihat dan mengukur bagaimana kualitas isi siaran TV selama satu tahun belakangan. 

“Mudah-mudahan rangkaian acara ini yang merupakan kesinambungan dari riset sebelumnya dapat semakin meningkat. Atas nama pimpinan Universitas Andalas, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan,” tutur Yuliandri.

Setelah itu, Koordinator kegiatan riset KPI Pusat, Andi Andrianto, menjelaskan mekanisme diskusi dan pengujian terhadap contoh tayangan. Pengujian dan penyampaian dilakukan berdasarkan kluster yang menjadi tanggungjawab masing-masing informasi. “Semoga kita dapat memperkaya diskusi pada hari ini,” katanya. *** 

 

Jakarta - Penyelenggaraan penyiaran digital harus  dapat memberikan kesempatan lebih luas bagi industri penyiaran lokal dan daerah untuk berkiprah lebih banyak. Terbukanya saluran-saluran baru dalam frekuensi digital merupakan sebuah peluang bagi rumah-rumah produksi di daerah untuk mengisi, khususnya dengan konten-konten yang menjadi khas daerah tersebut. Dengan demikian hak-hak masyarakat di daerah untuk terlibat dalam penyelenggaraan penyiaran dapat terpenuhi. Hal tersebut disampaikan Irsal Ambia, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) koordinator bidang kelembagaan dalam acara Diskusi Kelompok Terpumpun Evaluasi Sistem Stasiun Jaringan yang diselenggarakan secara virtual, (9/11). 

Irsal mengatakan, KPID harus dapat mengelola untuk mendorong kontribusi industri penyiaran lokal ikut ambil bagian ketika digitalisasi penyiaran dimulai. “Semestinya, dengan makin terbukanya saluran lewat penyiaran digital, makin terbuka pula kesempatan untuk industri penyiaran lokal berkiprah,”ujarnya. 

Selain itu Irsal menilai harus ada format ulang aturan tentang siaran konten lokal dalam implementasi sistem stasiun jaringan, setelah ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Harapannya, ujar Irsal, dalam Peraturan Pemerintah, Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat mengakomodir model sistem stasiun jaringan yang berimplikasi pada siaran konten lokal. 

Terkait pelaksanaan konten lokal ini, Ketua KPI Agung Suprio memaparkan berbagai terobosan yang dilakukan KPI agar lembaga penyiaran dapat memenuhi kewajiban regulasi dalam SSJ. Dalam undang-undang jelas ditegaskan bahwa lembaga penyiaran yang berjaringan memiliki kewajiban menyiarkan konten lokal minimal 10% dari durasi waktu siar dalam satu hari. KPI, ujar Agung, pernah mengeluarkan kebijakan agar konten lokal dapat disiarkan bersama di waktu yang produktif. Selain itu, KPI Juga pernah mengusahakan untuk menjadikan bahasa lokal sebagai pengantar siaran lokal. 

Agung mengakui, tidak semua lembaga penyiaran dapat memenuhi aturan ini. Namun dalam setiap evaluasi tahunan yang dilakukan KPI untuk semua televisi berjaringan, selalu ada laporan tentang peningkatan durasi siaran konten lokal. Beberapa masukan dari lembaga penyiaran disampaikan kepada KPI terkait pelaksanaan siaran konten lokal ini. Diantaranya, kalau mengikuti aturan tentang definisi konten lokal yang berdasarkan provinsi atau wilayah layanan siaran, dapat dipastikan dalam satu tahun sudah habis semuanya dieksplorasi. “Sehingga lembaga penyiaran cenderung melakukan siaran ulang atau re-run, “ujar Agung. Ada juga usulan untuk dimungkinkannya cross culture  dalam siaran konten lokal. “Jadi konten lokal Papua dapat disiarkan sebagai konten lokal di wilayah lain,”papar Agung. Usulan lain dari kalangan industry penyiaran adalah terkait kebudayaan yang mirip di beberapa provinsi. Harapannya, kemiripan ini dapat dimaklumi dan diakomodir sebagai sebuah konten lokal pada beberapa wilayah layanan siaran. KPI sendiri, dalam pengawasan konten lokal telah memanfaatkan aplikasi teknologi informasi. Lewat aplikasi ini, ujar Agung, dapat dilihat jumlah konten lokal pada masing-masing induk jaringan televisi. 

Pada kesempatan itu, hadir pula Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) Mohammad Riyanto. Dirinya menerangkan tentang sejarah hadirnya kebijakan konten lokal yang berkiblat pada konsep penyiaran di Amerika Serikat. Kebijakan ini diadopsi dalam undang-undang penyiaran guna menghadirkan keberagaman konten. Namun demikian Riyanto mengingatkan bahwa kewajiban konten lokal batasannya hanya sepuluh persen menurut undang-undang. KPI sebagai regulator, diharapkan mampu memikirkan kembali untuk adanya perbaikan regulasi sistem stasiun jaringan. Riyanto menjelaskan, secara regulasi konten lokal ini diharuskan hadir di tengah masyarakat. Namun demikian market atau pasar dapat dikatakan tidak mengamini kehadiran konten lokal. “Sehingga lembaga penyiaran kesulitan untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan regulasi,”ujarnya. Harapannya, KPI dapat menjadi fasilitator bagi lembaga penyiaran dan pemerintah untuk dapat mengangkat konten lokal.

Dalam evaluasi tersebut hadir pula anggota Komisi I DPR RI Yan Parmenas Mendenas sebagai narasumber, serta Soekamto selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam acara yang dimoderatori Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Aswar Hasan, hadir perwakilan KPI Daerah yang selama ini turut melakukan pemantauan siaran lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.