Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menampung masukan dari stakeholder serta publik terkait revisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. Di hari pertama pelaksanaan FGD (diskusi kelompok terpumpun) yang dimulai Senin (30/8/2021) ini, KPI menerima masukan untuk klaster kesehatan, perlindungan anak dan perempuan, perlindungan kelompok disabilitas, iklan niaga, hingga bahasa isyarat. 

Perlu diketahui, FGD tahap mendengarkan masukan dari stakeholder ini, KPI mengundang 71 lembaga dari kementerian, lembaga, organisasi, dan kelompok masyarakat. Acara ini dilaksanakan dari tanggal 30 Agustus hingga 1 September 2021. "Setelah ini, forum akan dilanjutkan mendengarkan masukan dari lembaga dan organisasi lain serta perguruan tinggi termasuk dengan para alumni KPI," kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo. 

Untuk sesi pertama FGD, KPI mengundang Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Komnas Perempuan, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, dan Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli). 

Komisioner KPI Pusat sekaligus PIC Revisi P3SPS, Irsal Ambia, pada saat sesi masukan dan tanggapan menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan revisi. Setelahnya, dia mempersilahkan seluruh perwakilan stakeholder dan kelompok masyarakat yang hadir secara daring menyampaikan masukan.  

Perwakilan dari Kemenkes, Aji menyampaikan usulan terkait pemanfaatan tenaga kesehatan dalam program siaran. Menurutnya, kegiatan penyiaran dalam hal ini lembaga penyiaran harus memastikan narasumber yang digunakan memiliki izin atau registrasi dari organisasi profesi atau juga dari Kemenkes dalam hal ini KKI.

“Agar nanti informasi yang keluar memang bersumber dari tenaga profesional di bidangnya dalam hal ini tentunya dokter, perawat dan sebagainya yang berhubungan dengan profesinya sebagai tenaga kesehatan,” kata Aji.

Kemenkes juga mengingatkan aturan tentang tenaga kesehatan yang sebetulnya dilarang beriklan, menjadi model iklan alat kesehatan, perbekalan, kecuali dalam iklan layanan masyarakat (ILM). “Kita menyaksikan banyak tenaga kesehatan yang menjadi endorser bukan hanya di media sosial, namun juga di lembaga penyiaran seperti TV maupun Radio. Kalaupun harus terjadi seperti itu, maka memang harus memastikan lagi soal perizinan ataupun registrasi dari lembaga-lembaga yang berwenang,” ujar Aji.

Hal lain yang jadi sorotan Kemenkes tentang prokontra soal pelayanan kesehatan tradisional dalam program siaran. Aji menyebut bahwa ada regulasi yang mengatur soal itu. “Iklan pelayanan kesehatan itu sebetulnya tidak diperbolehkan untuk memberikan informasi yang hiperbola, tidak memiliki kekuatan science atau validitas bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa pelayanan kesehatan itu dapat menyembuhkan. Pada intinya dilarang melakukan publikasi di penyiaran, karena manfaat dan keamanan belum terbukti atau diragukan secara khusus dalam masyarakat kedokteran atau masyarakat kesehatan. Kita ingin iklan-iklan dan program pelayanan kesehatan tradisional lebih bisa diatur lebih lanjut,” tuturnya.

Pendapat yang sama juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Melalui Fery Rahman, IDI meminta pedoman penyiaran yang baru mengadopsi sejumlah aturan dan etika yang berlaku dalam lingkup kesehatan atau kedokteran. 

Dia mencontohkan, dalam etika kedokteran misalnya tidak boleh menyampaikan kelebihan atau menyampaikan keberhasilan hasil pengobatan. Larang ini berkaitan dengan maraknya iklan-iklan pengobatan tradisional di media penyiaran. “Saya kira ini cukup berbahaya dan masyarakat sudah dibuat kecele. Seperti narasi, inilah obat satu-satunya, inilah obat covid, jadi menurut kami itu harus ditertibkan,” tegas Fery.

Dalam kesempatan itu, IDI menyatakan siap mendukung KPI menertibkan iklan-iklan yang berlebih dan menyesatkan tersebut agar tidak meluas. IDI juga meminta KPI membuat aturan dengan merujuk kode etik kedokteran Indonesia. 

Sementara itu, Kemensos meminta adanya perlindungan pada kelompok masyarakat rentan seperti anak, penyandang disabilitas, para gelandangan dan pengemis. Menurut Kemensos yang diwakili Hashim, kelompok rentan adalah mereka yang memiliki keterbatasan untuk mengakses hak-hak dasarnya. 

“Dunia penyiaran perlu upaya untuk memperhatikan kelompok rentan, sesuai batas yang mereka miliki. Perlindungan terhadap anak adalah memastikan tayangan tidak mengandung kekerasan, pornografi, pornoaksi serta bentuk tayangan lain yang mengganggu kelompok anak dan kelompok rentan lainnya,” katanya.

Menurut Kemensos, perlindungan dan pemenuhan hak-hak itu jangan dipandang sebagai sebuah belas kasihan terhadap kelompok rentan, tapi menjadikannya sebagai mitra penguatan peran mereka sebagai kelompok rentan. “Masih banyak kemasan konten yang mengedepankan konten belas kasihan,” ujar Hashim.

Perhatian terhadap kelompok rentan ini juga menjadi perhatian Komnas Perempuan. Menurut wakilnya, Veriyanto Sihotang, tayangan charity program yang menyasar penyandang disabilitas banyak yang mengabaikan aspek pemberdayaannya. Siaran yang mereka lihat lebih sering mengedepankan aspek belas kasihan. “Baik sekali jika KPI secara tegas melarang eksploitasi kelompok masyarakat tertentu,” katanya.

Dalam sesi itu, KPI juga menerima banyak masukan dari asosiasi pengiklan dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan anak dan perempuan. Semua masukan dan tanggapan yang disampaikan akan menjadi catatan  serta pertimbangan KPI dalam merevisi P3SPS KPI tahun 2012. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Perumusan draft akhir revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 memasuki tahapan menerima atau mendengar masukan dari stakeholder terkait. Proses ini menjadi salah satu tahap yang menentukan isi P3SPS terbaru yang rencananya akan disahkan tahun ini.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam sambutan membuka kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD perihal masukan draft P3SPS dengan pihak terkait menjelaskan filosofi dari pedoman penyiaran yang berlaku di Indonesia buatan tahun 2012. Menurutnya, P3SPS merupakan rambu-rambu siaran yang menurutnya mirip dengan rambu lalu lintas. 

“Ibarat lampu lalu lintas itu, jika lampu merah menyala maka mobil itu harus berhenti. Kalau mobil itu tetap berjalan maka mobil tersebut akan dihentikan oleh Polisi dan polisi itu adalah KPI. Tilangnya itu adalah sanksi. Nah kira-kira begitu perumpamaannya. Di dalam penyiaran juga seperti itu, jadi kalau ada yang melanggar P3SPS maka KPI akan memberikan sanksi,” ujar Agung secara daring, Senin (30/8/2021). 

Terkait proses revisi P3SPS ini, Agung menyatakan pihaknya membutuhkan banyak masukan agar kemudian lembaga penyiaran (TV dan Radio) menjadi paham dan tidak bertanya terhadap beberapa hal yang memang belum diatur secara detail (rigid) dalam P3SPS tahun 2012.

“Tentunya dalam perjalanan sampai sekarang itu banyak hal yang perlu dimasukkan ke dalam revisi P3SPS. Setidaknya memang ada beberapa Isu yang dimasukkan ke dalam revisi ini seperti terkait dengan NKRI dan Pancasila atau ideologi Negara, penguatan isu Perempuan, penguatan terhadap anak, dan beberapa hal lainnya yang nanti akan dijelaskan,” katanya. 

Agung berharap pertemuan ini dapat menajamkan pokok usulan dan masukan sehingga akan menghasilkan aturan yang sempurna. “Ini adalah tahap yang hampir terakhir sebetulnya. Kami mengundang bapak dan ibu sekalian untuk berkontribusi. Masukan dari ibu dan bapak adalah hal yang berharga. Kontribusi itu akan menjadi permanen dan akan dilakukan untuk pengawasan dan menghiasi layar kaca kita semua. Jadi layar kaca kita ke depan itu tergantung juga dari masukan bapak dan ibu sekalian,” jelasnya. 

Sementara itu, PIC Revisi P3SPS sekaligus Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat, Irsal Ambia, menambahkan penyiaran merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi dan sistem bernegara. Penyiaran juga merupakan sebuah proses kegiatan yang cukup dinamis. “Sebelumnya juga kita pernah melakukan revisi, pendalaman dan penelaahan. Maka pada tahun 2021 ini kita lakukan revisi kembali, karena ini juga merupakan amanah dari DPR terkait penyempurnaan P3SPS,” tegasnya. 

Menurut Irsal, kewenangan melakukan perubahan dan penetapan aturan P3SPS merupakan hak penuh KPI yang telah dituangkan dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal 8 dalam UU tersebut menegaskan soal kewenangan dan di dalam ayat 2 disebutkan KPI mempunyai tugas penting dalam menetapkan dan menyusun aturan penyiaran.

“Kemudian, di dalam Pasal 49 UU Penyiaran, KPI berkewajiban untuk menilai secara berkala P3SPS sesuai perkembangan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Di Pasal 48, bapak ibu sekalian bisa melihat hal yang menjadi substansi dari P3SPS. Maka dari itu kita mengundang berbagai stakeholder untuk memberikan masukan, saran, tanggapan dan kritik. Karena P3SPS ini mencangkup berbagai isu dan melibatkan banyak pihak karena mencakup banyak hal di dalamnya,” tutur Irsal.

Adapun urgensi dari revisi P3SPS, lanjut Irsal, merupakan bagian dari penyempurnaan terhadap P3SPS yang ada. Menurut dia, pertimbangan terdepan revisi ini karena dinamika penyiaran yang berkembang cepat dan luar biasa seperti hadirnya digitalisasi yang merubah banyak lanskap penyiaran yang di tanah air.

“Dan yang kedua terkait perkembangan hukum. Undang-undang Cipta Kerja mengubah pasal yang ada di dalam Undang-undang Penyiaran, sehingga kita perlu menyesuaikan dengan perkembangan hukum yang terjadi,” ujar Irsal. 

Dalam kesempatan itu, Irsal menerangkan beberapa hal yang menjadi pokok revisi dari aturan yang terdiri dari 10 bab dan 41 Pasal. Persoalan mengenai etika kebangsaan, kemudian profesionalisme SDM, kemerdekaan pers, partisipasi publik dan juga pengenaan sanksi administrasi dan sebagainya. Kami berharap bapak dan ibu bisa memberikan masukan sesuai ruang lingkup lembaga dan institusi dimana bapak ibu berada saat ini,” tandasnya.

Dalam pertemuan awal ini, KPI mengundang Kemenkes RI, Kemensos RI, Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM) RI, Kemenkumham RI, Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia PPPI, Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Komnas Perempuan, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli), dan Gerkatin. Rencananya, FGD masukan untuk draft revisi P3SPS akan berlangsung selama tiga hari hingga Rabu (1/9/2021). ***/Editor:MR

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Universitas Esa Unggul menandatangani perjanjian kerjasama atau MoU (memorandum of understanding) di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian, Kamis (26/8/2021). Kerjasama ini diharapkan memicu peningkatan kualitas dan pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia menghadapi perkembangan teknologi utamanya di bidang penyiaran. 

“Kami bersyukur dengan kerjasama ini. Pasalnya, sekarang kita sudah mulai memasuki zaman digital. Dengan diketuknya Undang-undang Cipta Kerja, pada saat 2 November 2022 seluruh siaran TV analog harus berhenti berganti siaran TV digital. Hal ini akan memicu lahirnya TV-TV baru selain TV yang ada sekarang dan jumlahnya akan sangat banyak,” jelas Agung, di sela-sela sambutan virtualnya sebelum penandatangan MoU tersebut.

Menurut Agung, kehadiran banyak TV baru akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di bidang penyiaran. Pertumbuhan ini akan memunculkan industri-industri penyerta yang baru di bidang kreatif seperti rumah produksi (production house) hingga konten kreator. 

“Karenanya, tujuan kerjasama ini untuk mempersiapkan tenaga-tenaga kerja tersebut. Ini artinya, orang-orang yang paham aturan penyiaran seperti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) akan dicari industri-industri tersebut. Karena SDM seperti ini termasuk yang langka karena mereka yang tahu standar siaran akan dipakai untuk kemudian menjaga tayangan di TV itu sesuai P3SPS KPI,” tambah Agung.

Agung juga menilai kerjasama KPI dengan Universitas Esa Unggul sebagai suatu hal yang strategis. Menurutnya, kalangan akademis merupakan mitra yang tepat dalam rangka penyebaran pesan-pesan kepada masyarakat seperti sosialisasi ASO (analog swicth off), P3SPS dan literasi media. 

“Di perguruan tinggi itu ada link dan match yaitu tenaga kerja dihasilkan oleh universitas. Karenanya KPI bisa menjadi pemberi materi soal P3SPS dan regulasi penyiaran lain sehingga ketika mahasiswa lulus akan dicari lembaga penyiaran karena. KPI membutuhkan kolaborasi dan hal ini titik awal kita untuk melakukan kerjasama lebih luas,” tandas Agung. 

Sementara itu, Rektor Universitas Esa Unggul, Arief Kusuma, menyambut baik dan berterimakasih atas kesediaan KPI untuk bekerjasama. Kerjasama ini, lanjutnya, diharapkan memberi kemanfaatan bagi dunia pendidikan, industri dan masyarakat pada umumnya.

“Akan banyak program-program yang bisa disinergikan antara KPI dan dunia pendidikan. Karenanya, kami berharap penelitian yang kami hasilkan bisa juga diambil manfaatnya bagi masyaakat. Dengan kerjasama ini kami juga bisa memberi kontribusi untuk masyarakat dan memberi hal-hal yang baru untuk mereka,” tutur Arief. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

Jakarta – Tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat pada program siaran berita dan jurnalistik di televisi dan radio harus sejalan dengan akurasi berita yang disampaikan. Meski demikian, kalau pun ada pemberitaan yang salah, lantaran kendala teknis misalnya, lembaga penyiaran sebaiknya segera melakukan ralat pemberitaan. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban LP terhadap pihak-pihak terkait, juga kepada publik yang menjadi khalayak setia.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan hal tersebut usai forum klarifikasi yang digelar KPI dengan lembaga penyiaran, setelah adanya pengaduan dari masyarakat yang keberatan dengan sebuah pemberitaan kriminal di program berita salah satu stasiun televisi, (26/8). Mulyo mengatakan, KPI sangat memahami dalam kondisi new normal ini ada kendala yang dihadapi para praktisi penyiaran dalam melakukan verifikasi berita secara intensif. Namun demikian, KPI mengingatkan jangan sampai ada pihak yang dirugikan lantaran pemberitaan yang tidak akurat, sekalipun didapat dari pejabat yang berwenang. “Sudah selayaknya jurnalis melakukan verifikasi ulang dengan data-data tertulis lainnya,” ujar Mulyo. 

Dalam Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012, program siaran jurnalistik di televisi dan radio berkewajiban untuk memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk melakukan ralat atas informasi yang tidak akurat. Bahkan, ujar Mulyo, secara rinci SPS juga mengatur tentang penayangan ralat ini. Diantaranya disiarkan segera, mendapatkan perlakuan utama dan setara, serta mengulang menyiarkan ralat tersebut pada kesempatan pertama dalam program yang sama. KPI, ujar Mulyo, sudah meminta lembaga penyiaran untuk memperbaiki mekanisme kerja agar standar akurasi informasi dalam program jurnalistik tetap terjaga dengan baik. Dengan demikian, hak-hak masyarakat mendapatkan infomasi yang akurat dan terpercaya, dapat dipenuhi. /Editor:MR 

 

 

Jakarta -- Migrasi atau perpindahan dari siaran TV analog ke siaran TV digital akan memberi banyak keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan yang diperoleh tak hanya soal kecanggihan teknologinya tapi juga dari sisi manfaat dan ekonomi. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat menjadi narasumber acara “Kabar Khusus TV One” bertema “Merdeka Digital: Nikmati Tayangan Gratis yang Bersih, Jernih dan Canggih” dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (17/8/2021).

“Digital siaran ini akan diikuti oleh dua hal yakni pertama tumbuhnya TV-TV baru yang artinya akan ada banyak TV. Dengan banyak TV hal ini akan diiikuti banyaknya kanal dan progam acara. Ini makin menumbuhkembangkan industri kreatif di masyarakat. Dengan adanya padat modal dan padat karya ini, saya harap akan dapat merekrut tenaga kerja,” jelas Agung.

Keuntungan lain dari hadirnya siaran digital yakni adanya bonus digital berupa akses internet menjadi luas yang menciptakan digital dividen. Migrasi TV ini membuat lalu lintas internet makin cepat karena menjadi 5G. 

“Jadi kalau saya ibaratkan, TV dan telekomunikasi itu seperti dua sisi mata uang koin. Dua sisi yang saling menguntungkan dan ini yang akan diterima masyarakat. Jadi masyarakat yang akan banyak diuntungkan dari migrasi ini,” ujar Agung Suprio.

KPI juga meminta masyarakat tidak khawatir dengan migrasi ini karena siaran yang ditangkap tetap gratis seperti siaran sebelumnya. Menurut Agung, UU Penyiaran No.32 tahun 2002 menyebutkan bahwa informasi adalah hak dari warga negara dan itu harus bisa dilihat dan dinikmati secara gratis. “Siaran TV digital ini gratis dan  bisa dinikmati dengan jernih, bersih dan cangggih,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Agung mengatakan kehadiran TV baru dalam siaran digital memunculkan genre baru atau khusus. Dinamika ini membuat masyarakat mendapat banyak pilihan kanal siaran seperti  TV khusus anak, perempuan, olahraga atau talkshow. “Ini menarikan jadinya, jadi ketika kita pegang remote jadi banyak kanal siarannya. Banyak pilihan dan variasi dan masyarakat jadi dimanjakan dengan digital ini,” katanya.

Menghadapi migrasi dan pertumbuhan TV baru ini, KPI mengatakan tengah menyiapkan mekanisme pengawasan baru yang sejalan dengan perkembangan tersebut. Menurutnya, proses pengawasan KPI akan mengalami perubahan. “Saat ini, pengawasan kita masih manual, ke depan akan ada ratusan TV dan kita tidak bisa sepenuh bergantung dengan pantauan manual. Di luar negeri ada artificial intelligence atau AI dan ini akan memberi laporan pada tenaga ahli untuk memutuskan apa melanggar atau tidak. Thailand, Turki dan Negara di Eropa sudah menerapkan ini,” jelasnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung mengapresiasi langkah Pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika) menyiapkan pelaksanaan ASO hingga batas waktu 2 November  2022 mendatang. “Ada waktu kurang lebih satu setengah tahun untuk migrasi. Kita apresiasi hal ini,” tandasnya. ***/Editor:MR

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.